Jakarta, Pahami.id –
Wakil Koordinator Komisi Eksternal untuk orang yang hilang dan para korban kekerasan (Kontras) Andrie Yunus mengungkapkan serangkaian tindakan teroris demi tanda kurung Tagihan tni Di Fairmont Hotel, Jakarta, Maret lalu.
Andrie mengaku mengalami kekerasan. Dia mengaku disebut nomor yang tidak diketahui.
Dari hasil angka, kata Andrie, menemukan bahwa identitas yang diidentifikasi dengan T dan menunjukkan bahwa ada kombinasi dengan berbagai tagar nama seperti forkabin (Harmony Forum), Den Intel Dam Jaya, dan Chakra 45.
“Dari aspirasi kami, itu ditampung, sebaliknya kami mendapat serangkaian teroris, digital untuk menyerang atau biasanya disebut kejahatan yang kami rasakan terkait erat dengan penolakan RUU TNI,” kata Andrie di persidangan MK, Jakarta Center, Senin (7/14).
Andrie disampaikan sebagai saksi dengan nomor kasus pemohon: 81/puu-xxiii/2025 mengungkapkan bentuk kekerasan lainnya.
Dia mengatakan kantor kontras di Kwitang, Jakarta Center, telah dikunjungi oleh orang asing yang mengaku berasal dari media massa. Andrie menjelaskan bahwa itu biasanya permintaan wawancara atau untuk mengumpulkan janji -janji di kantor dengan wartawan dengan komunikasi sebelumnya, sementara malam itu tidak ada komunikasi.
Di pagi hari, ia melanjutkan, sekitar 5-6 orang tak dikenal mengunjungi kantor kontras pada titik yang tidak dipantau oleh kamera pengawas (CCTV).
Semua orang asing memiliki fitur rata-rata yang dibangun dengan baik, menggunakan jeans ketat, membawa tas selempang.
Tidak hanya itu, dalam sesi ini, Andrie dilaporkan kepada polisi untuk gangguan di Fairmont Hotel dengan Space 172, Pasal 212, Pasal 217, Pasal 503, dan Pasal 207 KUHP (KUHP).
Dia tahu laporan polisi dari beberapa jurnalis yang meminta pendapat atau konfirmasi laporan polisi.
Andrie menekankan bahwa tindakan gangguan diambil karena cara persuasif untuk mendapatkan dokumen hukum resmi yang terkait dengan RUU TNI diabaikan untuk membentuk hukum. Menurutnya, tindakan gangguan harus dilakukan sebelum konfirmasi RUU TNI yang dijadwalkan untuk 20 Maret 2025.
“Jadi, kami mengevaluasi tidak ada waktu untuk menunggu dokumen setidaknya diunggah dan dapat diakses oleh publik untuk dapat memeriksa dan belajar memberikan masukan, jadi untuk berbagai jenis pertimbangan yang kami lakukan dengan campur tangan Fairmont dengan niat mengingatkan DPR untuk membuka entri publik tetapi tidak terbatas pada dokumen hukum,” kata Andrie.
Sementara itu, ahli yang diajukan oleh pemohon, wakil direktur Pusat Hukum dan Pusat Kebijakan (PSHK) Fajri Nursyamsi, mengatakan bahwa konfirmasi hukum 3/2024 dilakukan dalam pelanggaran tahap perencanaan dan persiapan.
Selain itu, diskusi dilakukan tanpa memperhatikan prinsip keterbukaan sehingga efeknya tidak mencapai partisipasi publik yang bermakna.
“Dokumen perencanaan, dokumen Prolegna (Program Hukum Nasional), kami menganggapnya sebagai komitmen awal untuk menetapkan undang -undang tahun depan. Dokumen yang kami buat sebagai dasar untuk berpartisipasi.
Mengutip dari halaman pengadilan konstitusional, di sisi lain, DPR hanya mengajukan pernyataan/saksi ahli pada hari Jumat (11/7/). Meskipun ada ketentuan yang harus diserahkan ke Pengadilan Konstitusi selambat -lambatnya dua hari kerja sebelum persidangan.
Atas dasar itu, Mahkamah Konstitusi juga akan mengundurkan diri untuk mendengar pernyataan spesialis/saksi dari DPR pada hari Senin (7/21).
Untuk informasi, uji coba hari ini diadakan untuk nomor kasus 45, 56, 69, 75, 81/puu-xxiii/2025.
Kasus Nomor 45/PUU-XXIII/2025 diminta untuk tujuh siswa, Muhammad Alif Ramadhan, Namoradiartar, Kelvin Oktariano, M. Nurrobby Fautih, Nicholas Indra Cyrill Kataren, Mohammad Sumartadinata.
Kasus nomor 69/puu-xxiii/2025 yang diminta oleh siswa termasuk Moch Rashid Gumilar, Kartika Eka Pertiwi, Akmal Muhammad Abdullah, Fadhil Wirdiyan Ihsan, dan Riyan Fernando.
Case number 81/puu-xxiii/2025 Foundation for the Indonesian Institute of Law Assistance (YLBHI), Association of Participatory Community Initiative for Transition of Justice (unfair), the Association of the Commission for the Lost and Victims of Violence (Contrast) with other individuals inayah WD Rahman, Eva Nurcahyan, and Fatiahyan, and Fatiahyan, and Fatiahyan, and Fatiahyan, dan Fatiahyan, dan Fatiahyan, dan Fatiahyan, dan Fatiahyan, dan Fatiahyan.
Para pemohon pada dasarnya mempertanyakan pelanggaran beberapa prinsip dalam pembentukan hukum dan peraturan yang diatur dalam Pasal 5 Hukum tentang Pembentukan Hukum.
Prinsip -prinsip yang disebutkan termasuk prinsip -prinsip kejelasan objektif; Prinsip -prinsip petugas pembentukan kelembagaan atau sesuai; Prinsip -prinsip kesesuaian antara jenis, hierarki, dan bahan konten; Prinsip ini dapat diimplementasikan; prinsip penggunaan dan penggunaan; Prinsip -prinsip kejelasan formulasi; dan prinsip keterbukaan.
Dalam petitumnya, pemohon meminta pengadilan untuk menyatakan pembentukan undang -undang 3/2025 tentang amandemen UU 34/2004 tentang TNI untuk tidak memenuhi ketentuan undang -undang sesuai dengan Konstitusi 1945.
Mereka juga meminta pengadilan konstitusional untuk menyatakan undang -undang 3/2025 untuk tidak mengikat otoritas, dan menyatakan bahwa undang -undang 34/2004 tentang penggunaan lagi.
(Ryn/Kid)