Jakarta, Pahami.id –
Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan Baktiar Najamudin akan menjadi salah satu pembicara utama pada Plenary Investment Forum pada Conference of Parties (COP) ke-30 yang digelar di Belem, Brasil, pada Kamis (13/11).
Sultan rencananya akan tampil dalam tiga sesi berbeda, baik di Asia Climate Solutions Pavilion maupun di Paviliun Indonesia. Pada forum utama, beliau akan membawakan tema “Demokrasi Hijau dan RUU Perubahan Iklim: Jalan Indonesia Menuju Transformasi Berkelanjutan.”
Sementara itu di Paviliun Indonesia, mantan Wakil Gubernur Bengkulu ini akan menyampaikan pidato bertajuk “penguatan masyarakat adat dan komunitas lokal di kawasan hutan untuk meningkatkan manfaat ekonomi”.
Ketua DPD RI ke-6 ini menjelaskan, sebagai bagian dari delegasi Indonesia yang dipimpin oleh utusan khusus Presiden untuk bidang iklim Hashim Djojohadikusumo, akan menegaskan komitmen Indonesia dalam mewujudkan peluang Paris.
Menurutnya, COP 30 merupakan peristiwa penting untuk mempertegas komitmen Indonesia kepada dunia internasional dalam mempercepat target dekarbonisasi dengan pendekatan kebijakan hijau.
“Melalui Investment Forum, kami akan berusaha membantu misi Carbon Diplomacy Presiden Prabowo dalam menawarkan potensi penyimpanan karbon kepada perusahaan-perusahaan besar dan pemimpin negara-negara industri,” kata Sultan dalam keterangan resminya, Selasa (11/11).
Sultan menjelaskan, Indonesia merupakan negara dengan hutan hujan tropis terluas ketiga di dunia dan juga merupakan rumah bagi jutaan hektar ekosistem mangrove terbesar di dunia. Begitu pula wilayah laut dalam yang berpotensi menyimpan karbon hingga 600 Giga ton, kata Sultan.
Namun, upaya berkelanjutannya untuk mengimbangi emisi karbon tidak membuahkan hasil. Suhu bumi sebenarnya cenderung meningkat dalam tiga dekade.
“Sebagaimana tercantum dalam Laporan Iklim Global UNDP tahun 2024, 70% kebijakan iklim gagal bukan karena kurangnya pendanaan atau teknologi, namun karena lemahnya koherensi dan integrasi politik,” ujarnya.
Untuk itu, mantan aktivis KNPI mengusung konsep “demokrasi hijau”, sebuah gagasan yang menempatkan kesadaran ekologis dalam setiap proses demokrasi. Mulai dari pemilihan umum hingga persiapan anggaran, dari perencanaan regional hingga diplomasi global.
Paradigma Demokrasi Hijau bertujuan untuk memanfaatkan transformasi demokrasi di Indonesia dan dunia dengan memadukan keterwakilan daerah, keterwakilan politik, dan keterwakilan ekologi menuju tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang berdampak pada kesejahteraan rakyat, tegasnya.
Lebih lanjut, Sultan mengatakan pihaknya sangat yakin bahwa komitmen aksi iklim global ditentukan oleh lembaga demokrasi yang bertanggung jawab atas setiap kebijakan. Oleh karena itu, menurutnya, kebijakan pro-ekologi yang dilakukan Prabowo Subianto melalui Asta Cita patut diapresiasi.
“Dengan lembaga demokrasi yang inklusif, kolaboratif, dan partisipatif, masyarakat dapat menikmati kebijakan yang pro pertumbuhan, pro pemuda, pro ekologi, dan pro masyarakat miskin,” kata Sultan.
Komitmen tersebut telah dibuktikan DPD RI dengan menyusun RUU Perubahan Iklim dan RUU Orang Asli yang kini menjadi RUU prioritas Prolegnas 2025, ujarnya.
(ori/ori)

