Jakarta, Pahami.id —
Jaraknya setidaknya sekitar 300 meter Monumen Proklamasi Di Jakarta yang menjadi titik kemerdekaan bangsa Indonesia pada tahun 1945, berdiri sebuah masjid yang berusia ratusan tahun dan memiliki kaitan sejarah dengan perjuangan ibu kota pada masa lalu.
Rumah ibadahnya adalah Masjid Matraman Jami yang terletak di Pegangsaan, Menteng, Jakarta Pusat.
Mengutip sebuah buku Masjid Cagar Budaya di Jawa dan Madura diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2018, Masjid Matraman Jami menjadi saksi bisu pembebasan Batavia – nama Jakarta pada masa pemerintahan Belanda melalui VOC – dan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945.
“Para Founding Fathers berdoa di sini sesaat setelah mengumumkan proklamasi pada 17 Agustus 1945. 300 tahun sebelumnya, tak jauh dari sini, upaya ‘pembebasan’ juga terjadi. Tim Mataram dengan gagah berani melawan dominasi VOC yang menguasai Batavia” katanya dalam buku itu.
Sejarah berdirinya masjid ini tidak lepas dari saat Sultan Agung – Raja Mataram – mengirimkan pasukan untuk membebaskan Batavia dari cengkeraman VOC pada tahun 1620-an. Di situlah basis perjuangan ribuan pasukan Mataram, hingga mereka membangun sebuah gubuk kecil yang kemudian dijadikan rumah ibadah dan kini dikenal dengan nama Masjid Jami Matraman.
<!–
/4905536/CNN_desktop/cnn_nasional/static_detail
–>
sesaat CNNIndonesia.com Berkunjung ke sana pada Kamis (29/2), sepertinya tidak ada yang istimewa di bagian depannya. Hanya tulisan “Masjid Matraman Jami’” yang terpampang dengan tulisan Arab di atasnya.
Menara yang menjulang di depan masjid ini tidak memberikan kesan istimewa. Pasalnya, banyak masjid lain yang juga memiliki menara tinggi.
Memasuki masjid, kesan ‘biasa’ masih terasa. Semua perlengkapan masjid tidak jauh berbeda dengan masjid umum pada umumnya. Sajadah panjang berwarna hijau, mimbar kayu dengan kaligrafi, dan pengingat sholat digital ditampilkan.
Tidak ada gambar sejarah yang ditampilkan, tidak ada teks yang menjelaskan asal muasal masjid ini, semuanya terlihat ‘biasa’ yang menjadikan masjid ini tidak istimewa.
Masjid tersebut juga tidak masuk dalam daftar situs cagar budaya di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Mengutip dari halaman data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaanada dua masjid yang masuk dalam cagar budaya disana yaitu Masjid Cut Meutia dan Masjid Al Makmur (Raden Saleh).
Suasana di dalam Masjid Jami Matraman, Menteng, Jakarta Pusat. (Pahami.id/Arief Bimaputra) |
Abdul Baqir Zen dalam bukunya “Masjid Bersejarah di IndonesiaNama asli Masjid Jami Mataram adalah Masjid Jami Matraman Dalem yang artinya Masjid Jami para. Abdi Dalem.
Abdi Dalem artinya pengikut setia Kesultanan Mataram Ngayogyakarta. Nama ini diberikan karena konon masjid ini merupakan tempat persinggahan pasukan Mataram yang diutus Sultan Agung Hanyokrokusumo untuk merebut Batavia dari Belanda.
“(Masjid) ini bersebelahan dengan sungai Ciliwung, sarana transportasi Belanda, sehingga di sini konon Batavia diserang Kompeni Belanda,” kata Pengurus Masjid Matraman Jami, Samsuddin saat berbincang dengan CNNIndonesia.com di sana.
Pria yang kerap disapa Haji Udin ini mengaku, pihak pengelola masjid tidak memiliki teks sejarah yang menjelaskan asal usul dan perkembangan masjid ini. Katanya, sejarah masjid ini banyak diceritakan dari mulut ke mulut yang diturunkan secara turun temurun.
Masyarakat Islam dan Pembangunan Masjid
Jika mencermati interior masjid ini, mungkin pembaca sejarah akan mulai menyadari bahwa masjid ini adalah saksi bisu perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Pasalnya, pola di seluruh jendela masjid ini menampilkan gambar bintang dan bulan sabit di bawahnya. Lambangnya sama dengan organisasi Sarekat Islam (SI).
Sebuah organisasi yang didirikan oleh satu orang bapak pendiri Indonesia, HOS Tjokroaminoto mempunyai peran besar dalam kemerdekaan Indonesia.
Tjokroaminoto juga merupakan salah satu mentor yang menggerakkan kualitas intelektual dan kepemimpinan proklamasi yang juga merupakan Presiden pertama Republik Indonesia, Sukarno (Bung Karno).
Haji Udin pun mengaku pernah mendengar cerita bahwa SI mempunyai peran besar saat masjid ini pertama kali dibangun pada pertengahan abad ke-18.
“Iya (berperan besar), memang hitam putih (teks sejarah) itu tidak ada, yang ada hanya bukti. Lihat saja jendelanya. Jendela itu lambang bulan dan bintang, hampir semuanya, ” jelasnya.
Pola pada seluruh jendela kaca masjid ini menampilkan gambar bintang dan bulan sabit di bawahnya. Lambang yang sama dengan Sarekat Islam (SI), salah satu organisasi besar pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia. (Pahami.id/Arief Bimaputra) |
Julukan Masjid Bung Karno
Masjid ini juga sering disebut Masjid “Bung Karno”. Lagi-lagi julukan ini berasal dari cerita mulut ke mulut yang diturunkan dari generasi ke generasi.
Di era perjuangan kemerdekaan, kata Udin, banyak warga sekitar yang menyebut masjid ini sebagai tempat berkumpulnya kaum ‘elit’. Ia juga mengatakan, saat itu masyarakat awam masih malu untuk beribadah di masjid ini. Mereka lebih memilih beribadah di surau atau masjid lain.
Sebutan masjid elit muncul karena masjid ini juga disebut-sebut sebagai tempat Bung Karno berdiskusi dengan orang-orang penting lainnya. Rumah Bung Karno di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 tak jauh dari masjid.
Rumah tempat dibacakannya proklamasi kemerdekaan Indonesia sudah tidak ada lagi, karena Bung Karno membongkarnya pada tahun 1960-an untuk dijadikan bangunan yang sekarang dikenal dengan nama Bangunan Pola.
Pada masa revolusi kemerdekaan Indonesia, masjid ini menjadi sejarah. Pasalnya, usai pembacaan dakwah yang bertepatan dengan bulan Ramadhan, Sukarno dan Mohammad Hatta serta lainnya menunaikan salat Jumat di masjid.
Al-Quran ini unik karena terbuat dari daun kurma dan kertas kuno berukuran 2×1,5 meter yang dipajang di kotak pajangan di Masjid Jami Matraman. (Pahami.id/Arief Bimaputra) |
Meski begitu, Haji Udin mengatakan ada beberapa versi yang diketahuinya tentang sejarah tersebut. Ia pun mengakui kebenaran cerita tersebut masih simpang siur. Sebab, kata dia, belum ada catatan sejarah yang mencatat peristiwa tersebut.
Hanya saja tidak ada yang hitam putih (teks sejarah), makanya para sesepuh dulu bilang masjid Bung Karno, ujarnya.
Namun, jika Anda mengutip dari buku tersebut Masjid Cagar Budaya di Jawa dan Madura yang diterbitkan Kemendikbud, apa yang disampaikan Haji Udin juga tertulis di sana.
“Sebuah peristiwa pembebasan. Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dirintis oleh Founding Father mendeklarasikan kemerdekaannya di kediaman Bung Karno di Pegangsaan Timur nomor 56 yang tidak jauh dari masjid ini. Deklarasi diumumkan pada pukul 10 pagi. Setelah itu, dengan berjalan kaki para tokoh termasuk pasangan Sukarno-Hatta melaksanakan salat Jumat di masjid ini.,” dia berkata.
“Saking dekatnya peristiwa ini di hati, Masjid Matraman Jami pernah disebut Masjid Bung Karno oleh masyarakat setempat. Bung Karno juga rutin melaksanakan salat Jumat di sini sepanjang tahun 50an,” dia melanjutkan.
(ibu/anak)
!function(f,b,e,v,n,t,s){if(f.fbq)return;n=f.fbq=function(){n.callMethod?
n.callMethod.apply(n,arguments):n.queue.push(arguments)};if(!f._fbq)f._fbq=n;
n.push=n;n.loaded=!0;n.version=’2.0′;n.queue=[];t=b.createElement(e);t.async=!0;
t.src=v;s=b.getElementsByTagName(e)[0];s.parentNode.insertBefore(t,s)}(window,
document,’script’,’//connect.facebook.net/en_US/fbevents.js’);
fbq(‘init’, ‘1047303935301449’);
fbq(‘track’, “PageView”);