Batam, Pahami.id —
Nelayan masuk BintanKepulauan Riau (Kepri), mengaku khawatir dengan langkah pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Ma’ruf Amin yang membuka kembali pipa seluas-luasnya. ekspor pasir laut setelah 20 tahun ditutup.
Mereka mengaku khawatir hal tersebut juga berdampak pada ruang hidup mereka, terutama tempat mereka mencari ikan di laut.
Salah satu pihak yang memprotes ekspor pasir laut adalah Irwan yang merupakan seorang nelayan di Kampung Malang Rapat, Kecamatan Gunung Kijang, Bintan.
Menurut dia, aktivitas penambangan pasir laut untuk tujuan ekspor berpotensi merusak ekosistem laut. Dikatakannya, jika pasir laut dikeruk maka air laut akan menjadi keruh dan merusak habitat ikan laut sehingga mengganggu kehidupan nelayan di sana.
Yang pasti kami nelayan pesisir otomatis terancam. Kalau kami nelayan, tangkap ikan. Kalau hasil laut tidak ada, bagaimana kami mencari makan, kata Irwan saat dihubungi.saya CNNIndonesia.com Jumat (13/9).
Fairul, seorang nelayan asal Kampung Tanjung Berakit, Kecamatan Teluk Sebong, Bintan mengatakan, sebagai masyarakat kecil mereka tidak mempunyai banyak kekuasaan untuk membatasi kegiatan ekspor pasir laut yang telah dibuka pemerintah.
Oleh karena itu, dia berharap pemerintah tidak memberikan izin penambangan pasir laut untuk diekspor begitu saja dan berdampak besar bagi nelayan dan habitat laut.
“Iya, semoga Pemerintah tidak gegabah gan. Yang jelas kalau kita mau hentikan Pemerintah kita tidak bisa. Yang jelas dimana kita bekerja disana, di kelong kita, jaring kita ada di sana. gali , pot kita sudah mati, jangan matikan penghidupan kita. “Kalau tidak dikacaukan, tidak apa-apa,” kata Fairul CNNIndonesia.comJumat ini
Irwan yang sehari-hari mencari ikan dan kepiting dengan menggunakan jaring dan bubu, berharap jika penambangan pasir laut untuk ekspor dilakukan di Bintan, maka ada kompensasi bagi Nnlayan.
“Kompensasinya biasanya berupa uang, sebulan berapa ya? Mumpung masih beroperasi,” ujarnya.
Fairul juga mengatakan jika aktivitas penambangan pasir laut untuk ekspor merusak penghidupan nelayan pesisir, maka pemerintah harus memberikan kompensasi.
“Tapi dampaknya, kalau kita tidak bisa bekerja, itu kerugian kita. Kalau ada kompensasi dari Pemerintah, program apa yang bisa dilakukan Pemerintah, kita juga tidak bisa menghentikannya,” ujarnya.
Sebelumnya, saat dikonfirmasi, Sekretaris DPW Ikatan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Provinsi Kepri Sukur Hariyanto mengatakan, setidaknya ada tiga wilayah di provinsi tersebut yang dijadikan lokasi pengendapan pasir laut oleh para nelayan. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Ketiga wilayah tersebut adalah Pulau Bintan, Karimun, dan Lingga.
Menurut dia, agar sedimentasi bisa dilakukan, perlu ada kepastian yang kuat dari pemerintah mengenai kebutuhan dan persyaratan pengendapan pasir laut. Sukur menghimbau, meski hanya sebatas menghilangkan lumpur yang menempel di karang, ia meminta tidak mengganggu aktivitas penangkapan ikan para nelayan.
“Kami sangat menyayangkan jika kegiatan penangkapan ikan dikorbankan, padahal mereka mengambil langkah memperbaiki karang, memperbaharui karang yang baik, dengan menghilangkan lumpur,” kata Sukur, Kamis (12/9).
Lebih lanjut, kata dia, kegiatan ekspor pasir laut berdampak besar terhadap nelayan lokal. Oleh karena itu, perlu adanya pemetaan khusus bagaimana cara mengalihkan masyarakat nelayan pada kegiatan ekspor pasir laut.
Dikatakannya, dalam menangkap ikan, aktivitas nelayan tidak bisa diukur, karena hewan-hewan di laut bergerak dan berpindah-pindah.
“Kepastian penangkapan ikan tidak bisa kita ukur. Kalau ikan tidak hanya di satu tempat, para nelayan ini menangkap ikan sambil berpindah-pindah,” kata Sukur.
Sebelumnya, pemerintahan Jokwoi melalui Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) membuka kembali jalur pipa ekspor pasir laut.
Pembukaan kembali keran ekspor tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22 Tahun 2023 tentang Barang Larangan Ekspor dan Peraturan Menteri Perdagangan. Perdagangan Nomor 21 Tahun 2024 tentang Kedua. Perubahan Peraturan Menteri Perdagangan No. 23 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Penetapan Ekspor.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Isy Karim pada 9 September mengatakan, penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan tentang ekspor pasir laut ini dilaksanakan untuk melaksanakan PP 26/2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. .
Pembuatan aturan ini juga dilakukan menanggapi usulan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sebagai lembaga pengawas pengelolaan sedimentasi di laut. Meski demikian, Isy menegaskan ekspor pasir laut tidak dilakukan sembarangan. Kementerian Perdagangan akan memberikan izin ekspor setelah kebutuhan dalam negeri terpenuhi
Izin ekspor maritim sebenarnya sudah dilarang pemerintah sejak 20 tahun lalu oleh Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri. Larangan tersebut diterapkan untuk mengurangi dampak negatif eksploitasi pasir laut terhadap lingkungan.
Namun, Jokowi mengubah kebijakan tersebut. Melalui PP Nomor 26 Tahun 2023, Jokowi membuka kembali pipa ekspor pasir laut
Kebijakan ini pun menuai banyak pertentangan, terutama dari organisasi lingkungan hidup seperti Greenpeace, Walhi, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, dan para nelayan sendiri.
Greenpeace dan Walhi dengan tegas menolak terlibat dalam kajian PP tersebut dan meminta Jokowi membatalkan aturan tersebut. Keduanya bahkan mengancam akan menggugat PP jika terus diterapkan.
(arp/anak)