Daftar Isi
Jakarta, Pahami.id –
Rencana Ditemukan Angkatan Darat (AD) merekrut 24 ribu Tentara Tamtama, disatukan dengan pembentukan batalion pembangunan di seluruh Indonesia tahun ini, telah dikritik.
Karena, batalion akan memiliki perusahaan pertanian, perusahaan ternak, perusahaan medis untuk perusahaan Zeni yang dianggap tidak pantas untuk fungsi TNI.
Kepala Kantor Informasi Angkatan Darat (Kadispenad) Brigadir Umum Wahyu Yudhayana berpendapat bahwa pembentukan batalion adalah untuk mendukung stabilitas dan pengembangan di 514 distrik/kota.
Dia mengklaim bahwa melalui pendekatan ini, militer juga akan menjadi tim pengembangan yang hadir dan bermanfaat secara langsung di masyarakat.
“Jadi, ini telah diilustrasikan dari pengembangan organisasi militer yang direncanakan, tentu saja membutuhkan banyak tentara baru melalui perekrutan militer, terutama yang pertama,” kata Wahyu pada hari Selasa (10/6).
Koalisi publik untuk reformasi sektor keamanan menilai bahwa rencana tersebut melanggar fungsi TNI karena tidak lagi direkrut sampai dilatih untuk tujuan perang.
“Oleh karena itu, kebijakan perekrutan dirancang untuk melanggar tugas utama TNI sebagai alat pertahanan nasional sebagaimana ditetapkan dalam Konstitusi dan hukum itu sendiri,” kata koalisi itu dalam sebuah pernyataan tertulis.
Demikian pula, anggota Komisi Komisi oleh Komisi oleh Soleh juga meminta agar pembentukan batalion ditinjau. Dia mengingatkan bahwa setiap tindakan yang diambil oleh TNI harus didasarkan pada studi yang cermat.
Selain itu, katanya, meningkatnya jumlah staf TNI -sederhana adalah kebijakan strategis yang membutuhkan perencanaan komprehensif, terutama anggaran.
“Saya diingatkan bahwa rencana ini tidak reaktif atau upacara, tetapi benar berdasarkan studi strategis yang mempertimbangkan situasi geopolitik, postur pertahanan, dan efisiensi anggaran nasional,” katanya dalam sebuah pernyataan pada hari Rabu (11/6).
Daftar Isi
Posisi sipil yang tumpang tindih
Direktur Eksekutif Opini Politik Indonesia (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai bahwa rencana tersebut akan berdampak negatif terhadap birokrasi birokrasi pemerintah saat ini.
Dia berpendapat bahwa puluhan ribu tentara TNI memiliki potensi untuk tumpang tindih dengan masyarakat sipil yang telah memegang posisi dalam pemerintahan.
“Perlu untuk meluruskan agenda militer ke dalam kegiatan publik, selain potensi tumpang tindih, itu juga dapat menghilangkan kemampuan militer untuk mempertahankan kedaulatan Republik dan Pertahanan,” kata Dedi kepada Cnnindonesia.comRabu (11/6).
“Jika militer memiliki perusahaan yang secara khusus bertanggung jawab atas urusan publik, kontrol birokrasi yang ada sekarang dapat terganggu, karena pemerintah telah menangani bidang ini,” katanya.
Prabowo ala militeristik
Selain itu, Dedi mengevaluasi bahwa rencana perekrutan juga menunjukkan bahwa presiden Prabowo Subianto berusaha memperkuat peran militer. Selain itu, katanya, di masa lalu, konfirmasi RUU TNI yang memperluas kekuatan publik disetujui meskipun ada protes dari masyarakat sipil.
“Tentu saja ini menandakan gaya kepemimpinan Prabowo yang cenderung menjadi militer, mengingat tentara sebagai kelompok prioritas,” katanya.
Tidak hanya itu, Dedi mengevaluasi bahwa rencana pembentukan batalion akan membahayakan semangat reformasi yang memperjuangkan supremasi publik. Dia juga menyebutkan bahwa dengan rencana perekrutan, Prabowo memiliki potensi untuk diberi label sebagai pemimpin yang tidak pernah menjunjung tinggi demokrasi.
“Perekrutan tidak memiliki masalah, tetapi jika digunakan untuk memasuki wilayah sipil, ini dapat mengembalikan nuansa pemerintah Soeharto di era saat ini,” katanya.
“Prabowo dapat dianggap mencoba membalikkan negara bagian demokrasi Indonesia dan taruhan itu tentu saja merupakan kepercayaan publik,” katanya.
Dengan demikian, Dedi mengevaluasi bahwa kepercayaan publik pada Prabowo memiliki potensi untuk mendorong secara signifikan setelah rencana untuk membentuk batalion. Namun, dia pikir Prabowo masih memiliki kesempatan untuk memulihkan kepercayaan publik dengan menunjukkan kepercayaan pada supremasi publik.
“Prabowo perlu mengurangi atau bahkan mengembalikan tentara ke pertahanan murni, dan memperkuat posisi sipil dalam hal kebutuhan akan militer,” katanya.
TNI harus berhati -hati
Pengamat militer dari Institute of Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi setuju bahwa rencana perekrutan memiliki potensi untuk menodai citra.
Selain itu, katanya, komunikasi publik yang dilakukan oleh TNI pada rencana perekrutan tidak dilakukan dengan cermat dan tanpa pengaturan yang rapi.
“Dalam konteks sejarah hubungan penambangan sipil di Indonesia, sensitivitas terhadap keterlibatan militer dalam urusan publik masih kuat,” kata Khairul Cnnindonesia.com
“Karena itu, wajar jika beberapa orang menafsirkan kebijakan ini sebagai bentuk ‘pengembalian’ ke ruang sipil,” katanya.
Oleh karena itu, Khairul menilai bahwa TNI harus memberikan penjelasan terperinci kepada publik agar tidak menyebabkan berbagai interpretasi dan mendapatkan kepercayaan publik.
“Dengan cara itu, orang dapat melihat bahwa ini berlaku untuk bagian dari desain pertahanan, bukan pengembangan kekuatan militer,” katanya.
Upaya tanggapan pertahanan yang rumit
Sebaliknya, Khairul menilai bahwa rencana untuk membentuk batalion tidak berniat melibatkan TNI atau militer dalam domain sipil.
Dia menganalisis rencana itu sebagai salah satu upaya TNI untuk mengembangkan kekuatan regional yang dirancang untuk menanggapi tantangan pertahanan nasional yang semakin rumit.
Namun, Khairul menekankan bahwa TNI harus membentuk desain lembaga yang mengendalikan secara rinci disiplin fungsionalitas dengan publik.
“Selama peran TNI adalah pendukung, bukan pengganti lembaga publik, saya tidak berpikir ada sesuatu yang salah.
Tidak hanya itu, Fahmi menilai bahwa TNI telah menghitung anggaran yang diperlukan untuk merekrut 24 ribu tentara.
“Saya pikir asupan 24 ribu pertama bukanlah angka spontan, tetapi hasil dari perhitungan kebutuhan organisasi moderat termasuk ketersediaan anggaran, dan jika dipublikasikan, itu berarti telah menerima persetujuan pemerintah,” katanya.
(MAb/dal)