Berita Soal RUU Perampasan Aset, Pakar Singgung Kekuatan Legislatif Jokowi

by


Jakarta, Pahami.id

Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar kaget saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta DPR merespons cepat RUU Perampasan Aset. Zainal menyebutkan koalisi pendukung Jokowi di parlemen mencapai 82 persen atau sangat kuat dalam proses legislasi.

Menurutnya, kekuasaan tersebut bisa dimanfaatkan oleh Jokowi untuk merampungkan RUU Perampasan Aset.

“Kalau Saudara rajin terhadap UU Perampasan Aset Pak Presiden, saya hormati, Saudara lebih kuat dalam legislasi, Saudara mempunyai koalisi 82 ​​persen di parlemen,” kata Zainal di akun X. CNNIndonesia.com telah meminta izin untuk mengutip tweetnya.


Zainal juga menyebut Jokowi memiliki aparat penegak hukum yang dapat digunakan untuk menekan pimpinan partai politik.

Zainal mempertanyakan mengapa Jokowi tidak menggunakan kewenangan tersebut untuk merampungkan RUU Perampasan Aset, melainkan menggunakannya dalam RUU Pilkada.

Mengapa digunakan dalam RUU Pilkada? Bukankah masuk dalam RUU Perampasan Aset? Memikirkan!” tulisnya.

Jokowi sebelumnya meminta DPR segera menyelesaikan RUU Perampasan Aset.

Hal itu dilontarkan Jokowi saat berbicara soal keputusan cepat DPR yang membatalkan pengesahan RUU Pilkada di tengah penolakan sejumlah elemen masyarakat. Jokowi mengaku mengapresiasi langkah cepat sang legislator.

Respon yang cepat adalah hal yang baik, sangat baik, dan kita berharap hal ini juga dapat diterapkan pada hal-hal mendesak lainnya, kata Jokowi dalam video yang diunggah di kanal YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (17/8).

Jokowi pun mencontohkan RUU Perampasan Aset. Ia menilai RUU tersebut penting untuk memberikan efek jera bagi para koruptor di Indonesia dan dapat memulihkan kerugian negara.

Misalnya RUU Perampasan Aset yang juga sangat penting untuk memberantas korupsi di negara kita, bisa juga disiapkan oleh DPR, ujarnya.

Dengan adanya RUU Perampasan Aset, negara dapat memulihkan kerugian negara (pemulihan aset). Hal ini mengakibatkan kerugian yang ditimbulkan akibat tindak pidana tersebut tidak signifikan.

Mekanisme pemulihan kerugian nasional tentunya dikendalikan melalui ketentuan yang terdapat dalam pasal RUU Perampasan Aset.

Berdasarkan catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), rancangan RUU Perampasan Aset pertama kali disusun pada tahun 2008. Namun, butuh waktu lebih dari satu dekade sebelum RUU tersebut masuk dalam Prolegnas Prioritas.

Baru pada tahun 2023 RUU Perampasan Aset masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas DPR. RUU tersebut merupakan prioritas Prolegnas yang diusulkan pemerintah.

Meski sudah menjadi Prolegnas Prioritas, respons DPR terhadap upaya penyelesaian RUU ini cenderung kurang disambut baik.

Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto mengatakan RUU Perampasan Aset bisa selesai jika pimpinan partai menyetujuinya.

Dalam pertemuan dengan Menko Polhukam yang masih digelar Mahfud MD, seluruh anggota DPR sepakat dengan ‘atasan’ masing-masing. Karena itu, dia menyarankan agar pemerintah melobi ketua umum partai tersebut.

(yoa/anak-anak)