Jakarta, Pahami.id —
Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol menjadi pemimpin pertama Negeri Ginseng yang ditangkap saat masih menjabat. Hal itu terjadi menyusul surat perintah penangkapan presiden yang dikeluarkan pengadilan negeri pada Selasa (31/12).
Meski parlemen ditentang karena darurat militer sepihak pada 3 Desember, status Yoon saat ini masih presiden. Namun, tugas dan kekuasaan Yoon sebagai presiden telah dibekukan sejak parlemen memakzulkannya, dan ia digantikan oleh perdana menteri sebagai presiden sementara Korea Selatan.
Kantor berita Korea Selatan, Yonhapmerilis artikel tentang surat perintah penangkapan Yoon dan perannya dalam sejarah kerusuhan politik.
“Menjadikannya presiden Korea Selatan pertama yang menghadapi penahanan,” kata laporan itu YonhapSelasa (31/12).
Pengadilan Distrik Barat Seoul sebelumnya mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Yoon dengan tuduhan mendalangi penerapan darurat militer pada 3 Desember, mengorganisir pemberontakan dan penyalahgunaan kekuasaan.
Mereka juga menyetujui surat perintah untuk menggeledah kediaman Yoon di Yongsan, Seoul sehubungan dengan penyelidikan tersebut.
Tindakan baru pengadilan ini muncul setelah Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Senior (CIO) meminta lembaga penegak hukum mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Yoon.
CIO mengatakan Yoon tidak muncul untuk panggilan inspeksi sebanyak tiga kali.
Surat perintah penangkapan kemungkinan akan berlaku selama seminggu. Dikatakan bahwa CIO akan segera bertindak dan menggeledah rumah Yoon.
Jika Yoon ditangkap kemudian, CIO harus mengambil keputusan dalam waktu 48 jam apakah akan mengajukan surat perintah penangkapan untuk menahannya lebih lanjut untuk diinterogasi atau membebaskannya.
Yoon menghadapi penyelidikan menyusul penerapan darurat militer di Korea Selatan yang membuat marah semua lapisan masyarakat.
Ia juga menunggu nasib statusnya sebagai presiden setelah dimakzulkan oleh parlemen pada pertengahan Desember lalu. Saat ini Mahkamah Konstitusi (MK) sedang mempertimbangkan sah atau tidaknya penuntutan tersebut.
(isa/rds)