Jakarta, Pahami.id –
Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto Membuat kopi adalah senjata rahasia.
Dia mengatakan sambil memberikan pidato di perayaan PKB ke -27 di Jakarta pada Rabu (7/23) malam.
Prabowo awalnya mengatakan dia telah memberikan banyak pidato di acara hari ini, mulai dari pembukaan petugas untuk meluncurkan logo dan tema RI ke -80 di Istana Presiden Jakarta.
Dan ketika dia akan pergi ke arena acara CPB, dia mengaku minum kopi terlebih dahulu sehingga dia bisa ingin menghadiri kegiatan malam hari.
“Sebelum datang ke sini, saya minum kopi terlebih dahulu untuk bersemangat,” kata Prabowo.
Kemudian, Prabowo mengangkat cangkir di sebelahnya. Dia melihat isi kaca.
Prabowo tiba -tiba keberatan karena gelas itu tidak minum kopi, tetapi teh.
Bahkan, dia mengatakan kopi adalah senjata rahasianya.
Prabowo mengklaim lebih halus saat makan kopi.
“Staf ini tidak benar, itu tidak benar,” kata Prabowo sambil tertawa.
“Ini cangkir, isinya adalah teh, bukan kopi. Kopi adalah senjata rahasia saya, jika saya minum kopi, saya akan menjadi pintar,” katanya, yang juga ketua umum pesta Gerindra.
Kritik Neoliberal
Dalam pidatonya di acara CPB. Artinya, Prabowo mengkritik ekonomi neoliberal yang dikatakan membenarkan praktik akumulasi.
Dia menyebutkan dalam pendekatan neoliberal, kekayaan yang hanya diwarisi pada beberapa orang yang sah, dalam kekayaan pemahaman neoliberal bahwa itu tidak perlu didistribusikan secara merata.
“Karena di Neoliberal Mahzab, mereka pikir tidak apa -apa jika beberapa orang menjadi kaya, sehingga beberapa orang menjadi lebih kaya menurut teori bahwa kekayaan lama akan terungkap,” kata Prabowo.
Namun pada kenyataannya, Prabowo mengatakan bahwa asumsi tidak terjadi sama sekali, kekayaan tetap tidak merata.
Dia menyebutkan bahwa di negara neoliberal, kaya kaya dan orang miskin akan tetap miskin, bahkan murah hati.
“Faktanya, untuk waktu yang lama, selama 200 tahun, kami telah meninggal.
Prabowo juga menyatakan bahwa pemahaman neoliberal ini bertentangan dengan prinsip -prinsip ekonomi Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 33 Konstitusi 1945.
Dia menekankan bahwa ekonomi Indonesia didasarkan pada prinsip -prinsip persaudaraan, bukan konglomerat lebih dekat dengan pemahaman neoliberal.
“Prinsip -prinsip keluarga adalah bahwa semua orang Indonesia kami harus dianggap sebagai keluarga, ini bertentangan dengan beberapa sekolah ekonomi, terutama sekolah ekonomi neoliberal,” katanya.
(MNF/Kid)