Jakarta, Pahami.id —
Terpidana korupsi pembangunan kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Sulut, Dono Purwoko mengaku dilarang menunaikan salat Jumat saat ditahan di Rutan KPK Pomdam Jaya Guntur.
Hal itu diungkapkan Dono saat menjadi saksi kasus pungutan liar (pungli) di rumah tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (2/9).
Awalnya, jaksa menanyakan kepada Dono apakah ada konsekuensi jika ia tidak membayar uang pungli.
Dono mengaku tidak menerima ancaman apa pun jika menolak membayar ancaman tersebut. Namun, dia mengaku tak diperbolehkan menunaikan salat Jumat sebelum membayar retribusi bulanan di Rutan KPK.
“Jika kamu tidak membayar, apakah ada yang akan dikatakan Yoory atau Typhoon jika kamu tidak membayar…?” tanya jaksa di sela-sela persidangan.
“Tidak, saya tidak pernah mengancam seperti itu. Tapi yang jelas sebelum saya dipanggil, saya tidak bisa melakukannya,” jawab Dono.
Dono menilai larangan tersebut merupakan sinyal akan sulitnya narapidana beraktivitas jika tidak membayar retribusi.
Jadi menurut saya ini indikasi akan ada komplikasi atau permasalahan ketika proses hukum menangani masalah saya, jelasnya.
Dono kemudian mengajukan protes kepada petugas yang bertugas terkait larangan salat Jumat tersebut, meski mengaku tidak mengetahui alasan larangan tersebut diterapkan.
“Jadi sebelum kamu membayar, kamu tidak bisa melakukan hari Jumat seperti itu?” kata jaksa.
“Saya pernah mengalaminya. Tapi waktu itu saya protes ke Encik Wawan Ridwan, teman sekamar (saya). Kenapa tidak bisa,” jawabnya.
“Keberatan pada siapa?” tanya jaksa.
“Ada petugas yang jaga. (Saya bilang) ‘Jumat berangkat’. Akhirnya petugas buka,” kata Dono.
“Apa alasannya ingin menutup ibadah?” tanya jaksa lagi.
“Entahlah, makanya aku protes,” jawab Dono.
Belakangan, Dono mengaku diperbolehkan menunaikan salat Jumat setelah rutin membayar retribusi rutan KPK.
“Dan kalau bayar ibadahnya lancar juga?” tanya jaksa.
“Ya,” jawab Dono.
Dalam kasus ini, 15 mantan pegawai KPK didakwa melakukan pemerasan terhadap sejumlah narapidana kasus korupsi.
Surat dakwaan terbagi menjadi dua bagian. Untuk dakwaan jilid pertama dengan terdakwa Achmad Fauzi; Hengki sebagai ASN/Koordinator Keamanan dan Perdamaian (Kamtib) Rutan KPK periode 2018-2022; Pegawai Negeri Sipil yang Bekerja (PNYD) sebagai Petugas Keamanan atas nama Deden Rochendi, Sopian Hadi, Ristanta (juga menjabat Pj Ketua KPK pada tahun 2021).
Kemudian PNYD ditugaskan sebagai Petugas Cabang Rutan KPK atas nama Ari Rahman Hakim, Erlangga Permana, dan l Agung Nugroho.
Sedangkan dakwaan jilid kedua dengan para terdakwa adalah Petugas Cabang Rutan KPK atas nama Muhammad Ridwan, Suharlan, Ramadhan Ubaidillah A, Mahdi Aris, Wardoyo, Muhammad Abduh, dan Ricky Rachmawanto.
Mereka dijerat sesuai Pasal 12 huruf e Undang-Undang Pemberantasan Tipikor (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Jumlah uang yang diterima terdakwa sekitar Rp6,3 miliar.
Dalam dakwaan juga terungkap peran narapidana yang memberikan uang kepada para terdakwa antara lain Nurhadi Abdurrachman, Emirsyah Satar, Dodi Reza Alex Noerdin, Muhammad Azis Syamsudin, Yoory Cornelis, Firjan Taufa dan Sahat Tua Simanjuntak.
(mab/wis)