Jakarta, Pahami.id —
Mahkamah Konstitusi (MKmengabulkan pengujian sebagian Pasal 70 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Umum. Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-undang (UU Pemilu Provinsi).
Pasal a quo terkait masa cuti di luar tanggungan negara dan tidak menggunakan fasilitas yang berkaitan dengan jabatan sebagai calon kepala daerah petahana.
Tes materi disampaikan oleh Kepala Desa Bojongsari, Kecamatan Alian, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, Edi Iswadi.
Mengabulkan sebagian permohonan pemohon, kata Ketua Hakim Konstitusi Suhartoyo saat membacakan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (2/1).
Suhartoyo mengatakan, dalil pemohon dapat diterima karena adanya dasar pemikiran. Sebab, pemimpin daerah dan/atau wakil kepala daerah petahana berpotensi menyalahgunakan kekuasaan terkait sumber daya yang dimilikinya ketika berlibur di luar masa kampanye.
Ia menambahkan, bupati dan/atau wakil kepala daerah yang melakukan pemilihan ulang di wilayah yang sama harus tetap berlibur dan dilarang menggunakan fasilitas di jabatannya. Hal ini untuk menghadirkan pemilu provinsi yang jujur dan adil.
Larangan tersebut tidak hanya berlaku pada masa kampanye, namun juga pada masa tenang menjelang hari pemungutan suara.
Oleh karena itu, menurut Mahkamah Konstitusi, norma Pasal 70 ayat (3) UU Pilkada bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai. di luar tanggung jawab negara dan dilarang menggunakan fasilitas yang berkaitan dengan jabatannya bagi bupati dan/atau wakil bupati yang sedang menjabat, baik pada saat kampanye, waktu tenang, maupun pada hari pemungutan suara.
Selain itu, Mahkamah Konstitusi berpendapat tidak ada alasan bagi penyelenggaraan pemerintahan untuk bersikap kritis dan mendesak terhadap perlunya mewajibkan hari libur di luar tanggung jawab negara dan melarang penggunaan fasilitas bagi bupati dan/atau wakil bupati yang mencalonkan diri kembali dalam pemilihan kepala daerah.
Padahal, sebagaimana telah dipertimbangkan dalam pertimbangan hukum berikut ini, masa tenang dan hari pemungutan suara merupakan masa-masa penting bagi masyarakat.
“Saat itulah calon pemilih menentukan pilihannya dan tidak bisa diganggu oleh siapapun. Oleh karena itu, segala bentuk upaya untuk mempengaruhi pilihan harus dihindari,” kata Suhartoyo.
(ryn/dna)