Jakarta, Pahami.id —
Pakar hukum pidana Universitas Indonesia (UI) Gandjar Laksmana Bondan mengatakan, seseorang yang ditetapkan sebagai penjahat tidak dapat sekaligus dituduh menghalangi penyidikan atau penghalangan keadilan.
Gandjar menanggapi terkait kasus yang menjerat Sekjen PDIP Halo Kristiyanto. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya menetapkan Hasto sebagai tersangka kasus korupsi penetapan Pengganti Sementara (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 dan menghalangi penyidikan.
“Hukumnya sistematis secara logika ya. Seseorang yang ditetapkan sebagai penjahat tidak dapat ditetapkan sebagai penjahat. penghalangan keadilan. Ini harus menggunakan logika. Mengapa? karena semua penjahat pasti menghalangi penyidikan, menghilangkan barang bukti, dan sebagainya,” kata Gandjar Pertunjukan Politik Pahami.ida, Senin (30/12) sore.
Dalam kasus Hasto, menurut dia, ada dilema yang harus dihadapi KPK. Salah satu pasal yang didakwakan terhadap Hasto harus ditolak.
“Jadi pilihannya begini, sekarang dilemanya. Kalau Encik Hasto pelaku korupsi, penghalangan keadilanitu jatuh. Jika Anda bukan seorang koruptor, penghalangan keadilanitu sedang dalam perjalanan,” katanya.
Dia menduga penyidik KPK tak paham bahwa pelaku kejahatan tidak bisa sekaligus didakwa menghalangi penyidikan.
“Sangat mungkin (penyidik KPK tidak paham). Jadi kedua-duanya tidak bisa. Saya sudah beberapa kali bilang, tidak mungkin ada yang jadi penjahat, karena pelakunya harus menyembunyikan, jadi harus salah satu. atau yang lainnya,” ujarnya.
“Untuk melihat apa dan bagaimana sebenarnya kejadiannya, kita tunggu proses peradilannya,” imbuhnya.
Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Hasto sebagai tersangka kasus korupsi penetapan Pengganti Sementara (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 dan menghalangi keadilan. Kasus ini melibatkan mantan calon legislatif PDIP yang masih independen, Harun Masiku.
Hasto bersama tersangka Harun Masiku disebut-sebut menyuap mantan Komisioner KPU Wahyu Setyawan (juga dikenal sebagai kader PDIP) untuk mengurus pengangkatan anggota DPR PAW periode 2019-2024.
Padahal, Harun hanya mendapat 5.878 suara. Sedangkan calon legislatif PDIP atas nama Riezky Aprillia memperoleh 44.402 suara dan berhak menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia.
Hasto disebut berupaya menempatkan Harun sebagai penerus Nazarudin Kiemas dengan mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung (MA) pada 24 Juni 2019 dan menandatangani surat pada 5 Agustus 2019 terkait permohonan pelaksanaan putusan peninjauan kembali tersebut.
Setelah putusan MA keluar, KPU tidak melaksanakannya. Hasto pun meminta fatwa kepada Mahkamah Agung.
Selain upaya tersebut, Hasto diduga juga berupaya meminta Riezky mundur. Namun permintaan ini ditolak.
Hasto juga disebut meminta kader PDIP Saeful Bahri menemui Riezky di Singapura dan memintanya mundur. Riezky kembali menolak permintaan tersebut. Bahkan, Hasto menahan surat undangan pengangkatan Riezky menjadi anggota DPR. Ia dengan tegas meminta Riezky mundur.
Karena upaya tersebut tidak berhasil, maka saudara HK bekerjasama dengan saudara Harun Masiku, saudara Saeful Bahri dan saudara DTI (Donny Tri Istiqomah, Advokat PDIP) untuk menyuap saudara Wahyu Setiawan dan saudara Agustiani Tio Fridelina, yang lho Wahyu Setiawan adalah kader PDIP. yang merupakan Komisioner di KPU,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam jumpa pers di kantornya beberapa waktu lalu.
Hasto disebut-sebut membocorkan Operasi Tangkap (OTT) pada awal tahun 2020 yang menyasar Harun. Ia pun diduga meminta Harun merendam ponselnya dan langsung kabur.
Hasto diduga juga memerintahkan anak buahnya, Kusnadi, untuk menenggelamkan ponselnya agar tidak ditemukan KPK.
Tak hanya itu, Hasto disebut telah mengumpulkan beberapa saksi terkait kasus tersebut sehingga tak bisa memberikan keterangan sebenarnya.
(yoa/DAL)