Jakarta, Pahami.id —
Sebanyak 78 staf Komisi Pemberantasan Korupsi (Komisi Pemberantasan Korupsi) meminta maaf setelah terbukti menerima pungutan liar (pemerasan) di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK.
Permintaan maaf menyusul keputusan Dewan Etik (Dewas) Badan Pengawas KPK itu disampaikan di Gedung Juang KPK, Jakarta, Senin (26/2).
Pelaksanaan putusan etik tersebut dipimpin oleh Sekretaris Jenderal KPK Cahya H. Harefa. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, anggota Dewas, serta anggota struktur KPK turut hadir dan menyaksikan pelaksanaan keputusan etik tersebut.
Permintaan maaf tersebut dibacakan langsung oleh pegawai yang bersangkutan. Dalam keterangannya, para karyawan tersebut mengaku telah melakukan pelanggaran etika dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi.
“Dengan ini saya meminta maaf kepada Komisi Pemberantasan Korupsi dan/atau para anggota KPK atas pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku yang saya lakukan, berupa penyalahgunaan jabatan dan/atau kekuasaan saya, termasuk penyalahgunaan pengaruh sebagai Staf Komisi keduanya. dalam menjalankan tugas dan kepentingannya. Perorangan dan/atau kelompok,” kata salah satu perwakilan petugas yang diperiksa, diikuti seluruh masyarakat yang diperiksa, Senin (26/2).
<!–
/4905536/CNN_desktop/cnn_nasional/static_detail
–>
Dalam sambutannya, Sekretaris Jenderal KPK Cahya mengaku sedih dengan diberlakukannya pembatasan etik tersebut.
“Saya sebagai anggota KPK merasa prihatin dan sedih karena sebagai anggota KPK saya dijatuhi hukuman etik akibat perbuatan yang menyimpang dari nilai-nilai KPK yaitu integritas, sinergi, keadilan, profesionalisme. dan kepemimpinan,” kata Cahya. .
Cahya kemudian berpesan agar pembatasan ini memungkinkan anggota KPK dalam menjalankan tugas dan jabatannya berpedoman pada nilai-nilai dasar KPK.
Selain itu, Cahya juga mengingatkan agar para insan KPK menghindari segala bentuk malpraktek, menjaga organisasi KPK, dan selalu waspada.
Dewas KPK sebelumnya menjatuhkan sanksi berat berupa permintaan maaf secara langsung dan terbuka kepada 78 pegawai KPK yang terbukti menerima pungutan liar (pungli) di tiga rutan KPK.
Sedangkan sisa 12 pegawai KPK yang juga diduga terlibat penerimaan pungli diserahkan Dewas kepada Sekretaris Utama (Sekretaris Jenderal) KPK.
Ketua Dewan Etik Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean menjelaskan alasan Dewas menyerahkan 12 pegawai KPK kepada Sekjen KPK. Puluhan pegawai KPK melakukan pelanggaran kode etik berujung pidana pada tahun 2018 ketika Dewas KPK belum terbentuk sehingga belum mempunyai kewenangan.
Tumpak juga mengingatkan pegawai KPK yang kini berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak bisa dipecat hanya karena masalah etika.
Meski begitu, lanjut Tumpak, Majelis Komisi Pemberantasan Korupsi merekomendasikan agar Sekjen KPK mengusut dan menjatuhkan hukuman disiplin terhadap 90 pegawai KPK yang mendapat pungli. Dalam pemeriksaan tersebut, Sekretaris Jenderal Komite Pemberantasan Korupsi dapat melakukan pemberhentian.
Dugaan kasus pungli terjadi di Rutan K4 (Merah Putih) KPK, Rutan C1 cabang KPK, dan Pomdam Jaya Guntur, sejak 2018 hingga 2023.
Dewas KPK memperkirakan besaran pungli dalam kurun waktu lima tahun melebihi Rp 6 miliar.
(pop/gil)
!function(f,b,e,v,n,t,s){if(f.fbq)return;n=f.fbq=function(){n.callMethod?
n.callMethod.apply(n,arguments):n.queue.push(arguments)};if(!f._fbq)f._fbq=n;
n.push=n;n.loaded=!0;n.version=’2.0′;n.queue=[];t=b.createElement(e);t.async=!0;
t.src=v;s=b.getElementsByTagName(e)[0];s.parentNode.insertBefore(t,s)}(window,
document,’script’,’//connect.facebook.net/en_US/fbevents.js’);
fbq(‘init’, ‘1047303935301449’);
fbq(‘track’, “PageView”);