Berita Menteri PPPA Arifah Fauzi Akui Diskriminasi Perempuan di RI Tinggi

by


Jakarta, Pahami.id

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi mengatakan perempuan seringkali menghadapi diskriminasi, marginalisasi dan stereotip di masyarakat. Hal ini membuat perempuan sulit mendapatkan kesempatan yang sama untuk mengabdi di berbagai bidang termasuk sektor publik.

Faktanya, kepemimpinan perempuan di sektor publik menjadi topik yang semakin relevan di tengah upaya mewujudkan kesetaraan gender dan pembangunan inklusif. Namun, jalan menuju keterwakilan perempuan secara signifikan pada posisi-posisi strategis masih penuh tantangan.

“Tantangan-tantangan tersebut menjadi kendala bagi perempuan untuk mencapai kesetaraan kesempatan di berbagai bidang, termasuk dalam posisi kepemimpinan di sektor publik,” kata Arifah dalam Seminar Rencana Aksi Strategis Menjembatani Kesenjangan Gender dalam Peran Kepemimpinan Sektor Publik, mengutip keterangan tertulis, Sabtu (12/7).


Meskipun peraturan seperti kuota minimal 30 persen keterwakilan perempuan di parlemen telah diterapkan, namun target tersebut masih jauh dari tercapai. Saat ini keterwakilan perempuan di parlemen baru 22,5 persen.

Di sektor pemerintahan, data Badan Layanan Umum Negara (BKN) tahun 2023 menunjukkan hanya 17,8 persen perempuan yang menduduki Jabatan Pimpinan Senior Madya (JPT), sedangkan JPT Pratama lebih rendah yakni 16 persen.

Padahal, kepemimpinan perempuan sangat penting untuk mewujudkan pembangunan nasional yang lebih inklusif, ujarnya.

Studi menunjukkan bahwa kepemimpinan perempuan memiliki korelasi positif dengan kinerja organisasi. Namun kesenjangan keterwakilan ini bukan hanya soal kualifikasi, namun juga terkait dengan tantangan unik yang dihadapi perempuan sepanjang kariernya.

Menteri PAN RB, Rini Widyantini mengatakan, meski perempuan mendominasi jumlah ASN yakni sekitar 57 persen dari 4,7 juta ASN, namun mereka masih kurang terwakili di jabatan struktural.

“Hal ini bukan karena mereka kurang kompeten, namun faktor biologis seperti kehamilan dan persalinan seringkali dianggap menghambat karir mereka,” imbuhnya.

Strategi untuk memperkuat kepemimpinan perempuan

Untuk mengatasi kesenjangan tersebut, Kementerian PPPA terus bersinergi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN RB), Lembaga Administrasi Negara (LAN), dan Badan Layanan Umum (BKN).

Langkah-langkah strategis yang dilakukan antara lain:

1. Pengembangan Kapasitas ASN Perempuan

Pemerintah mendorong ASN perempuan untuk memperkuat kompetensi, meningkatkan kapasitas, dan lebih giat mencapai jenjang karir yang lebih tinggi.

2. Pengelolaan Talent Berdasarkan Meritokrasi

Manajemen talenta yang transparan dan berdasarkan prestasi adalah kunci untuk memastikan perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk memimpin posisi strategis.

3. Kebijakan Fleksibilitas Kerja

Beberapa kebijakan telah diterapkan untuk menciptakan lingkungan kerja yang inklusif. Antara lain Peraturan Menteri PAN RB No. 7 Tahun 2022 memberi kesempatan perempuan menjadi ketua tim sesuai kompetensinya, serta Peraturan Presiden No. 21 Tahun 2023 yang memberikan fleksibilitas jam kerja bagi ASN perempuan.

“Kami juga sedang menyusun peraturan yang memberikan cuti melahirkan bagi PNS laki-laki untuk mendampingi istri, sehingga beban perempuan di masa produktif dapat berkurang,” kata Rini.

(tst/dna)