Berita SETARA Institute Catat 329 Pelanggaran KBB Sepanjang 2023

by


Jakarta, Pahami.id

Institut SAMA mencatat 217 kejadian dengan 329 tindakan pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan (KBB) sepanjang tahun 2023. Angka tersebut meningkat signifikan dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 175 kejadian dengan 333 tindakan.

Direktur Eksekutif SETARA Institute Halili Hasan mengatakan, dari 329 pelanggaran yang terjadi, 114 diantaranya dilakukan oleh aktor negara, dan 215 tindakan dilakukan oleh aktor non-negara.

Temuan jumlah peristiwa dan aksi pada tahun ini menunjukkan angka yang cukup konstan dan kembali mengalami peningkatan jumlah peristiwa seperti pada tahun 2019, saat Jokowi memulai periode kepemimpinan keduanya yang mencatat angka 200 peristiwa dengan 327 tindakan. melanggar kebebasan beragama/berkeyakinan,” kata Halili, dikutip dari penelitian terbaru lembaga tersebut, Minggu (23/6).


Menurut Halili, tingginya kategori tindakan aktor non-negara dalam peristiwa pelanggaran KBB menunjukkan tesis bahwa ada penguatan kapasitas koersif warga negara dalam masyarakat. Situasi ini, jelasnya, juga memberikan gambaran bahwa simpul-simpul sosial pendukung ekosistem toleransi belum sepenuhnya mendukung penghormatan terhadap KBB.

Sedangkan dari 114 tindakan aktor nasional, pelanggaran KBB terbanyak dilakukan oleh pemerintah daerah sebanyak 40 tindakan, polisi (24 tindakan), Satpol PP (10 tindakan), TNI (8 tindakan), Forkopimda (6 tindakan). ), dan lembaga pendidikan (4 tindakan).

Sedangkan pelanggaran KBB yang dilakukan oleh aktor non-negara paling banyak dilakukan oleh warga negara (78 tindakan), perorangan (19 tindakan), Majelis Ulama Indonesia-MUI (17 tindakan), organisasi keagamaan (8 tindakan), dan asing (5 tindakan). bertindak).

Jika pada tahun sebelumnya Forum Kerukunan Umat Islam (FKUB) merupakan komponen masyarakat yang menjadi salah satu pelaku utama, kata Halili, maka pada tahun 2023 FKUB mulai bertransformasi menjadi lembaga yang berkontribusi terhadap kemajuan KBB.

“Hal ini ditunjukkan dengan keterlibatan FKUB hanya dalam 2 kali pelanggaran,” ujarnya.

Halili mengatakan, capaian transformasi FKUB tidak lepas dari beberapa intervensi yang dilakukan elemen masyarakat sipil. keterlibatan kritis dengan unsur FKUB, termasuk advokasi untuk memastikan posisi FKUB sebagai fasilitator, promotor toleransi dan mediator konflik.

Beberapa hal positif yang bisa dicermati adalah transformasi FKUB di beberapa kabupaten, antara lain Kota Bogor, Kota Salatiga, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Kulonprogo, Kota Singkawang, Kota Pematangsiantar, dan Kota Banjarmasin.

Tren acara

Secara umum, ada tiga hal yang menjadi sorotan terkait ketentuan KBB 2023. Pertama, tren pelanggaran pada tahun 2023 menunjukkan kasus gangguan terhadap rumah ibadah terus mengalami peningkatan yang signifikan dalam tujuh tahun terakhir. Halili merinci, sepanjang tahun 2023 terjadi 65 gangguan pada rumah ibadah.

Temuan tersebut merupakan jumlah yang relatif besar jika dibandingkan dengan gangguan yang terjadi dalam lima tahun terakhir, yakni 50 rumah ibadah (2023), 44 rumah ibadah (2021), 24 rumah ibadah (2020), 31 rumah ibadah ( 2019), 20 tempat ibadah (2018), dan 16 tempat ibadah (2017).

Dari 65 tempat ibadah yang terganggu pada tahun 2023, 40 gangguan berdampak pada gereja, 17 masjid terdampak, 5 pura menjadi sasaran, dan 3 vihara terdampak.

“Penolakan pendirian rumah ibadah tersebut sebagian besar didasarkan pada tidak terpenuhinya atau menyimpangnya makna syarat-syarat pendirian rumah ibadah sebagaimana diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Agama. Urusan Dalam Negeri No. 9. dan No. 8 Tahun 2006 yang mewajibkan 90 pengguna tempat ibadah dan 60 dukungan warga sekitar,” kata Halili.

Sedangkan pada kasus lain, meski syarat tersebut sudah terpenuhi, namun penolakan dari masyarakat setempat terus terjadi sehingga tempat ibadah tetap tidak boleh dibangun, ”lanjutnya.

Dirangkum Halili, ditemukannya gangguan terhadap rumah ibadah dalam berbagai variasi gangguan menunjukkan permasalahan syarat pendirian rumah ibadah yang diatur dalam Peraturan Bersama Menteri (PBM) Nomor 9 dan 8 Tahun 2006. Peraturan tersebut masih bersifat peraturan. pemicu dan pemicu pelanggaran KBB khususnya kebebasan mendirikan rumah ibadah.

Halili mengatakan, persoalan syarat pendirian bahkan tidak mendapat perhatian dalam Rancangan Peraturan Presiden tentang Pelestarian Kerukunan Umat Beragama.

Faktanya, PBM ini justru mengalami 9 lokus diskriminasi sehingga tanpa terobosan kepemimpinan politik, kepemimpinan sosial, dan kepemimpinan birokrasi dalam mengelola toleransi, maka umat Kristiani dan masyarakat lainnya akan sulit mendirikan rumah ibadah, kata Halili.

Kemudian, tren pelanggaran pada tahun 2023 juga menunjukkan penggunaan delik penodaan agama masih tinggi. Undang-undang pencemaran nama baik yang diskriminatif masih diadopsi dan ditegakkan oleh aparat penegak hukum dan menjadi alat penaklukan yang digunakan oleh masyarakat.

Meskipun terdapat sedikit penurunan dari 19 kasus pada tahun 2022 menjadi 15 kasus pada tahun 2023, namun tren penggunaan delik penodaan agama menunjukkan bahwa pencapaian jaminan kebebasan berpikir dan berekspresi dalam urusan keagamaan masih lemah.

Lebih lanjut, intoleransi yang dilakukan masyarakat dan diskriminasi oleh elemen negara menunjukkan bahwa situasi KBB tidak kunjung membaik. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya intoleransi yang dilakukan masyarakat dalam 26 tindakan dan diskriminasi oleh unsur negara dalam 23 tindakan yang dilakukan.
tercatat pada tahun 2023 masih tinggi.

Korban pelanggaran

Sepanjang tahun 2023, SETARA Institute mencatat pelanggaran KBB paling banyak dialami oleh umat Kristiani dan Katolik (54 kejadian), perorangan (26 kejadian), warga negara (25 kejadian), pengusaha (23 kejadian), Jamaah Ahmadiyah Indonesia (6 kejadian), dan Muhammadiyah. (10 acara).

Menurut Halili, jumlah korban peristiwa pelanggaran kategori kelompok menunjukkan tren perpindahan korban yang lebih mudah diidentifikasi, dibandingkan tahun sebelumnya di mana individu banyak mengalami pelanggaran.

“Umat Kristiani menjadi korban terbanyak dalam berbagai kejadian. Bahkan, Muhammadiyah sebagai salah satu ormas besar keagamaan Islam juga menjadi korban pencabulan,” kata Halili.

(ryn/wis)