Berita Paus Ajak Generasi Muda Perangi Perdagangan Orang Jelang ke RI

by


Jakarta, Pahami.id

Bahaya tindak pidana perdagangan manusia (TPPO) semakin mengkhawatirkan para petinggi Gereja Katolik Paus Francis.

Paus Fransiskus dengan tegas mengajak semua lapisan masyarakat, khususnya generasi muda, untuk melawan kejahatan yang sangat serius terhadap kemanusiaan ini.


“Tidak ada kata terlambat untuk memerangi perdagangan manusia. Saya mengajak semua pihak untuk melakukan segala upaya untuk menghentikan perdagangan manusia dan mengembalikan martabat mereka yang menjadi korban,” kata Paus Fransiskus suatu ketika.

Paus Fransiskus berencana mengunjungi Indonesia pada September mendatang. Dalam kunjungan tersebut, Paus juga akan bertemu dan mendengarkan aspirasi generasi muda Indonesia.

Scholas Occurenter yang didukung oleh Gerakan Global 5P dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan mengadakan program pemberdayaan pemuda sebagai bagian dari persiapan kedatangan Paus Fransiskus.

Salah satu topiknya adalah menyoroti berbagai permasalahan yang dihadapi generasi muda saat ini.

Salah satu Pendiri dan Ketua Gerakan Global 5P Arsjad Rasjid menekankan bahwa pertumbuhan ekonomi yang adil dan inklusif adalah kunci untuk memerangi perdagangan manusia. Dikatakannya, Indonesia sangat bergantung pada generasi muda karena jumlah penduduk yang dominan di negara ini.

“Generasi muda harus diberi kesempatan untuk mengembangkan kreativitasnya dan menjadi pembawa solusi. Mereka juga harus menjadi pembawa harapan bagi generasinya yang terjebak dalam tawaran instan, menggiurkan namun mematikan,” ujarnya.

Ketua Dewan Pembina PADMA Gabriel Goa menegaskan, salah satu bentuk terbaru tindak pidana perdagangan orang (TPPO) menyasar generasi milenial dan Gen Z yang cenderung melek digital.

Dengan penipuan online melalui perjudian online, pinjaman online, seks online, perdagangan online, kencan online, dan game online, para pelaku menyasar generasi milenial Indonesia dan Gen Z untuk diangkut ke Filipina, Kamboja, Myanmar, dan Vietnam.

“Mereka ingin keluar dari perangkap kemiskinan. Tawaran yang mereka terima menggiurkan, namun kenyataannya mereka terjebak dalam perbudakan, eksploitasi seksual, bahkan perdagangan organ tubuh,” ujarnya.

Organisasi Buruh Internasional (ILO) melaporkan terdapat sekitar 21 juta korban kerja paksa, 11 juta di antaranya berada di Asia Pasifik. Mayoritas adalah perempuan, 83% adalah korban eksploitasi seksual, dan 82% adalah pekerja paksa laki-laki.

Kementerian Luar Negeri pada tahun 2020 hingga 2023 mencatat sebanyak 3.428 kasus penipuan online, 40% di antaranya merupakan TPPO. Kasus tersebut paling banyak dialami warga di Sumatera Utara, Sulawesi Utara, dan Kalimantan Barat.

Sementara itu, TPPO juga berkembang pesat di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), dengan jumlah korban meninggal mencapai 624 TKA sepanjang tahun 2017 – 2022.

(tim/bac)