Berita Civitas UGM Deklarasi Kampus Menggugat, Singgung Indonesia Cemas 2045

by


Yogyakarta, Pahami.id

Sejumlah akademisi dan alumni UGM Juga perguruan tinggi lain serta elemen masyarakat sipil mendeklarasikan gerakan Campus Suit untuk menjunjung tinggi etika, konstitusi dan memperkuat demokrasi NKRI.

Pencanangan Gerakan Campus Suit berlangsung di Balairung, UGM, Sleman, DIY, Rabu (13/3).

Hadir antara lain Wakil Rektor UGM, Ari Sudjito; Guru Besar Fakultas Psikologi UGM, Koentjoro; Ketua PP Hukum dan Hak Asasi Manusia PP Muhammadiyah, Busyro Muqoddas; pakar hukum tata negara, Zainal Arifin Mochtar; Rektor UWM, Edy Suandi Hamid; Rektor UII, Fathul Wahid dan puluhan tokoh lainnya.


Dalam deklarasi tersebut disebutkan bahwa gerakan Saman Kampus bertujuan untuk memulihkan etika dan konstitusi yang telah terkoyak selama lima tahun terakhir.

Sementara itu, universitas dinilai menjadi benteng etika dan akademisi sebagai ilmuwan yang bertanggung jawab dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, menjaga kesusilaan, serta menciptakan keadilan dan kesejahteraan.

<!–

ADVERTISEMENT

/4905536/CNN_desktop/cnn_nasional/static_detail

–>

“Ini saatnya kita sebagai warga negara melakukan refleksi dan evaluasi terhadap menurunnya kualitas institusi di Indonesia dan dampaknya terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara,” demikian deklarasi yang dibacakan salah satu Guru Besar UGM, Wahyudi Kumorotomo.

Disebutkan, reformasi 1998 merupakan gerakan rakyat untuk mengembalikan amanah konstitusi, setelah dikoyak oleh Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) pada masa Orde Baru.

Namun masyarakat menilai pendulum reformasi seolah berbalik arah sejak 17 Oktober 2019 yang ditandai dengan revisi UU KPK yang disusul pengukuhan beberapa undang-undang kontroversial lainnya, seperti UU Minerba. Menciptakan Lapangan Kerja, dan seterusnya. Belum lagi pelanggaran etika dan konstitusi yang meningkat drastis jelang pemilu 2024 sehingga memperburuk kualitas lembaga formal dan informal.

“Memburuknya kualitas lembaga-lembaga tersebut menimbulkan hambatan pembangunan bagi siapapun yang menjadi presiden Indonesia pada tahun 2024-2029 dan seterusnya. Akibatnya, kita akan semakin sulit mewujudkan cita-cita Indonesia Emas 2045 yang sudah menanti. malah sebaliknya Indonesia Darurat,” kata Wahyudi.

Civitas akademika menyampaikan bahwa akademisi menjalankan tugas konstitusinya dengan mencerdaskan kehidupan negara dan membangun peradaban melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Pelanggaran etika kebangsaan yang dilakukan para elite politik akan mudah ditiru oleh berbagai elemen masyarakat. Hal ini mengancam keberlangsungan bangsa dan bangsa, serta menjauhkan Indonesia menjadi negara hukum, kata Wahyudi.

Sebagai akademisi yang memahami hak dan tanggung jawab konstitusional, mereka berupaya memanfaatkan hati nurani seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama membangun kembali etika dan norma yang terkoyak serta mengembalikan semangat konstitusi yang dilanggar untuk menentukan Indonesia yang akan diwariskan. kepada generasi anak dan cucu.

Melalui gerakan moral Kampus Gugat ini, para akademisi di UGM dan kampus-kampus lainnya menyerukan: pertama, perguruan tinggi sebagai benteng etika agar menjadi lembaga akademik mandiri yang mempunyai kebebasan akademik penuh untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan mengungkapkan kebenaran berdasarkan fakta, penalaran dan penelitian ilmiah.

Kedua, seluruh elemen masyarakat sipil terus bersikap kritis terhadap pemerintah dan tidak pernah berhenti memperjuangkan kepentingan rakyat pada umumnya. Ormas keagamaan, surat kabar, LSM, CSO, tidak terkooptasi apalagi menjadi kepanjangan tangan pemerintah.

Ketiga, meminta para pemegang kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif untuk menjunjung tinggi prinsip demokrasi secara substansial dan menjunjung amanah konstitusi dalam menjalankan kekuasaan guna mewujudkan cita-cita deklarasi dan janji reformasi.

“Politik dinasti tidak bisa diberi ruang dalam sistem demokrasi,” kata Guru Besar UGM, Prof. Budi Setiadi Daryono melanjutkan deklarasi.

Kemudian, meminta aparat menjunjung tinggi supremasi hukum dan menghapuskan segala bentuk KKN, tanpa menoleransi pelanggaran hukum, etika, dan moral dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Lebih lanjut, kami meminta para raja untuk serius mewujudkan keadilan ekonomi dan sosial bagi seluruh rakyat dan tidak membiarkan negara dibajak oleh politisi oligarki dan oportunis yang terus mengambil keuntungan melalui kebijakan yang merugikan rakyat.

Membangun pengadilan rakyat

Zainal Arifin Mochtar dalam pidatonya mengatakan, perlakuan terhadap rezim Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memperkuat elemen atau kubu oposisi yang sudah lama bonsai dan dijinakkan hingga lumpuh.

“Meningkatnya oposisi merupakan tanda demokrasi, Insya Allah semakin sehat,” kata Zainal yang biasa disapa Uceng.

Ketika mulai muncul pembahasan mengenai hak penyidikan DPR untuk mengusut kecurangan pemilu 2024, dan DPD membentuk pansus, Uceng mengajak akademisi UGM khususnya untuk membangun pengadilan rakyat.

Uceng mengatakan, ketika lembaga nasional tidak serius dalam menilai dan memberikan sanksi, maka peran tersebut diambil oleh masyarakat seperti yang dilakukan di luar negeri.

“Demokrasi tidak pernah kalah, tapi demokrasi butuh perjuangan,” kata Uceng.

Sementara itu, Busyro Muqoddas mengajak para akademisi untuk tidak tinggal diam terkait situasi ini. Bulan Ramadhan, menurutnya, menjadi momen berbagi pemikiran dan komitmen melawan politik dinasti.

Baginya, proses politik pada pemilu lalu membuktikan adanya rasa malu jika bentrok dengan elite politik Istana. Etika politik dikubur dan digantikan oleh gairah politik keluarga presiden yang membara.

Bukti telanjangnya etika politik negara adalah penghapusan UUD 1945 kita, khususnya dan harkat dan martabat Mahkamah Konstitusi, khususnya melalui putusan MK nomor 90 tahun 2023 yang memberikan keistimewaan asusila dan sosial kepada putra sulung Presiden Jokowi. Gibran. kata mantan Ketua KPK itu.

Busyro melanjutkan, kini saatnya seluruh akademisi dan pimpinan perguruan tinggi negeri maupun swasta tidak serta merta mengabaikan kejahatan. “Ilmuwan yang diam sama saja dengan diam terhadap kejahatan, diam terhadap kejahatan itu sendiri adalah sebuah kejahatan,” lanjutnya.

Oleh karena itu, kami mohon kepada rekan-rekan akademisi seluruh Indonesia di PTN dan PTS untuk sesegera mungkin, syukurlah sebelum tanggal 20 Maret, melakukan gerakan yang beradab, santun, santun namun tegas melawan rezim yang memperlihatkan telanjangnya etika moral dan rasa malu. dia menyimpulkan.

(kum/gil)

!function(f,b,e,v,n,t,s){if(f.fbq)return;n=f.fbq=function(){n.callMethod?
n.callMethod.apply(n,arguments):n.queue.push(arguments)};if(!f._fbq)f._fbq=n;
n.push=n;n.loaded=!0;n.version=’2.0′;n.queue=[];t=b.createElement(e);t.async=!0;
t.src=v;s=b.getElementsByTagName(e)[0];s.parentNode.insertBefore(t,s)}(window,
document,’script’,’//connect.facebook.net/en_US/fbevents.js’);

fbq(‘init’, ‘1047303935301449’);
fbq(‘track’, “PageView”);