Surabaya, Pahami.id –
Wakil Gubernur Java Timur Emil Elesianto Dardak Meminta seorang pengusaha Suara Horeg Untuk mematuhi fatwa ilegal yang dikeluarkan oleh Dewan Jawa Indonesia (MUI) Timur.
Ini disajikan oleh Emil di Rijalul Ansor Nu Regional Working Rapat (Rakerwil) yang diadakan di Al-Muktamar Hall, Lirboyo Islam Boarding School, Kediri City, Senin (14/7).
Emil mengatakan suara kegiatan horeg harus diatur agar tidak mengganggu ketertiban umum dan kegiatan keagamaan.
“Suara Horeg harus mematuhi aturan pemerintah dan cendekiawan fatwa. Kita harus memastikan bahwa kegiatan ini tidak mengganggu ketertiban umum dan kegiatan keagamaan,” kata Emil dalam sebuah pernyataan pada hari Kamis (7/14).
Emil mengatakan ada beberapa efek negatif yang berpotensi muncul dalam masyarakat dengan suara Horeg. Misalnya, acara ini dipenuhi dengan penari yang berpakaian di tempat umum.
“Saya menanyakan definisi suara asli Horeg? Itu penari penari, penari yang mengenakan pakaian kasar terutama di tempat umum terbuka, di lapangan seolah -olah klub malam akan dipindahkan ke jalan.
Selain itu, Emil juga mempertanyakan acara Horeg suara untuk merusak infrastruktur di desa, seperti portal dan pintu desa, hanya karena kendaraan yang lewat tidak cukup untuk melintasi desa.
“Jika suara Horeg didefinisikan sebagai peristiwa yang kemudian mengundang orang untuk membawa kendaraan yang terus memiliki suara jika portal tidak sesuai, portal diturunkan, ada pintu, Gapuraya rusak, saya tidak setuju?
Emil juga menekankan pentingnya mematuhi aturan yang ada, seperti izin publik dan batasan desibel suara.
“Kita harus memastikan bahwa suara horeg tidak melebihi batas desibel yang ditentukan dan tidak mengganggu kegiatan keagamaan,” katanya.
Pada kesempatan ini, Ketua Demokrat Jawa Timur juga menyambut Java Mui East Fatwa yang melarang penggunaan suara di Horeg.
“Para sarjana fatwa tentang penggunaan suara horeg sangat penting untuk memastikan bahwa kegiatan ini dilakukan dengan benar dan tidak mengganggu ketertiban umum,” kata Emil.
Namun, Emil juga mengungkapkan bahwa kegiatan Horeg memiliki potensi untuk mendorong roda ekonomi di masyarakat. Tetapi dengan catatan, Anda tidak bisa melupakan aspek agama dan moral.
“Kita semua sepakat bahwa sistem suara juga memberikan poin pencarian, tetapi tidak memprioritaskan pencarian tetapi lupa tentang masalah agama, melupakan masalah moral,” kata Emil.
Dewan Ulama Indonesia (MUI) dari Java Timur secara resmi mengeluarkan fatwa yang melarang penggunaan suara horeg ketika digunakan secara berlebihan dan melanggar norma -norma syariah dan perintah yang mengganggu.
Sementara itu, Sekretaris Komisi Fatwa Java MUI Timur Sholihin Hasan menjelaskan bahwa suara Horeg adalah sistem audio berpotensi tinggi, terutama pada frekuensi rendah atau bass. Istilah ‘horeg’ itu sendiri berasal dari Java yang berarti ‘bergetar’.
“Penggunaan horeg suara dengan intensitas suara melebihi batas yang masuk akal sehingga dapat mengganggu dan membahayakan kesehatan, dan atau merusak fasilitas publik atau orang lain, bermain musik disertai dengan menari dengan perempuan dengan membuka gerakan dan sekolah dasar lainnya, kedua tempat di tempat -tempat tertentu atau dibawa di sekitar area perumahan,” kata Sholihin. (14/7).
Dalam persidangan, East MUI Java menerima aplikasi Fatwa dari komunitas dengan suara Horeg di Jawa Timur. Surat atau petisi itu ditandatangani oleh 828 orang, pada 3 Juli 2025. Mereka juga mengadakan forum dengan pengusaha Horeg kepada dokter THT.
MUI East Java menyebut suara Horeg dapat mencapai 120-135 Desibel (DB) atau lebih, sedangkan ambang batas yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah 85 desibel (DB) selama 8 jam paparan.
“Suara pertempuran atau berdebat suara yang pasti menyebabkan kerugian, yang merupakan suara yang melebihi ambang batas dan potensi Tabdzir dan Idha’atul Mall atau menyia -nyiakan aset hukumnya,” katanya.
(FRA/FRA)