Jakarta, Pahami.id —
Forum Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nasional mengkritik pipa ekspor pasir laut yang dibuka kembali oleh Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) setelah 20 tahun penutupan.
Dalam thread di akun Walhi, ia pun menjelaskan alasannya ‘Kenapa kita semua harus menangis saat pipa ekspor pasir laut dibuka?’.
“Pertama, saat ini banyak pulau-pulau kecil di Indonesia yang terancam tenggelam akibat krisis iklim yang juga diperparah dengan penambangan pasir laut. Bahkan beberapa pulau kecil pun hilang,” ujar postingan di akun X @walhinasional, Senin (16/9). CNNIndonesia.com telah meminta izin untuk mengutip thread tersebut.
Di awal thread, Walhi juga mengutip cuitan mantan Menteri KKP Susi Pudjiastuti yang memberikan ikon seorang perempuan menangis karena pemberitaan dibukanya kembali ekspor pasir laut.
“Kedua, akibat beban krisis iklim, banyak nelayan yang terpaksa beralih profesi. Ekspor pasir laut tentu memperburuk keadaan. Akan banyak nelayan dan perempuan di pulau-pulau kecil di Indonesia yang menghadapi permasalahan sosial seperti masyarakat Kodingareng atau Pulau Rupat.,” merupakan kelanjutan dari thread Walhi Nasional.
Dalam unggahan beberapa hari sebelumnya, 13 September 2024, Walhi menyinggung perbandingan pro dan kontra peraturan pemerintah untuk membuka kembali ekspor pasir laut.
“Mengekspor pasir laut berarti untung sedikit dan rugi banyak. Sebab kerusakan lingkungan yang ditimbulkan memerlukan biaya pemulihan yang tinggi dan merugikan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil. Kodingareng bisa jadi contoh!”kata postingan mereka.
Direktur Eksekutif Nasional Walhi Zenzi Zuhadi saat dikonfirmasi mengatakan, UU 32/2014 tentang Kelautan jelas mengatur langkah-langkah yang perlu dilakukan pemerintah untuk mengatasi pencemaran dan kerusakan laut. Dan, lanjutnya, PP dan Peraturan Menteri Perdagangan tentang ekspor pasir laut justru bertentangan dengan petunjuk undang-undang.
“PP dan Perdana Menteri sebagai peraturan pelaksanaan justru bertentangan dengan undang-undang,” ujarnya saat dihubungi, Selasa (17/9).
Dia mengatakan, aturan perdagangan tersebut merupakan terbitan PP 26/2023, dimana PP itu sendiri merupakan terbitan UU 32/2014 tentang Kelautan.
Dalam Pasal 56 UU Kelautan, kata dia, ditegaskan pada ayat (1) bahwa pemerintah bertanggung jawab menjaga dan melestarikan lingkungan laut.
Setelah ayat (2), perlindungan dan pelestarian lingkungan laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pencegahan, pengurangan, dan pengendalian lingkungan laut dari segala pencemaran laut serta penanganan kerusakan lingkungan laut. lingkungan laut,” ujarnya. Zenzi, menjelaskan dasar hukum sebenarnya.
Ayat (2) sudah jelas, yang bisa dilakukan pemerintah adalah mengatasi pencemaran dan kerusakan, imbuhnya.
Selain itu, ia juga mempertanyakan kinerja DPR sebagai lembaga hukum terkait dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan pemerintahan Jokowi.
“DPR tidak berguna bagi masyarakat sipil [turun tangan melakukan] Jr [judicial review]“Saat-saat ketika para eksekutif melanggar aturan yang mereka buat tidaklah diperbaiki,” kata Zenzi.
Sebelumnya, pemerintahan Jokowi membuka kembali jalur ekspor pasir laut. Pembukaan kembali keran ekspor tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22 Tahun 2023 tentang Barang Larangan Ekspor dan Peraturan Menteri Perdagangan. Perdagangan Nomor 21 Tahun 2024 tentang Kedua. Perubahan Peraturan Menteri Perdagangan No. 23 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Penetapan Ekspor.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Isy Karim pada 9 September mengatakan, penerbitan peraturan Menteri Perdagangan tentang ekspor pasir laut ini dilaksanakan untuk menerapkan PP 26/2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Laut.
Pembuatan peraturan ini juga dilakukan menanggapi usulan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sebagai lembaga pengawas pengelolaan sedimentasi di laut. Meski demikian, Isy menegaskan ekspor pasir laut tidak dilakukan sembarangan. Izin ekspor akan diberikan Kementerian Perdagangan setelah persyaratan dalam negeri terpenuhi. Izin ekspor maritim sebenarnya sudah dilarang pemerintah 20 tahun lalu oleh Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri. Larangan tersebut diterapkan untuk mengurangi dampak negatif eksploitasi pasir laut terhadap lingkungan.
Namun, Jokowi mengubah kebijakan tersebut. Melalui PP Nomor 26 Tahun 2023, Jokowi membuka kembali pipa ekspor pasir laut. Aturan ini menimbulkan banyak tentangan, terutama dari organisasi lingkungan hidup seperti Greenpeace, Walhi, mantan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Susi Pudjiastuti, bahkan para nelayan sendiri.
(anak-anak)