Berita Trump Sesumbar White Genocide di Afsel, Apa yang Terjadi Sebenarnya?

by
Berita Trump Sesumbar White Genocide di Afsel, Apa yang Terjadi Sebenarnya?


Jakarta, Pahami.id

Presiden Amerika Serikat Donald Trump dituduh membunuh orang kulit putih (genosida kulit putih) di dalam Afrika Selatan dan memutuskan untuk memboikot KTT atau KTT G20 di negara itu.

“Warga Afrika (warga keturunan pemukim Belanda, serta imigran Perancis dan Jerman) dibunuh dan dibunuh, dan tanah serta pertanian mereka disita secara ilegal,” kata Trump melalui media sosialnya, Jumat (7/11).


Trump mengatakan Afrika Selatan tidak pantas menjadi tuan rumah KTT tersebut. Ia juga menegaskan, tidak ada pejabat pemerintah AS yang akan menghadiri KTT G20.

Lalu, apa fakta sebenarnya mengenai genosida di Afrika Selatan?

Genosida kulit putih adalah istilah yang diciptakan oleh kelompok supremasi kulit putih untuk tujuan propaganda. Orang-orang yang menggunakan istilah ini percaya bahwa ras kulit putih sedang sekarat karena meningkatnya populasi non-kulit putih dan pemaksaan asimilasi.

Keyakinan yang sama juga terlihat pada slogan-slogan supremasi kulit putih paling populer di seluruh dunia.

“Kita harus menjamin keberadaan negara kita dan masa depan anak-anak kulit putih,” menurut Pusat Studi Populisme Eropa (ECPS).

Sumber lain mengatakan bahwa genosida kulit putih adalah mitos politik yang didasarkan pada pseudosains, sejarah palsu, dan kebencian etnis tertentu.

Di Afrika Selatan, tidak ada satu pun partai politik, termasuk partai yang mewakili Afrikaner, dan komunitas kulit putih mengklaim bahwa genosida telah terjadi.

Pemimpin Partai Demokrat (DA) dan Menteri Pertahanan John Steenhusein menyebut klaim Trump hanya “omong kosong.”

Seorang pejabat senior di kelompok lobi Solidaritas Afrikaner, Jaco Kleynhans, juga telah memberi tahu pejabat pemerintah AS tentang hal ini.

“Tidak ada genosida dan tidak ada perampasan tanah,” kata Kleynhans BBC.

Sejarawan Afrika Selatan dari Universitas Cambridge, Saul Debow, menyebut pembicaraan Trump hanyalah ilusi.

“Tidak ada dasar bagi klaim khayalan Trump mengenai genosida kulit putih,” kata Dubow Al Jazeera.

Permusuhan Trump terhadap Afrika Selatan sebenarnya sudah beredar sejak awal tahun ini.

Pada bulan Januari, Presiden Cyril Ramaphosa memperkenalkan undang-undang baru untuk mengatasi perbedaan kepemilikan tanah. Tiga dekade setelah berakhirnya apartheid, tiga perempat lahan pribadi masih dikuasai oleh minoritas kulit putih.

Ramaphosa mengatakan undang-undang tersebut memudahkan negara untuk mengambil alih tanah daripada menyitanya, sekaligus menciptakan kerangka kerja untuk redistribusi yang adil.

Segera setelah itu, Trump menuduh Afrika Selatan melakukan perampasan tanah dan memperlakukan kelompok tertentu dengan sangat buruk.

“Amerika Serikat tidak akan mentolerir hal ini, kami akan bertindak,” katanya.

Kemudian pada bulan Mei, AS memberikan suaka kepada 59 warga kulit putih Afrika Selatan sebagai bagian dari pemukiman kembali.

AS memandang langkah ini perlu untuk melindungi warga kulit putih dari diskriminasi rasial.

Pada bulan yang sama, Trump bertemu Presiden Cyril Ramaphosa di Gedung Putih. Pada saat itu, dia mengklaim bahwa genosida sedang terjadi terhadap orang kulit putih Afrikaner di Afrika Selatan.

Ramaphosa membantah tuduhan tersebut sambil juga memberikan bukti tidak langsung.

“Jika terjadi pembantaian petani Afrika, saya yakin ketiga orang ini tidak akan ada di sini,” katanya sambil menunjuk tiga warga kulit putih Afrika Selatan yang hadir di Gedung Putih.

Ketiga pria tersebut adalah pegolf profesional Ernie Els dan Retief Goosen, serta orang terkaya Afrika Selatan, Johann Rupert.

Pada bulan Mei juga, Menteri Kepolisian Senzo McHunu memberikan rincian pembunuhan di peternakan untuk menyangkal klaim genosida.

Beberapa petani kulit putih memang dibunuh, namun banyak informasi menyesatkan yang beredar luas di media sosial dan dieksploitasi oleh kelompok sayap kanan.

Menurut data McHunu, dari Januari hingga Maret, enam orang tewas di peternakan tersebut. Dari jumlah tersebut, lima berkulit hitam, dan satu berkulit putih.

Pada tahun sebelumnya, dari Oktober hingga Desember, tercatat 12 pembunuhan di peternakan tersebut. Salah satu kasus tersebut adalah seorang warga kulit putih yang juga memiliki peternakan

(ISA/RDS)