Sejarah Gulat di Dunia dan Indonesia Paling Lengkap – Sejarah

by

Gulat merupakan olahraga kontak fisik antara dua orang , dimana seorang tersebut harus menjatuhkan atau dapat mengontrol lawan mereka. Teknik – teknik yang terdapat di gulat yaitu joint lock,clinch fighting , grappling hold dan Leverage. Teknik – teknik diatas merupakan teknik yang berbahaya , banyak para pegulat dunia yang mempunyai sejarah panjang dan sebagai atlit gulat sudah menjadi olahraga olimpik lebih dari 100 tahun.

Sejarah Gulat

Pada tahun 2500 SM cabang olahraga Gulat telah menjadi suatu mata pelajaran di suatu sekolah di Negara China, di sekitar tahun 2050 SM gulat juga dipelajari oleh orang-orang Mesir. Sejak jaman olimpiade kuno ,gulat telah dinobatkan menjadi suatu acara pertandingan walaupun acara tersebut diadakan di dalam acara Pentahlon. Pentahlon sendiri yang berarti penta(lima) , athlon(pertunjukkan/acara) dan Pentahtlon adalah kontes dimana menunjukka 5 acara/pertunjukkan yang berbeda. Pada olimpiade I tahun 1896 di Athena gulat Gaya Yunani – Romawi menjadi suatu acara pertandingan sendiri.

Setelah itu di olimpiade ke III tahun 1904 di St Louis Amerika Serikat,acara pertindangan gulat tersebut hanya untuk gaya catehras catch can saja, sedangkan pada olimpiade ke-empat tahun 1908 di Inggris mengadakan pertandingan gulat yang mempunyai aturan harus menggunakan 2 gaya yaitu Yunani-Romawi dan catehras catch can . Peraturan gulat Internasional tersebut baru diadakan pada olimpiade XI tahun 1936 di Berlin Jerman.

Sebelum Perang Dunia II , Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal gulat Internasional , gulat ini dibawa oleh tentara penjajah Indonesia yaitu Belanda . Tahun 1941 – 1945 sewaktu di Indonesia diduduki oleh penjajah Jepang, seni bela diri Jepang seperti Judo , Sumo dan Kempo masuk pula ke negara kita(Indonesia), sehingga gulat secara berangsur-angsur menjadi hilang, dan pada tanggal 7 Februari 1960 didirikanlah sebuah organisasi gulat amatir Indonesia dengan nama Persatuan Gulat Seluruh Indonesia(PGSI).

Pertama kali gulat dipertandingkan di Indonesia yaitu ketika acara PON V tahun 1961 di Bandung , dan setelah itu ditahun 1962 pada Asian Games IV Jakarta,Indonesia menurunkan pegulat-pegulatnya secara full team(serempak) . Mulai dari kelas 52kg sampai dengan 97 kg , namun prestasi para gulat kita belum cukup memuaskan , Indonesia hanya merah beberapa penghargaan beberapa diantaranya yaitu meraih 2 medali perunggu melalui gulat Mujari (kelas 52Kg) dan Rachman Firdaus(kelas 63 Kg) keduanya bertanding dengan gaya Yunani-Romawi, PGSI telah banyak melakukan kegiatan local ,nasional dan internasional. Baca juga mengenai Sejarah Radio, Sejarah Burung Garuda, Perkembangan Nasionalisme IndonesiaSejarah Sumpah Pemuda dan Sejarah Candi Mendut.

Peraturan Olahraga Gulat

Olahraga gulat dibagi sesuai dengan umur pegulat :

  • Gulat Mini : 6 – 12 tahun
  • Gulat Anak : 13 – 16 tahun
  • Gulat Junior : 17 – 20 tahun
  • Gulat Senior : 20 tahun keatas

Pertandingan olahraga gulat tersebut dilakukan di atas matras berukuran 12 x 12 meter sesuai dengan peraturan gulat Internasional dari Fila yang sudah disahkan oleh PP. PGSI. Selama bertanding pegulat harus memakai baju gulat Internasional (Wrestling Suit) sesuai dengan warna dari sudut mana dia berada, biru atau merah. Wasit berada di antara kedua pegulat di lingkaran tengah untuk melakukan aba-aba , pada waktu pegulat tinggal diam beberapa saat maka wasit berteriak “open” agar daerah serangan dibuka untuk memberi kesempatan pada fighter melakukan serangan.

Untuk perintah melakukan serangan wasit berteriak “action” dan “contact” jika pegulat tidak melaksanakan perintah wasit, maka wasit akan menghentikan pertandingan dan memberikan peringatan.
Pada Olympic Games tahun 1964 di Tokyo, Jepang, waktu pertandingan menjadi 3 x 3 menit jatuhan, sebelumnya pertandingan berlangsung selama 12 menit,dan pegulat dinyatakan kalah jatuhan bila pundaknya mengenai lantai dalam hitungan 10 (sepuluh). Baca juga mengenai Sejarah Kota Semarang, Sejarah Kerajaan Islam Di Indonesia, Peradaban Yunani, Sejarah Kerajaan Islam Di Indonesia dan Sejarah Kerajaan Mataram Kuno.

Kelas-Kelas Olahraga Gulat

Olahraga gulat mempertandingkan 2 macam gaya yaitu gaya bebas dan gaya Yunani-Romawi dan masing-masing meliputi kelas-kelas  :

  1. Kelas 48 kg
  2. Kelas 52 kg
  3. Kelas 57 kg
  4. Kelas 62 kg
  5. Kelas 68 kg
  6. Kelas 74 kg
  7. Kelas 82 kg
  8. Kelas 90 kg
  9. Kelas 100 kg
  10. Kelas 100 kg ++

Susunan organisasi PGSI berbentuk piramida dan vertical, berjenjang mulai dari perkumpulan-perkumpulan, pengurus Kabupaten/Kotamadya, Kota (Administratif), Propinsi sampai tingkat Pusat. Masa kepengurusan besar yaitu paling lama 4 tahun dan pengurus cabang 2 tahun. Kelas tersebut juga merupakan pembagian agar petarung dapat bertarung dengan lawan yang sesuai beratnya sehingga tidak ada yang diuntungkan dan dirugikan dan sehingga dapat aman terkendali sesuai ketentuannya.

Pemain-Pemain Gulat Paling Terkenal

Dalam gulat gaya bebas, para atlet asal Rusia lebih bersinar dibanding atlet dari negara lain. Atlet yang paling bersinar adalah atlet kelahiran Nalchik, Bilyal Makhov (26). Ia berhasil meraih tiga gelar juara dunia di kelas kurang dari 120 kilogram dan meraih medali perunggu di Olimpiade London. Makhov seharusnya bisa mengikuti Olimpiade Beijing 2008. Namun menjelang tahap akhir seleksi ia mengalami keracunan makanan saat sedang berada di pusat latihan. Beberapa bulan kemudian, baru diketahui bahwa ia keracunan merkuri.

Dalam sebuah wawancara, Makhov menegaskan tidak ingin membicarakan insiden tersebut. “Jika dilanjutkan, berarti saya menyalahkan seseorang, padahal saya makan makanan yang berasal dari panci yang sama dengan makanan atlet lain dalam pusat latihan itu, dan saya sendiri yang menaruh makanan ke atas piring. Jadi, seharusnya semua atlet lain juga mengalami keracunan makanan yang sama. Jika seperti itu, maka penegak hukum bisa saja menghancurkan reputasi orang-orang yang saya sayangi,” tutur Makhov seperti dikutip Sovetskiy Sport.

Sejarah Gulat di Dunia

Asal usul gulat dapat di telusuri kembali sejak 15.000 tahun yang lalu melalui gambar di sebuah gua di perancis. Sebuah Relief yang terdapat dalam mitologi bangsa Babilonia dan mesir menunjukan aktivitas dan teknik-teknik para pegulat, sehingga diketahui semua orang saat ini. Dalam tradisi barat, referensi untuk pertandingan gulat telah ditemukan dalam epik Gilgames bangsa Babilonia. Ini berarti bahwa gulat didunia barat dipengaruhi oleh bangsa timur Dekat, bangsa Babilonia. Dalam dokomen bangsa Babilonia diceritakan tentang kemenangan seorang pahlawan yang menumpas kejahatan. Dengan menganalisis dokumen tersebut, ternyata, diketahui bahwa mereka yang menjadi pahlawan dan pemenang itu telah mempraktekan teknik gulat untuk mengalahkan musuhnya.

Dijaman mesir kuno, pertarungan gulat merupakan upaya untuk menunjukan kecakapan fisik dan kemampuan militer para tentara kepada para bangsawan. Wolfgang Decker, seorang peneliti olahraga dijaman mesir kuno, berpendapat bahwa gulat terutama sekali digunakan sebagai bentuk pelatihan bagi tentara.

Dalam sejarah yunani kuno, gulat menduduki tempat penting dalam legenda dan sastra. Gulat yang dikenal saat itu adalah gulat kompetisi, karena tidak dibentingi oleh peraturan. Namun demikian, gulat tetap menjadi olahraga olimpiade bangsa yunani. Bahkan, gulat yang dikembangkan oleh bangsa Romawi kuno banyak meminjam teknik gulat yunani. Di yunani banyak didirikan palaestra atau sekolah gulat, di sekolah ini anak laki-laki mempelajari aturan sederhana, tentang gulat yunani. Orang yunani bergulat dalam lubang pasir yang disebut skamma, dan kontestan masih tertutup oleh minyak damn dilapisi debu sebelum memasuki arena pertandingan.

Sejarah Gulat Masuk ke Indonesia

Tahun 1959 di Bandung pernah diadakan pertandingan gulat bayaran antara Batling Ong melawan Muh. Kunyu dari Pakistan. Dari Pakistan pertandingan itu mendapat perhatian yang cukup besar dari pencadu olahraga gulat di Indonesia, khususnya masyarakat di kota Bandung. Pertandingan itu diselenggarakan oleh PERTIGU (Persatuan Tinju dan Gulat), suatu wadah olahraga amatir dan profesional tinju dan gulat di Indonesia. Mengingat pada waktu itu pemerintah dalam hal ini menteri olahraga tidak membernarkan adanya Organisasi Olahraga Tinju dan Gulat bayaran.

Terlebih-lebih dengan adanya kebutuhan nasional dimana Indonesia ditunjuk sebagai tuan rumah penyelenggaraan Asian Games IV tahun 1962, maka ketua OC Asian Games menunjuk Kolonel CPM R. Rusli (sekarang Mayjen Purn), untuk membentuk suatu organisasi gulat amatir. Maksudnya Pemerintah berkeinginan agar Indonesia dapat menerjunkan pada pegulatnya dalam arena Asian Games IV itu. Kol. Rusli yang mendapatkan mandat dari Ketua OC Asian Games IV tahun 1962 itu segera melaksanakan tugasnya. Dihubunginya beberapa tokoh olahraga yang ada di Bandung diantaranya Batling Ong, Ong Sik Lok, M.Cc. M.F. Siregar, M.Sc., H.B. Alisahbana dan Abdul Djalil.

Selain beberapa kali mengadakan pertemuan di rumah Kol. R. Rusli di jalan Supratman Bandung, maka tepatnya pada tanggal 7 Pebruari 1960 didirikanlah sebuah organisasi gulat amatir Indonesia dengan nama Persatuan Gulat Seluruh Indonesia yang disingkat PGSI. Dengan adanya kejuaraan dunia di Yokohama tahun 1961, maka PGSI mengadakan seleksi nasional untuk menentukan tim Indonesia ke kejuaraan dunia yang berlangsung pada bulan Juni 1961.

Empat pegulat terpilih dalam seleksi itu untuk mewakili Indonesia yaitu Rachman Firdaus (kelas 68 kg gaya bebas) Yoseph Taliwongso (kelas 68 kg gaya Yunani-Romawi) Sudrajat (kelas 62 kg gaya bebas) ketiganya dari Bandung, seoran gdari Yogyakarta yakni Elias Margio (kelas 62 kg gaya Yunani). Mereka ini didampingi oleh Kapten Obos Purwono sebagai tim manajer serta Batling Ong sebagai pelatih. Dalam PON V tahun 1961 di Bandung olahraga gulat termasuk salah satu cabang olahraga yang dipertandingkan dengan mengambil tempat di Bioskop Varia (sekarang Nusantara). Daerah-daerah yang telah mempunyai pengurus mengirimkan para pegulatnya juga. Namun Jawa Barat tetap memborong medali terbanyak.

Tahun 1962 Asian Games IV berlangsung di Jakarta. Indonesia menurunkan para pegulatnya secara full team, mulai dari kelas 52 kg sampai dengan 87 kg. Prestasi para pegulat kita belum begitu menggembirakan, Indonesia hanya meraih 2 medali perunggu melalui gulat Mujari (kelas 52 kg) dan Rachman Firdaus (kelas 63 kg) yang keduanya bertanding dalam gaya Yunani-Romawi. Dalam Ganefo I (Games of The New Emerging Forces) yang berlangsung di Jakarta tahun 1963, Indonesia juga mengikutsertakan pegulatnya. Yoseph Taliwongoso yang bertanding di kelas 70 kg, gaya Yunani-Romawi berhasil meraih medali perak, sedangkan Suharto kelas 97 kg, meraih perunggu.

Tahun 1964 PB. PGSI mengirimkan para pegulatnya ke RRC dan Korea Utara untuk menambah pengalaman. Diantara para pegulat yang dikirimkan itu ialah Rachman Firdaus, Joseph Taliwongso, Bambang Kantong, Saut Tambunan dan Wachmana. Tahun 1965 menjelang diselenggarakannya PON VI di Jakarta, muncul pegulat-pegulat yang penuh bakat, seperti Suparman Hamid, Tigor Siahaan, Johny Gozali. Sayang para pegulat ini belum sempat menampilkan kebolehannya dalam arena PON VI yang batal karena situasi politik dan mengakibatkkan tersendat-sendatnya kemajuan para pegulat Indonesia.

Tahun 1966 menjelang Asian Games V di Bangkok, PGSI mengadakan kejuaraan nasional di Bandung. Setelah melakukan seleksi yang ketat terpilih pegulat-pegulat Rachman Firdaus, S.H., Ir. Suparman Hamid dan Ir. Saut Tambunan untuk memperkuat kontingen Indonesia. Tahun 1967, diselenggarakan kejuaraan nasional di Surabaya, kesempatan ini merupakan yang terakhir kalinya dihadiri oleh Bapak Gulat Indonesia Batling Ong Hong Liong. Tahun 1968, merupakan tahun yang sepi bagi PGSI karena tidak adanya kegiatan tingkat nasional. Kesempatan ini diarahkan untuk mempersiapkan diri menghadapi PON VII tahun 1969 di Surabaya.

Tahun 1969, diadakan PON VII di Surabaya dimana para pegulat dari daerah-daerah Sumatera Utara, DKI Jaya, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan mengukur kekuatannya dalam arena tersebut. Daam PON VII ini terlihat olahraga gulat semakin berkembang bahkan muncul pula wajah-wajah baru yang penuh semangat dan berbakat.

Tahun 1970, PGSI mendapat kesempatan lagi untuk ambil bagian dalam Asian Games VI di Bangkok. Untuk itu PGSI mulai menyusun tim dengan terlebih dahulu mengadakan kejuaraan nasional di Bandung. Para pegulat yang terpilih adalah Tigor Siahaan, Sampurno, Darmanto, dan Johny Gozali, namun kali ini gulat juga belum berhasil memperoleh medali untuk disumbangkan di pangkuan Ibu Pertiwi. Tahun 1971, untuk pertama kalinya dan ternyata merupakan terakhir kalinya gulat dipertandingkan pula dalam POM (pkean Olahraga Mahasiswa) di Palembang.

Tahun 1972, menjelang PON VIII di Jakarta, terlebih dahulu diadakan babak kualifikasi bagi daerah-daerah yang akan ikut serta dalam PON. Untuk pelaksanaannya tahun itu juga PGSI menyelenggarakan kejuaraan Nasional di Medan dan bagi pegulat yang lolos dari babak kualifikasi dapat ikut serta dalam PON VIII tahun 1973 di Jakarta. Dalam PON VIII ini pula dipertandingkan gulat dalam 2 nomor yakni gaya Yunani-Romawi dan gaya bebas.

Tahun 1973, ini PGSI juga kembali ikut serta dalam kejuaraan gulat di Glanbator, Mongolia dan tim Indonesia terdiri dari Tigor Siahaan, Syampurno, Johny Gozali dan Darmanto. Selain itu kegiatan internasional yagn diikuti oleh para pegulat kita adalah :

  • Tahun 1974 Asian Games VII di Teheran, PGSI mengirimkan pegulat Tigor Siahaan kelas 48 kg dan Johny Gozali kelas 62 kg ; kejuaraan dunia tahun 1978 di Mexico PGSI menerjunkan pegulat-pegulat Suwarto kelas 57 kg, Alfan Sulaiman kelas 62 kg, Tahi Sihombing kelas 68 kg dan Eddy Santoso kelas 74 kg.
  • Tahun 1980, di Rumania PGSI mengirimkan pegulat Suwarto kelas 57 kg, Edison kelas 62 kg dan Alfan Sulaiman kelas 68 kg.
  • Tahun 1982, Asian Games IX di New Delhi, PGSI mengirimkan Rubianto Hado kela s48 kg, Rusdi kelas 57 kg, dan Alfan Sulaiman kelas 62 kg.
    Sejak pembentukannya tahun 1960 PGSI telah banyak melakukan kegiatan baik lokal, nasional maupun internasional. Frekuensi pertandingan bertambah dan daerah baru PGSI juga bertambah.