Jakarta, Pahami.id –
Metro Polisi Upacara Dan Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) menggerebek sebuah rumah di distrik jati, Kota Bekasi, Jawa Barat.
Rumah itu diduga digunakan sebagai tempat penampungan bagi para imigran ilegal.
Selama serangan itu, para pejabat menemukan 18 imigran ilegal yang direncanakan akan dikirim ke Arab Saudi menggunakan visa ziarah.
Mereka dijanjikan 1.200 gaji riyal per bulan. Kandidat pekerja, mayoritas wanita, tidak dilengkapi dengan keterampilan bahasa, pelatihan kerja, atau dokumen resmi sebagai buruh. Sebagian besar korban adalah ibu di atas 40 dari berbagai wilayah Jawa Barat dan Nusa Barat Tenggara.
“Mereka akan dikirim menggunakan visa ziarah, bukan visa pekerjaan. Ini jelas dilanggar dan berisiko untuk keselamatan para korban,” kata Menteri Perlindungan Pekerja Migran (P2MI) Abdul Qadir Karding pada hari Senin (7/7).
Karding menjelaskan bahwa pengiriman ilegal ini dituduh oleh jaringan kejahatan perdagangan (TPPO) menggunakan identitas perusahaan yang tidak aktif sejak 2016.
Seorang pelayan yang diduga terlibat dalam proses perekrutan telah dijamin untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Karding mengatakan salah satu kebutuhan aman untuk bekerja di luar negeri adalah memiliki kontrak kerja.
“Jika Anda pergi secara tidak resmi seperti ini, seseorang tidak memiliki kontrak kerja, jika Anda tidak memiliki kontrak pekerjaan, ini berarti bahwa ini dapat dihina, bahkan nanti dapat dijual,” kata Karding.
Karding meminta Pusat Layanan Perlindungan Pekerja Migran Jawa Barat (BP3MI) untuk merekam korban bantuan untuk berpartisipasi dalam pelatihan dan pelatihan bahasa dan membantu di luar negeri melalui P3MI yang direkam di Kemenp2mi.
“Lalu, itu akan dicatat, jadi ini bukan apa yang dilakukan polisi, hanya dipertanyakan, jadi kami meminta bantuan, ini terbuka untuk mengatakan apa yang mereka miliki, membantu mengungkapkan jaringan,” katanya.
Sementara itu, Kepala Polisi Metro Kota, Komisaris Senior Bintoro Pol Kusumo, mengatakan partainya akan mengeksplorasi kasus ini untuk mengekspos jaringan yang lebih luas.
“Tempat penampungan ini diduga telah beroperasi sejak 2016, kami akan mengeksplorasi siapa pun yang terlibat, dan mematahkan pelaku sesuai dengan undang -undang yang relevan,” kata Kusumo.
(FDL/UGO)