Berita Venezuela Kerahkan 5.600 Pasukan Baru di Tengah Tekanan AS

by
Berita Venezuela Kerahkan 5.600 Pasukan Baru di Tengah Tekanan AS


Jakarta, Pahami.id

Venezuela Menyebarkan 5.600 tentara baru pada hari Sabtu, waktu setempat di tengah meningkatnya tekanan militer Amerika Serikat terhadap negara-negara penghasil minyak. Langkah ini dilakukan ketika Washington memperluas kehadiran armadanya di Karibia, termasuk mengirimkan kapal induk terbesar di dunia atas nama memerangi perdagangan narkoba.

Presiden Nicolas Maduro sebelumnya menyerukan peningkatan pengerahan militer, menyusul operasi militer AS yang menargetkan lebih dari 20 kapal dan menewaskan sedikitnya 87 orang. Washington menuduh Maduro memimpin jaringan narkotika bernama The Cartel of the Suns, yang bulan lalu ditetapkan sebagai organisasi teroris.


Maduro menolak tuduhan tersebut dan menekankan bahwa pengerahan militer AS bertujuan untuk menggulingkan pemerintahannya dan merebut cadangan minyak Venezuela.

“Bagaimanapun, kami akan mengizinkan invasi kekuatan imperialis,” kata Kolonel Gabriel Rendon pada upacara peresmian di Fuerte Tiuna, kompleks militer terbesar di Caracas.

Menurut data resmi, Venezuela memiliki sekitar 200 ribu tentara dan 200 ribu polisi.

Di saat ketegangan politik sedang meningkat, kabar duka datang dari dunia oposisi. Mantan gubernur, Alfredo Diaz, dilaporkan meninggal di penjara pada hari Sabtu. Dia ditangkap atas tuduhan terorisme dan penghasutan, menurut kelompok hak asasi manusia.

Diaz adalah pembangkang keenam yang meninggal di penjara sejak November 2024. Mereka ditangkap menyusul protes setelah pemilu Juli lalu, ketika Maduro mengklaim masa jabatan ketiga di tengah tuduhan penipuan.

Gelombang demonstrasi tersebut menewaskan 28 orang dan menyebabkan sekitar 2.400 orang ditangkap, meskipun hampir 2.000 di antaranya dibebaskan.

Alfredo Romero, direktur Foro Palsion, sebuah LSM yang membela tahanan politik, mengatakan Diaz “ditahan dalam isolasi selama setahun dan hanya menerima satu kunjungan dari putrinya.” Kelompok tersebut menyatakan setidaknya 887 tahanan politik masih berada di balik jeruji besi.

Maria Corina Machado, pemimpin oposisi dan pemenang Hadiah Nobel Perdamaian, mengutuk kematian tahanan politik yang terjadi dalam konteks “represi pasca pemilu.”

“Kondisi kematian ini, termasuk penolakan perawatan medis, kondisi tidak manusiawi, isolasi, penyiksaan, dan perlakuan kejam dan merendahkan martabat, mengungkapkan pola penindasan negara yang terus berlanjut,” kata Machado dalam pernyataan bersama dengan Edmundo Gonzalez Urrutia, kandidat oposisi yang ia yakini memenangkan pemilu.

(sels/sel)