Jakarta, Pahami.id –
Sekretaris -Jenderal Penasihat Hukum Hasto Kristiyanto, Febri Diasyah Mengevaluasi jaksa tentang komisi pemberantasan korupsi (KPK) telah memutar informasi ahli yang relevan Studi Kehakiman atau tes peradilan tentang peraturan Komisi Pemilihan Umum (CPPU) Mahkamah Agung (MA).
“Sehubungan dengan tinjauan yudisial ini, menurut pendapat kami, menurut pendapat kami, pernyataan para ahli yang diajukan di persidangan,” kata Febri setelah sesi Replik Hasto di Pengadilan Korupsi Jakarta pada hari Senin (7/14).
Febri mengatakan ahli mengatakan itu kurang indah jika partai politik memiliki tes material, karena memiliki perwakilan di DPR.
Namun, gugatan tinjauan yudisial telah diajukan dengan ketentuan Pasal 54 ayat (5) surat KPU Peraturan 3 tahun 2019 tentang perhitungan pemungutan suara dan suara dalam pemilihan. Ini benar dan valid secara hukum dan menurut rute konstitusional.
“Perlu diingat, tinjauan yudisial dalam kasus ini tidak menguji hukum, tetapi menguji aturan KPU dengan hukum karena ada kekosongan hukum dan itu valid,” kata Febri.
Menurut Febri, penilaian bahwa pengajuan tinjauan yudisial menjadi awal dari kejahatan korupsi adalah salah. Kesalahan menunjukkan ketidakmampuan jaksa KPK untuk membuktikan klaimnya kepada Hasto.
“Jadi, kami mengevaluasi ini sebagai bentuk ketidakmampuan ketidakmampuan jaksa penuntut untuk membuktikan peristiwa korupsinya dilakukan oleh terdakwa dan kemudian diarahkan seolah -olah tinjauan yudisial adalah awal dari korupsi itu sendiri,” katanya.
Februari menekankan pentingnya membedakan antara tindakan hukum dan kriminal. Studi yudisial, meminta Fatwa Mahkamah Agung, atau menulis kepada KPU untuk mengikuti keputusan Mahkamah Agung adalah tindakan hukum yang dijamin oleh Konstitusi.
Dia mengatakan tim hukum Hasto akan memberikan jawaban penuh kepada semua jaksa penuntut dalam agenda sesi duplikat yang dijadwalkan pada hari Jumat, 18 Juli.
(FRA/FRA)