Berita Threshold Selama Ini Merampas Hak Rakyat dan Parpol

by


Jakarta, Pahami.id

Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD memuji keputusan itu Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan ambang batas persyaratan pencalonan presiden atau ambang batas presiden yang telah berlaku selama ini.

Mahfud menilai ambang Selama ini sering digunakan untuk merampas hak rakyat dan partai politik untuk memilih dan dipilih.

“Ada ambang Selama ini sering digunakan untuk merampas hak masyarakat dan partai politik untuk memilih atau memilih. Oleh karena itu, putusan Mahkamah Konstitusi merupakan putusan yang memungkinkan keputusan penting baru,” kata Mahfud dalam kesaksiannya, Jumat (3/1).


Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini mengaku sebelumnya kerap menganggap persoalan ambang batas sebagai persoalan keruangan. kebijakan hukum terbuka. Artinya kekuasaannya ada pada pembentuk undang-undang dan tidak dapat diintervensi oleh Mahkamah Konstitusi.

Namun putusan Mahkamah Konstitusi pada perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 mengubah pandangan lama. Menurut Mahfud, keputusan tersebut perlu diterima semua pihak. Menurut dia, MK sudah melakukan hal tersebut aktivisme peradilan untuk membangun keseimbangan baru dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia.

“Ini bagus karena MK sudah melakukannya aktivisme peradilan untuk membangun keseimbangan baru dalam penyelenggaraan negara kita,” ujarnya.

Meskipun tuntutan hukum dalam kasus serupa sering kali ditolak, ambangkata Mahfud, bahkan seringkali merampas hak konstitusional masyarakat. Karena itu, dia memuji langkah Mahkamah Konstitusi yang mengubah pandangan lama tersebut.

“Saya salut kepada Mahkamah Konstitusi yang berani melakukan hal ini aktivisme peradilan sesuai aspirasi masyarakat,” ujarnya.

Putusan Mahkamah Konstitusi yang dibacakan dalam sidang putusan, Kamis (2/1), mengabulkan gugatan yang diajukan empat mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, yakni Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoriul Fatna.

Dalam pertimbangannya, Mahkamah menilai proses pencalonan calon pada pemilu presiden selama ini terlalu didominasi oleh partai politik tertentu sehingga membatasi hak konstitusional pemilih untuk mencari calon pemimpin alternatif.

Mahkamah juga menilai penerapan ambang batas pencalonan presiden justru menimbulkan kecenderungan pemilu presiden hanya diikuti oleh dua pasangan calon. Faktanya, pengalaman sejak pemilu menunjukkan adanya dua pasangan calon membuat masyarakat semakin mudah terjebak dalam polarisasi.

(Kamis/Senin)