Berita Warga Yahudi Diakui dan Punya Hak di Iran Meski Dicap Anti-Semit

by
Berita Warga Yahudi Diakui dan Punya Hak di Iran Meski Dicap Anti-Semit


Jakarta, Pahami.id

Iran yang sering dicap anti-Semit, ternyata memiliki populasi Yahudi yang mengesankan.

Pelabelan anti-Semit bukan tanpa alasan. Iran selalu memusuhi Israel, negara yang identik dengan bangsa Yahudi. Kedua negara kerap saling berperang.


Israel sering menyerukan pembalasan terhadap tindakan anti-Semit Iran.

Namun kenyataannya, Iran adalah rumah bagi komunitas Yahudi kuno.

Faktanya, Iran disebut-sebut sebagai salah satu ‘rumah’ terbesar bagi orang Yahudi di Timur Tengah.

Menurut Associate Professor Sejarah dan Studi Yahudi di Penn State University, Lior Sternfeld, jumlah orang Yahudi di Iran sekitar 9.000 hingga 20.000 orang.

Namun, komunitas Yahudi yang tinggal di Iran yakin jumlahnya mencapai 15.000 orang. Lebih dari separuh populasi Yahudi tinggal di Teheran, dan kota Shiraz adalah kota terbesar kedua.

“Orang-orang Yahudi di Iran menikmati banyak institusi budaya dan agama Yahudi dan dapat menjalankan agama mereka dengan bebas,” kata Sternfeld kepada Independent Media YMINGGU MAJU Bulan Juni lalu kepada media independen Yahudi, teruskan.

Banyak orang Yahudi di Iran merasa mereka memiliki akar yang kuat di negara tersebut karena ikatan keluarga yang telah terjalin selama ribuan tahun.

“Yahudi Iran adalah orang Iran, bukan? Ini adalah rumah mereka,” kata Sternfeld.

Iran juga memiliki populasi Yahudi hingga 150.000 pada tahun 1984.

Namun, sejak Inggris mengambil tanah Palestina untuk dijadikan Israel, banyak orang Yahudi yang pindah ke sana. Mayoritas memilih pindah karena peluang ekonomi yang ditawarkan Israel.

Status warga negara Yahudi diakui di Iran

Iran mengakui orang Yahudi berdasarkan hukum. Orang Yahudi memiliki perwakilan di pemerintahan seperti di parlemen atau majelis. Perwakilan Yahudi saat ini adalah Homayoun Sameh yang terpilih pada tahun 2020.

Iran juga mengatur kursi khusus untuk agama minoritas lainnya seperti Zoroastrian dan Asyur. Namun, Stenferld mengatakan ada batasan mengenai bagaimana perwakilan independen Yahudi dapat mengkritik pemerintah.

“Praktik keagamaan tidak menjadi masalah. Orang Yahudi Iran lebih sulit menjalankan hak-hak sipil yang lebih terkait dengan situasi politik dibandingkan kebebasan beragama,” katanya.

Iran juga menerapkan hukum Syariah, yang memperlakukan Muslim dan non-Muslim secara berbeda dalam urusan sipil dan hukum.

Non-Muslim di Iran tidak dapat memegang posisi senior di pemerintahan, menjadi komandan militer, atau menjadi hakim.

Kesaksian seorang Yahudi di pengadilan juga tidak memiliki bobot yang sama dengan kesaksian seorang Muslim. Selain itu, hukuman pembunuhan berbeda-beda, tergantung agama pelaku dan korban.

(ISA/BAC)