Korban meninggal dunia akibat tanah longsor dan banjir yang dipicu hujan deras di Tanzania utara bertambah menjadi 68 orang pada Senin (4/12). Seorang pejabat provinsi mengkonfirmasi hal itu ketika petugas penyelamat mencari korban yang terjebak.
Hujan deras selama akhir pekan menghanyutkan kendaraan dan meruntuhkan bangunan di kota lereng bukit Katesh, 300 kilometer (185 mil) utara ibu kota Dodoma.
Gambar yang disiarkan di televisi menunjukkan puing-puing dari rumah, termasuk furnitur, berserakan di jalan raya, jalan utama, saluran listrik, dan jaringan komunikasi terganggu.
“Kami menutup malam kami dengan 68 kematian dan operasi penyelamatan sedang berlangsung,” kata komisaris daerah Ratu Sendiga, seperti dilansir AFP.
“Sedikitnya 100 rumah tertelan lumpur dan satu desa dengan 28 kepala keluarga hancur,” kata Sendiga.
Bencana tersebut telah mendorong Presiden Samia Suluhu Hassan untuk mempersingkat kunjungannya ke Dubai untuk perundingan iklim COP28.
[Gambas:Video CNN]
Perdana Menteri Tanzania Kassim Majaliwa pada Senin (12/4) memberikan penghormatan kepada para korban dalam upacara di Katesh untuk menyerahkan jenazah kepada keluarga mereka.
“Kami yakin kami akan menemukan lebih banyak jenazah,” katanya, seraya menambahkan bahwa 116 orang terluka dalam bencana tersebut.
Operasi pencarian dan penyelamatan sedang dilakukan dengan bantuan militer. Kerja sama ini dilakukan karena dikhawatirkan masih banyak warga yang tertimbun lumpur tebal.
Tanzania dan negara tetangganya di Afrika Timur, Kenya, Somalia, dan Ethiopia sedang bergulat dengan banjir bandang yang disebabkan oleh hujan lebat yang terkait dengan pola cuaca El Nino.
Banjir telah memperburuk krisis kemanusiaan di wilayah tersebut, setelah kekeringan terburuk dalam empat dekade menyebabkan jutaan orang kelaparan.
Rekor tertinggi terjadi antara bulan Oktober 1997 dan Januari 1998, ketika banjir besar menyebabkan lebih dari 6.000 kematian di lima negara di kawasan ini.
Para ilmuwan mengatakan peristiwa cuaca ekstrem seperti banjir, badai, kekeringan, dan kebakaran hutan menjadi lebih lama, lebih intens, dan lebih sering terjadi akibat perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia.
(AFP/Kris)
!function(f,b,e,v,n,t,s){if(f.fbq)return;n=f.fbq=function(){n.callMethod?
n.callMethod.apply(n,arguments):n.queue.push(arguments)};if(!f._fbq)f._fbq=n;
n.push=n;n.loaded=!0;n.version=’2.0′;n.queue=[];t=b.createElement(e);t.async=!0;
t.src=v;s=b.getElementsByTagName(e)[0];s.parentNode.insertBefore(t,s)}(window,
document,’script’,’//connect.facebook.net/en_US/fbevents.js’);
fbq(‘init’, ‘1047303935301449’);
fbq(‘track’, “PageView”);