Jakarta, Pahami.id —
Israel sekali lagi dikritik oleh dunia karena berencana melancarkan invasi darat ke kota tersebut Rafah, Semenanjung Gaza, Palestina.
Alih-alih mengakhiri invasi brutalnya yang telah menewaskan lebih dari 28.340 warga Palestina di Gaza, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu malah mengumumkan bahwa pasukannya akan melancarkan serangan darat baru yang kini menyasar kota Rafah.
Bahkan Netanyahu telah memerintahkan tentara Israel untuk mengevakuasi warga Palestina di Rafah dan menjanjikan “jalan yang aman” bagi warga sipil menjelang operasi militernya.
Tindakan Netanyahu ini dikutuk dan ditentang oleh dunia internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), negara-negara Arab seperti Arab Saudi dan Mesir, serta Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya yang merupakan sekutu dekat Israel.
Negara-negara ini menyoroti ancaman pembunuhan massal warga sipil di Jalur Gaza yang sedang berlangsung.
Pasalnya, kota Rafah kini menjadi satu-satunya wilayah yang menampung jutaan orang yang dipindahkan dari wilayah utara ke tengah akibat invasi brutal Israel sejak 7 Oktober.
Israel kini dilaporkan melancarkan serangan udara ke Rafah dan menewaskan lebih dari 100 orang dalam satu hari.
Apa kota Rafah dan mengapa kota ini menjadi target terbaru Israel?
Netanyahu menegaskan bahwa serangan terhadap kota Rafah adalah kunci untuk menghancurkan pasukan Hamas. Menurutnya, kemenangan Israel atas Hamas sudah di depan mata.
Dikutip Al Jazeera, Tel Aviv mengklaim ada empat brigade utama Hamas yang bermarkas di Rafah. Namun banyak pihak yang menilai hal tersebut hanyalah alasan Israel untuk menyerang Rafah dan akhirnya mengusir warga Palestina dari kawasan tersebut.
Kota Rafah berbatasan langsung dengan Mesir dan menjadi satu-satunya akses bantuan kemanusiaan ke Gaza sejak invasi Israel terjadi.
Perbatasan Rafah digunakan untuk mengevakuasi warga sipil dari Gaza.
Dikutip CNNperbatasan Rafah adalah satu-satunya titik penyeberangan dari Gaza ke Mesir.
Sesuai dengan namanya, kota ini terletak di kawasan Rafah, wilayah paling selatan Jalur Gaza.
Mesir secara ketat mengontrol arus masuk dan keluar perbatasan Rafah yang seringkali bergantung pada situasi keamanan dan politik.
Jika tidak ada konflik, maka perbatasan Rafah akan dibuka secara terbatas. Hanya warga Gaza yang memiliki izin dan orang asing yang dapat menggunakannya untuk melakukan perjalanan antara Gaza dan Mesir.
Rata-rata, 27.000 orang melintasi perbatasan setiap bulan pada tahun ini ketika perbatasan dibuka selama 138 hari dan kemudian ditutup selama 74 hari.
Meski Israel tidak punya kendali atas penyeberangan tersebut, Mesir kerap menutupnya ketika Israel memperketat blokade di Gaza. Warga Gaza yang ingin melintasi perbatasan seringkali harus menunggu 30 hari hingga sekitar tiga bulan.
Penyeberangan perbatasan Rafah ditutup pada awal konflik terbaru antara Hamas dan Israel di Gaza meskipun ada tekanan internasional untuk membukanya.
Kini, dengan intervensi internasional dan mediasi Qatar, pintu gerbang utama Gaza-Mesir telah terbuka. Namun, perbatasan tidak terbuka secara bebas.
Hanya warga negara ganda dan pemegang paspor asing yang tinggal di Gaza yang dapat melintasi perbatasan. Selain itu, masyarakat yang terluka dan membutuhkan pertolongan medis di luar Gaza juga dapat melintasi perbatasan.
(rds)
!function(f,b,e,v,n,t,s){if(f.fbq)return;n=f.fbq=function(){n.callMethod?
n.callMethod.apply(n,arguments):n.queue.push(arguments)};if(!f._fbq)f._fbq=n;
n.push=n;n.loaded=!0;n.version=’2.0′;n.queue=[];t=b.createElement(e);t.async=!0;
t.src=v;s=b.getElementsByTagName(e)[0];s.parentNode.insertBefore(t,s)}(window,
document,’script’,’//connect.facebook.net/en_US/fbevents.js’);
fbq(‘init’, ‘1047303935301449’);
fbq(‘track’, “PageView”);