Berita Tersangka Kasus Penipuan Haji Khusus, Anggota DPRD Gorontalo Ditahan

by
Berita Tersangka Kasus Penipuan Haji Khusus, Anggota DPRD Gorontalo Ditahan


Makassar, Pahami.id

Penyidik ​​Polda Gorontalo Ditetapkan sebagai anggota DPRD Gorontalo dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), I (41) sebagai tersangka kasus penipuan yang disebut-sebut melibatkan modus haji khusus.

“Saya anggota DPRD yang juga menjabat sebagai Direktur Utama PT Novavil Mutiara Utama menjadi tersangka kasus dugaan penipuan dan penggelapan dana calon jamaah haji atau Furoda,” kata Kapolres Gorontalo Pol Widodo dalam keterangan tertulisnya, Selasa (11/11).


PT Novavil Mutiara Utama yang didirikan pada 18 Oktober 2017, kata Widodo, sebenarnya hanya mengantongi izin sebagai Penyelenggara Perjalanan Umrah (PPIU) berdasarkan perintah Menteri Agama Republik Indonesia nomor 41 tahun 2021.

Namun sejak tahun 2023 tersangka menawarkan program haji khusus (Furoda) tanpa izin resmi sebagai Penyelenggara Haji Khusus (PIHK), ujarnya.

Meski tak mengantongi izin Pihk, kata Widodo, tersangka tetap menawarkan paket haji khusus yang jelas-jelas melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah.

“Dalam praktiknya, tersangka memberangkatkan calon jamaah haji dengan menggunakan visa kerja (visa amil), bukan visa haji sebagaimana syarat resmi pemerintah Arab Saudi,” ujarnya.

Pada tahun 2025, perseroan akan memberangkatkan 62 jamaah haji dari berbagai daerah di Indonesia, beberapa di antaranya Gorontalo, Manado, Ternate, Morowali, Surabaya, dan Makassar.

Namun secara total, hanya 16 jemaah yang berhasil menyelesaikan ibadah haji, sedangkan 44 jemaah gagal menunaikan haji, karena visa dan izinnya tidak sah, ”ujarnya.

Hasil pemeriksaan terhadap 11 jemaah korban, total dana yang disetor mencapai Rp 2,54 miliar.

Uang tersebut langsung disetorkan ke rekening Perusahaan PT. Novavil Mutiara Utama dan tidak melalui rekening Bank Penerima Setoran Haji (BPS) sesuai ketentuan resmi Kementerian Agama.

Penyidik ​​menemukan dana yang dihimpun tidak pernah disetorkan secara resmi sesuai mekanisme yang diatur. Hal ini memperkuat unsur tindak pidana penipuan dan penggelapan, jelas Widodo.

(miR/anak)