Berita Jaksa Ungkap Peran Harvey Moeis di Kasus Timah Rugikan Negara Rp300 T

by


Jakarta, Pahami.id

Harvey Moes mewakili PT Refined Bangka Tin (RBT) yang diduga menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp300,003 triliun terkait dugaan kasus pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di bidang Izin Usaha Pertambangan (IUP) pada PT Timah Tbk tahun 2015-2022.

Menurut jaksa, Harvey melakukan tindak pidana tersebut bersama Suranto Wibowo selaku Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung periode Januari 2015-Maret 2019; Amir Syahbana sebagai Kepala Bidang Pertambangan Mineral Logam Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung periode Mei 2018-November 2021 dan sebagai Pj Kepala Dinas ESDM Wilayah Kepulauan Bangka Belitung periode Juni 2020-November 2021; Rusbani sebagai Pj Kepala Dinas ESDM Wilayah Kepulauan Bangka Belitung periode Maret 2019-Desember 2019.

Kemudian Bambang Gatot Ariyono sebagai Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM periode 2015-2020; Mochtar Riza Pahlevi Tabrani sebagai Direktur Utama PT Timah Tbk periode 2016-2021; Emil Ermindra sebagai Direktur Keuangan PT Timah Tbk periode 2016-2020; Alwin Albar sebagai Direktur Operasi dan Produksi PT Timah Tbk periode April 2017-Februari 2020.


Tamron alias Aon selaku pemilik manfaat CV Venus Inti Perkasa dan PT Menara Cipta Mulia; Achmad Albani sebagai General Manager CV Venus Inti Perkasa Operations dan General Manager PT Menara Cipta Mulia Operations; Hasan Tjhie sebagai Direktur Utama CV Venus Inti Perkasa; Kwan Yung alias Buyung sebagai pengumpul timah (collector); Suwito Gunawan selaku Pemilik Manfaat PT Stanindo Inti Perkasa; MB Gunawan sebagai Direktur PT Stanindo Inti Perkasa sejak tahun 2004.

Selanjutnya Robert Indarto sebagai Direktur PT Sariwiguna Binasentosa sejak 30 Desember 2019; Hendry Lie sebagai Beneficial Ownership PT Tinindo Internusa; Fandy Lingga sebagai Marketing PT Tinindo Internusa dari tahun 2008 hingga Agustus 2018; Rosalina sebagai General Manager PT Tinindo Internusa Operations sejak Januari 2017 hingga 2020; Suparta sebagai Direktur Utama PT Refined Bangka Tin sejak tahun 2018; Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT Refined Bangka Tin sejak tahun 2017 (masing-masing didakwa dalam berkas perkara tersendiri).

Harvey dan orang kaya raya Pantai Indah Kapuk (PIK) Helena Lim disebut mendapat Rp 420 miliar.

Dalam dakwaannya, jaksa mengungkap peran Harvey dalam kasus tersebut.

Harvey sepengetahuan Suparta dan Reza Andriansyah melakukan pertemuan dengan Mochtar Riza, Alwin Albar dan 27 pemilik smelter swasta untuk membahas permintaan timah pada kuota ekspor smelter swasta sebesar lima persen.

Harvey sepengetahuan Suparta dan Reza Andriansyah meminta CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Inter Nusa membayar ‘biaya keamanan’ kepada Harvey sebesar US$500 hingga US$750 per ton. . yang seharusnya dicatat sebagai Corporate Social Responsibility (CSR) yang dikelola Harvey atas nama PT Refined Bangka Tin.

Harvey memulai kemitraan persewaan peralatan pengolahan untuk smelter swasta pengolah logam timah yang belum memiliki Competent Person (CP) antara lain CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Inter Nusa dengan PT Timah Tbk.

Harvey dan Reza Andriansyah yang berpengetahuan Suparta bersama smelter swasta yaitu CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Inter Nusa telah melakukan negosiasi dengan PT Timah Tbk terkait penyewaan smelter swasta hingga disepakati harga tanpa kesepakatan. studi kelayakan ( Feasibility Study) atau kajian yang cukup/mendalam.

Harvey sepengetahuan Suparta dan Reza Andriansyah, bersama pihak smelter swasta CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Inter Nusa, sepakat dengan PT Timah Tbk untuk menerbitkan Surat Perintah Kerja (SPK) di lokasi tersebut. Izin Usaha Pertambangan (IUP) wilayah ) PT Timah Tbk dengan tujuan untuk melegalkan pembelian bijih timah oleh smelter swasta yang berasal dari penambangan liar di IUP PT Timah Tbk.

Harvey bersama Suparta dan Reza Andriansyah melalui PT Refined Bangka Tin, Robert Indarto melalui PT Sariwiguna Binasentosa, Tamron, Achmad Albani, Kwan Yung dan Hasan Tjhie alias Asin melalui CV Venus Inti Perkasa, Suwito Gunawan dan MB Gunawan melalui PT Stanindo Inti Perkasa, Hendry Lie , Fandy Lingga dan Rosalina melalui PT Tinindo Internusa mengadakan kerjasama sewa peralatan pengolahan logam timah dengan PT Timah Tbk yang tidak termasuk dalam RKAB PT Timah Tbk atau RKAB lima smelter dan perusahaan afiliasinya dengan membeli bijih timah asal. dari penambang liar di wilayah IUP PT Timah Tbk.

Terkait hal tersebut, diduga tidak ada pengawasan dan pembinaan yang dilakukan oleh Suranto Wibowo, Rusbani dan Amir Syahbana yang mempunyai tugas dan fungsi sebagai Kepala Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada periode waktu berbeda sejak Januari 2015. hingga bulan Desember. 2022, dan Bambang Gatot selaku Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral memberikan persetujuan revisi RKAB kepada PT Timah Tbk pada tahun 2019 tanpa kajian dan studi kelayakan yang memadai/mendalam.

Hal ini mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan hidup baik di dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan di wilayah IUP PT Timah Tbk berupa kerugian ekologi, kerugian ekonomi lingkungan, dan pemulihan lingkungan.

Harvey bersama Mochtar Riza, Emil Ermindra dan Alwin Albar menyepakati harga sewa peralatan pengolahan Pengolahan logam timah sebesar US$4.000/ton untuk PT Refined Bangka Tin dan US$3.700/ton untuk empat smelter (PT Tinindo Internusa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan CV Venus Inti Perkasa) tanpa studi kelayakan dengan kajian di luar tanggal. .

Harvey melalui Helena selaku pemilik PT Quantum Skyline Exchange mendapat ‘biaya keamanan’ dari perusahaan peleburan yaitu PT Tinindo Internusa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan CV Venus Inti Perkasa yang kemudian diserahkan kepada Harvey.

Atas perbuatannya, Harvey didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tipikor (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Dia juga didakwa melanggar Pasal 3 atau 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Uang yang diterima Harvey diduga digunakan untuk membeli tanah, membayar sewa rumah, membeli sejumlah mobil, membeli 88 tas desainer, membeli perhiasan, dan untuk keperluan pribadi istrinya Sandra Dewi.

(ryn/wis)