Berita Gus Yahya Disarankan Tempuh Majelis Tahkim Sikapi Konflik PBNU

by
Berita Gus Yahya Disarankan Tempuh Majelis Tahkim Sikapi Konflik PBNU


Jakarta, Pahami.id

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Suriah (Nyonya) Kh Sarmidi Husna mengatakan Kh Yahya Cholil Staqu atau Gus Yahya bisa maju ke Majelis Tahkim jika menolak menolak dirinya sebagai Ketua Umum PBNU.

Menurut dia, langkah tersebut bisa diambil jika Gus Yahya berkeberatan dengan keputusan yang tertuang dalam surat edaran nomor 4785/pb.02/A.II.10.01/99/11/2025 yang dibagikan pada Rabu (26/11).


“Jika ada keberatan terhadap keputusan ini, sudah ada mekanisme untuk menyalurkannya, yaitu melalui mekanisme Dewan Tahkim di PBNU,” kata Sarmidi saat konferensi pers di Hotel Sultan, Jakarta, Kamis (27/11).

Sarmidi menyatakan, hal itu merupakan konflik internal sehingga bisa diselesaikan sesuai aturan Persatuan NU.

“Permasalahan internal yang menjadi kewenangan kami untuk menyelesaikannya secara internal dan kami Nahdlatul Ulama adalah ormas, dan juga mematuhi undang-undang tentang ormas yang menyatakan jika ada konflik internal diselesaikan secara internal,” ujarnya.

Jadi ada Perkum nomor 14 tahun 2025 tentang penyelesaian perselisihan internal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, ujarnya.

Bermula dari beredarnya surat dari PBNU yang berisi pernyataan Yahya Cholil Staqu atau Gus Yahya tak lagi berstatus Ketua Umum. Surat tersebut ditandatangani Wakil Presiden Aam Afifuddin Muhajir dan Sekretaris Ahmad Tajul Mafakhir.

Gus Yahya menanggapinya dengan menegaskan dirinya saat ini masih berstatus Ketua PBNU. Ia menyatakan, surat edaran tersebut tidak sah karena masih terdapat watermark pada rancangan kata-katanya.

“Suratnya (surat edaran) itu surat tidak sah, karena seperti terlihat masih ada watermark pada rancangan tulisannya, jadi berarti tidak sah,” ujarnya.

Dan jika tanda tangan di-scan di sana, akan muncul keterangan bahwa tanda tangan itu tidak sah, kata Yahya di kantor PBNU, Jakarta, Rabu (26/11).

Gus Yahya menjelaskan, surat beredar tersebut juga tidak sesuai dengan standar administrasi di PBNU karena tidak ditandatangani oleh empat orang di kalangan Syuriyah (Pimpinan Tertinggi) dan Tanfidziyah (pengurus).

Jadi surat itu tidak memenuhi syarat, dengan kata lain tidak sah, dan tidak bisa dijadikan dokumen resmi, ujarnya.

(Fam/Chri)