Berita Wamenkum-Ketua Komisi VI DPR Hadiri Sidang Gugatan UU BUMN di MK

by
Berita Wamenkum-Ketua Komisi VI DPR Hadiri Sidang Gugatan UU BUMN di MK


Jakarta, Pahami.id

Pengadilan konstitusional (Mk) mengadakan sesi tes resmi nomor 1 tahun 2025 tentang Amandemen Ketiga untuk Undang -Undang 19 tahun 2003 tentang perusahaan milik nasional (Hukum Bumn), Selasa (6/24).

Dalam kasus kasus ini, presiden diwakili oleh Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariia atau Eddy Hiarij dan Ketua Komisi DPR VI Angggia Erma Rini memberikan informasi.

Mengumpulkan dari halaman pengadilan konstitusional, Eddy mengatakan tinjauan hukum Bumn dilakukan karena kebanggaan nasional pembentukan kekuasaan anagata nusantara (BPI dan antara) agen investasi. Selain itu, ia juga merujuk pada keputusan Mahkamah Konstitusi sebelumnya yang membuat pemerintah dan pemerintah bersama meninjau undang -undang BUMM.


“Pemerintah harus menyerahkan RUU Amandemen Bumn adalah RUU yang diusulkan sesuai dengan kehadiran seseorang, formasi nasional nasional dan antara Presiden pendukung Asta Cita, sebagai tanggapan atas keputusan Mahkamah Konstitusi, dan tiga, keadilan bersama.

Eddy mengatakan RUU Bumn diusulkan oleh DPR. Selain itu, ia mengatakan bahwa pemerintah telah melakukan pemilihan input melalui beberapa kegiatan dari tahun 2020 hingga 2021 dalam konteks persiapan RUU BUMM. Kemudian, Eddy melanjutkan, hasil seleksi menjadi materi dalam persiapan daftar inventaris pemerintah (DIM) yang dibahas pada tahap pertemuan I.

Eddy mengatakan bahwa diskusi Level I diadakan setidaknya 4 kali. Kemudian pada 1 Februari 2025 Dewan Perwakilan Komisi VI ditahan dengan pemerintah yang membahas Laporan Komite Kerja (PANJA) tentang keputusan A quo, pendapat akhir dari klan mini, pendapat akhir presiden, dan keputusan untuk melakukan diskusi pada Bill pada diskusi untuk melanjutkan level II.

Selain itu, diskusi Level II pada pertemuan pleno DPR diadakan pada 4 Februari 2025. Pada pertemuan peninjauan hukum BUMM disepakati untuk disetujui sebagai undang -undang.

Menurut Eddy, dalam fase ratifikasi amandemen BUMM dilakukan sesuai dengan ketentuan aplikasi untuk ratifikasi kepada Presiden di Ketua DPR.

Setelah pengangkatan ratifikasi, berdasarkan ketentuan Pasal 85 UU 13/2022, Menteri Sekretaris Negara melaporkan dan meminta Presiden untuk menandatangani Presiden. Selanjutnya Presiden menandatangani RUU tersebut, Sekretariat Negara mengambil hukum dengan memberikan hukum dan penambahan pada Lembaran Negara.

“Oleh karena itu, dari seluruh seri di atas, pembentukan nomor 1 Bumn tahun 2025 telah melalui semua tahap hukum dan peraturan,” kata Eddy.

Sementara itu, Ketua Komisi DPRI Indonesia VI Angggia Erma Rini membantah proses mengubah hukum BUMM tidak menegakkan prinsip partisipasi yang bermakna. DPR mengklaim telah mengundang berbagai pihak yang tertarik untuk memperkaya bahan Bumn Bul.

“Sejak nomor 19 tahun 2003 telah berlaku selama 19 tahun, ini perlu segera berubah,” kata Angayia.

Di sisi lain, hakim konstitusional mengatakan DPR dan pemerintah sebagai pembentukan undang -undang harus dapat membuktikan proses membentuk undang -undang baru sesuai dengan ketentuan undang -undang dan peraturan.

Majelis yang meminta agar semua kegiatan yang terkait dengan proses pembentukan hukum harus dibuktikan dengan foto, video, atau dokumen lainnya. Bukti dapat diserahkan ke pengadilan untuk digunakan dalam memeriksa tes formal ini.

(Anak -anak/gil)