Berita Temuan TGPF Terkait Kekerasan Seksual ’98 Anulir Pernyataan Fadli Zon

by
Berita Temuan TGPF Terkait Kekerasan Seksual ’98 Anulir Pernyataan Fadli Zon


Jakarta, Pahami.id

Menteri Budaya Indonesia Zona fadli dikritik secara umum karena dia menyangkal peristiwa pemerkosaan besar – Peristiwa Mei 1998. Menurut politisi Gerindra, tidak ada bukti kekerasan terhadap perempuan, termasuk pemerkosaan besar -dalam insiden tahun 1998.

Fadli mengklaim bahwa peristiwa pemerkosaan massal hanyalah rumor dan belum pernah direkam dalam buku -buku sejarah.

Tiba -tiba pernyataan itu dikritik oleh beberapa partai termasuk individu, organisasi masyarakat sipil untuk lembaga nasional independen yang merupakan reformasi anak -anak biologis (komentar perempuan).


Koalisi publik kekebalan yang terdiri dari 547 pihak kedua dan individu yang mengevaluasi pernyataan Fadli adalah bentuk manipulasi, sejarah kritis, dan merusak upaya untuk mengungkap kebenaran tentang tragedi kemanusiaan, terutama kekerasan terhadap perempuan dalam insiden Mei 1998.

Menurut Koalisi, Fadli, yang memimpin proyek penulisan sejarah, ingin menyingkirkan narasi penting tentang pelanggaran hak asasi manusia yang kasar dari ruang publik.

Koalisi menilai bahwa pernyataan FADLI juga merusak pekerjaan tim penemuan fasilitas gabungan (TGPF) yang dibentuk oleh Presiden BJ Habibie dan Komisi Hak Asasi Manusia Nasional (Komnas Ham) yang telah mendokumentasikan dan menyelidiki insiden Mei 1998, dengan kekerasan seksual sebagai bagian dari insiden tersebut.

Jadi, apa laporan akhir dari TGPF yang terkait dengan insiden Mei 1998, terutama tentang kekerasan seksual terhadap perempuan?

TGPF dibentuk pada 23 Juli 1998 berdasarkan keputusan bersama Menteri Keamanan/Komandan Angkatan Bersenjata Indonesia, Menteri Kehakiman, Menteri Dalam Negeri, Menteri Negara, dan Jaksa Agung.

Tim bekerja untuk menemukan dan mengungkapkan fakta, pelaku dan latar belakang acara 13-15 Mei 1998, yang terdiri dari elemen pemerintah, Komnas Ham, LSM, dan organisasi sosial lainnya.

TGPF percaya bahwa peristiwa 13-15 Mei 1998 tidak dapat dipisahkan dari konteks dinamika sosial-politik rakyat Indonesia selama waktu itu, serta efek tindak lanjutnya.

Peristiwa sebelumnya seperti pemilihan 1997, penculikan beberapa aktivis, krisis ekonomi, sesi umum MPR-RI 1998, demonstrasi atau demonstrasi mahasiswa permanen dan penggunaan mahasiswa Universitas Trisakti, semuanya terkait dengan peristiwa pada 13-15 Mei 1998.

“Peristiwa ini adalah serangkaian tindakan kekerasan yang menyebabkan kerusuhan komprehensif pada 13-15 Mei 1998,” yang ditulis dalam laporan tersebut.

Tingkat kerja TGPF termasuk pengumpulan dan pemrosesan data dari berbagai sumber; Verifikasi data dari berbagai sumber; melakukan wawancara dengan beberapa petugas dan mantan petugas, baik sipil maupun Abri; Mengadakan pertemuan konsultasi dengan lembaga profesional dan saksi ahli.

Kemudian lakukan kunjungan lapangan ke daerah tersebut; Mengatur ulang peristiwa aliran dan analisis perilaku; menyimpulkan penemuan itu dan mengungkapkan kasus sebenarnya; dan mengatur kebijakan dan saran kelembagaan.

Dalam kerangka investigasi, ada tiga sub -TGPF sub -tgpf sub -sub -sub yang melakukan pekerjaan mereka, yaitu, verifikasi, testimonial dan fakta korban.

Sepuluh petugas (sebagian bersama atau dengan karyawan mereka) bertanggung jawab atas kerusuhan pada 13-15 Mei 1998 di Jakarta untuk bersaksi tentang testimonial subim.

Kedua petugas yang dimaksud adalah Mayor Jenderal Safrie Sjamsoedin (Pangdam Jaya selama kerusuhan) dan Letnan Jenderal Prabowo Subianto (rumor tentang kerusuhan).

Penemuan kekerasan seksual

Bentuk -bentuk kekerasan seksual yang ditemukan dalam kerusuhan Mei 1998 dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu: pemerkosaan, pemerkosaan dan penganiayaan, kekerasan seksual/pelecehan dan pelecehan seksual.

Dari verifikasi data yang ada dan tes tes, TGPF menyimpulkan bahwa tidak mudah untuk mendapatkan data yang tepat untuk menghitung jumlah korban kekerasan seksual, termasuk pemerkosaan.

TGPF menemukan tindakan kekerasan seksual di Jakarta dan sekitarnya, Medan dan Surabaya.

Dari jumlah korban kekerasan seksual yang dilaporkan, yang telah dikonfirmasi (diuji sesuai dengan tingkat sumber informasi) oleh TGPF sampai akhir layanan adalah 52 korban pemerkosaan, 14 korban pemerkosaan dengan penganiayaan, 10 korban kekerasan seksual atau penganiayaan, dan 9 korban pelecehan seksual.

Kekerasan seksual dalam kerusuhan pada Mei 1998 terjadi di rumah, di jalan dan di depan situs bisnis.

Mayoritas kekerasan seksual terjadi di rumah atau bangunan. TGPF juga menemukan bahwa sebagian besar kasus pemerkosaan adalah geng pemerkosaan, di mana para korban diperkosa oleh beberapa orang secara bersamaan.

Sebagian besar kasus pemerkosaan juga dilakukan di depan orang lain.

Selain korban kekerasan seksual yang terjadi dalam kerusuhan Mei, TGPF juga menemukan korban kekerasan seksual sebelum dan sesudah kerusuhan Mei.

Selama kunjungan ke daerah Medan, TGPF menerima laporan ratusan korban pelecehan seksual yang terjadi dalam kerusuhan pada 4-8 Mei 1998.

“Setelah kerusuhan Mei, dua kasus terjadi di Jakarta pada 2 Juli 1998 dan dua terjadi di Solo pada 8 Juli 1998,” tulis TGPF dalam laporannya.

Meskipun tidak semua korban kekerasan berasal dari etnis Tiongkok, sebagian besar kasus kekerasan seksual pada kerusuhan Mei 1998 dialami oleh wanita etnis Tiongkok. Korban kekerasan seksual adalah kelas silang.

(RHS/SFR)