Kekhalifahan Abbasiyah atau Abbasiyah adalah kekhalifahan Islam kedua yang memerintah di Bagdad, Irak. Pada masanya, Kekhalifahan Abbasiyah berkembang pesat dan menjadikan Islam sebagai pusat ilmu pengetahuan dunia.
Pemerintahannya dimulai setelah mengambilnya dari Bani Umayyah dan menaklukkan semua wilayahnya kecuali Andalusia. Bani Abbasi mengacu pada keturunan paman termuda Nabi Muhammad seperti yang diceritakan dalam sejarah Isra Miraj, Abbas bin Abdul Muthalib (566 – 652) dan karena itu mereka masih termasuk dalam Bani Hasyim.
Anggota Umayyah yang masih hidup melarikan diri dari Damaskus dan menuju ke Spanyol melintasi Mediterania untuk mendirikan Kekhalifahan Umayyah. Keturunan Bani Umayyah yang masih hidup memerintah Spanyol untuk waktu yang lama.
Dinasti Abbasiyah menjadi kekhalifahan terpanjang dalam sejarah berdirinya Islam, yang memerintah dari tahun 750 M – 1258 M (132 H – 656 M), dan ibu kota pemerintahan dipindahkan ke Bagdad dari Damaskus pada tahun 762 M. Sejarah dari berdirinya dinasti Abbasiyah, mereka menguasai seluruh Asia Barat dan Afrika Utara.
Abbasiyah lebih terkonsentrasi di dataran Irak dan Iran daripada di wilayah pesisir Israel, Suriah, Lebanon, dan Mesir. Bagdad dengan cepat tumbuh menjadi kota besar dan berkembang yang dihuni oleh sekitar setengah juta orang pada tahun 800-an Masehi.
Banyak kelompok bangsa yang berbeda tinggal di Bagdad seperti Arab, Persia, Yahudi dan Yunani, dengan Arab, Aram, dan Persia. Selain Islam yang merupakan agama mayoritas, terdapat juga pemeluk agama lain seperti Kristen, Yudaisme dan Zoroastrianisme.
Kerajaan Abbasiyah berkembang selama tiga abad dan mulai meredup setelah bangsa Turki yang sebelumnya menjadi bagian dari pasukan kekhalifahan yang disebut Mamluk mulai bangkit. Sampai saat ini banyak keturunan Bani Abbasiyah termasuk suku al-Abbasiyah yang tinggal di timur laut Tikrit, Irak.
Awal dinasti Abbasiyah
Dinasti Abbasiyah berdiri setelah mereka berhasil menaklukkan Dinasti Umayyah. Keturunan Al-Abbas menjadi pendiri dinasti Abbasiyah, yaitu Abdullah al-Saffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin al-Abbas.
Golongan Abbasiyah merasa lebih layak memegang tiang kekuasaan daripada Bani Umayyah karena mereka berasal dari golongan Hasyim yang lebih dekat dengan Nabi Muhammad. Saat itulah sejarah jatuhnya Bani Umayyah.
Sejarah berdirinya Dinasti Abbasiyah tidak lepas dari perang berdarah dan bergolak. Pada awalnya, cicit Abbas yang bernama Muhammad bin Ali berkampanye mengembalikan kekuasaan kerajaan kepada keluarga Bani Hasyim di Persia saat Umar bin Abdul Aziz masih berkuasa. Perlawanan meningkat selama kekhalifahan Marwan II.
Menjelang akhir Dinasti Umayyah, ada sekelompok Bani Hasyim yang dianiaya hingga berperang. Golongan Bani Hasyim dari keturunan Ali dipimpin Abu Salamah dan Bani Bani Hasyim dipimpin oleh Ibrahim Al-Iman.
Selain itu, ia juga bergabung dengan rombongan keturunan Persia yang dipimpin oleh Abu Musli al-Khurasany yang bekerjasama untuk menaklukkan Dinasti Bani Umayyah. Akhirnya Bani Abbasiyah berhasil menaklukkan pemimpin Bani Umayyah terakhir, Marwan bin Muhammad. Abu Abbas al-Saffah berhasil menggulingkan Bani Umayyah dan diangkat menjadi khalifah.
Selama tiga abad, Abbasiyah memegang kekuasaan kekhalifahan, menjalankan gaya kepemimpinan Islami dan memelihara perkembangan ilmu pengetahuan dan budaya di Timur Tengah.
Zaman Keemasan Dinasti Abbasiyah
Sejarah berdirinya dinasti Abbasiyah memasuki masa kejayaannya dengan menerapkan pola pemerintahan yang berbeda sesuai dengan perubahan politik, sosial dan budaya. Pusat pemerintahan pada waktu itu terletak di Kufah. Kepemimpinan kemudian digantikan oleh Abu Jafar al-Mansur dari tahun 750 – 775 M, saudara Abu Abbas.
Dia membangun sebuah kota baru bernama Bagdad, di sana terdapat sebuah istana bernama Madinat as-Salam. Pada masa awal sekitar tahun 750 – 847 M, kegiatan pemekaran wilayah masih diprioritaskan oleh Dinasti Abbasiyah dan dijadikan landasan sistem pemerintahan yang akan menjadi pedoman kepemimpinan selanjutnya.
Setelah Abu Jafar, Bani Abbasiyah dipimpin oleh Harun al-Rasyid dari tahun 789 – 809 M. Ia mendirikan perpustakaan terbesar pada masanya yang bernama Baitul Hikmah, sehingga orang-orang terpelajar dari Barat dan umat Islam datang ke Bagdad untuk belajar.
Setelah itu Bani Abbasiyah dipimpin oleh al-Amin dan al-Makmun al-Rasyid, putra Harun al-Rasyid. Al Makmun memimpin dari tahun 813 – 833 M dan mengembangkan Baitul Hikmah menjadi akademi sains pertama di dunia.
Ia juga mendirikan Majalis al-Munazharah yang mengadakan pengajian di rumah-rumah, masjid dan istana para khalifah, serta menjadi tanda kebangkitan kekuatan penuh dari Timur dengan Baghdad sebagai pusat kebudayaan dan puncak emas Islam.
Selama ini, banyak buku Yunani dan Syria kuno diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Al-Makmun menganut paham Mutazilah sebagai mazhab negara, yaitu menggunakan akal sebagai landasan untuk memahami dan memecahkan masalah-masalah teologis yang mempelopori pembahasan teologi Islam secara detail dan filsafat hingga munculnya filsafat Islam.
Selanjutnya dalam sejarah berdirinya Dinasti Abbasiyah dipimpin oleh Khalifah al-Mutawakkil dari tahun 847 – 861 M. Ia berbeda dengan khalifah sebelumnya karena lebih condong pada cara berpikir kaum Sunni.
Dalam sejarah berdirinya Dinasti Abbasiyah, beliau pernah hidup bersama tokoh-tokoh besar Islam seperti Abdul Malik bin Habib (Imam Mazhab Maliki), Abdul Azis bin Yahya al-Ghul (murid Imam Syafi’i), Abu Utsman bin Manzini (ahli ilmu nahwu). ) dan Ibnu Kullab, seorang tokoh di bidang ilmu pena.
Terjadi perselisihan tentang penerus khalifah setelah al-Mutawakkil karena sebelum meninggal ingin mewariskan amanah kepada anak-anaknya yaitu al-Muntashir, al-Mu’taz dan al-Muayyad. Namun ia kemudian mengubah komposisi penggantinya menjadi al-Mu’taz terlebih dahulu, namun al-Muttahir tidak menerimanya.
Akibatnya, posisi al-Muntashir segera terdesak, bersamaan dengan berlanjutnya ketidaksenangan Turki terhadap al-Mutawakkil karena beberapa alasan. Al-Muntashir dan Turki kemudian sepakat untuk membunuh al-Mutawakkil. Setelah ayahnya terbunuh, al-Muntashir menjadi kepala khalifah tetapi hanya selama enam bulan karena menentang Turki dan dibunuh oleh mereka.
Sejarah berdirinya Dinasti Abbasiyah kemudian mengalami kemunduran sejak saat itu. Banyak faktor lain yang juga mempengaruhinya karena kurangnya perhatian terhadap masalah politik, seperti pemisahan Afrika Utara untuk membentuk pemerintahan sendiri yang disebut Kekhalifahan Fathimiyah.
Gubernur di berbagai daerah seperti dinasti Samanid mulai bertindak lebih mandiri, dan jenderal Turki di pasukan Abbasiyah juga semakin sulit dikendalikan oleh khalifah.
Sulitnya komunikasi antar pusat pemerintahan pada saat itu sulit karena wilayahnya yang sangat luas, bahkan tingkat kepercayaan antara pemerintah dengan pejabat pemerintah juga sangat rendah.
Demikian pula, keuangan negara juga sulit karena negara harus mengeluarkan banyak uang untuk angkatan bersenjata. Pembagian wilayah mulai terjadi, kebanyakan karena perbedaan cara pengelolaan wilayah yang berbeda dengan Bani Umayyah.
Pada masa Bani Umayyah, wilayah mereka tetap sejajar dengan batas wilayah Islam. Namun pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah, otoritas mereka tidak pernah diakui di Spanyol dan seluruh Afrika Utara kecuali sebagian kecil Mesir.
Kenyataannya banyak daerah yang dikuasai khalifah hanya berupa pengiriman pajak dari gubernurnya masing-masing. Pada saat Kekhalifahan Abbasiyah mulai merosot, provinsi-provinsi mulai memisahkan diri dan tidak lagi membayar pajak, melainkan berusaha menguasai kekhalifahan itu sendiri.
Sejarah perang Uhud juga terjadi setelah berakhirnya kekhalifahan Abbasiyah, dan membuat kekuasaan campur tangan dan menimbulkan berbagai peperangan seperti dalam sejarah perang Badar.