Berita Seperti Apa Kehidupan Warga Muslim di Israel?

by


Jakarta, Pahami.id

populasi Muslim di Israel banyak yang menghadapi diskriminasi dari pemerintah maupun individu atau kelompok.

Menurut laporan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, jumlah umat Islam mencapai 18 persen dari total penduduk sebanyak 8,9 juta jiwa.


Menurut situs think tank Council on Foreign Relations (CFR), warga negara Arab di Israel secara konstitusional memiliki hak yang sama dengan warga negara Yahudi.

“Namun, banyak dari mereka terus menghadapi diskriminasi dan tidak menerima manfaat sosial ekonomi,” kata CFR.

Deklarasi kemerdekaan Israel mengakui kesetaraan semua orang, termasuk warga negara Arab. Namun kesetaraan tidak secara eksplisit dinyatakan dalam Hukum Dasar Israel.

Beberapa kelompok hak asasi manusia percaya bahwa beberapa undang-undang di Israel mendiskriminasi orang Arab.

Undang-undang Kepulangan tahun 1950, misalnya, memberi semua orang Yahudi, serta anak, cucu, dan pasangan mereka, hak untuk pindah ke Israel dan secara otomatis memperoleh kewarganegaraan.

Namun, warga negara non-Yahudi tidak mempunyai hak ini. Warga Palestina dan keturunan mereka tidak memiliki hak hukum untuk kembali ke tanah yang dikuasai keluarga mereka sebelum mengungsi pada tahun 1948 atau 1967.

Selain itu, warga negara Arab tidak harus bertugas di Pasukan Pertahanan Israel (IDF), yang merupakan tentara negara tersebut. Mereka masih bisa mendaftar namun ada pula yang mengalami stigmatisasi di komunitasnya sendiri.

Jika mereka enggan mendaftar ke IDF, warga negara Arab ini tidak akan menerima manfaat sosial dan ekonomi yang signifikan. Beberapa di antaranya adalah bantuan pendidikan dan pengurangan biaya izin membangun rumah dan memiliki tanah.

Pemisahan geografis

Sementara itu, kedua komunitas tersebut terpecah belah akibat konflik Israel-Palestina yang telah berlangsung lama, serta perbedaan agama dan budaya.

Mayoritas umat Islam tinggal di kota-kota Galilea, di wilayah yang disebut Segitiga Kecil. Ini adalah Garis Gencatan Senjata tahun 1949 yang memisahkan Israel dan Tepi Barat.

Keturunan Arab lainnya tinggal di Negev selatan, dan kota-kota yang menampung ras atau agama lain seperti Haifa, dan Lod.

Pemisahan geografis ini terjadi karena berbagai alasan.

Salah satu penyebabnya adalah pembatasan yang diberlakukan ketika Israel didirikan, yang menentukan apakah warga negara non-Yahudi dapat hidup dan bekerja, dan menentukan sistem pendidikan berdasarkan bahasa.

Saat ini, hampir semua kota yang dihuni penduduk Arab memiliki standar hidup yang jauh lebih rendah dibandingkan kota-kota yang mayoritas penduduknya Yahudi.

Lebih dari separuh keluarga Arab di Israel dianggap miskin pada tahun 2020.

Para pengamat berpendapat bahwa Israel secara efektif telah menciptakan masyarakat yang tidak adil dan terpisah.

(membaca)


!function(f,b,e,v,n,t,s){if(f.fbq)return;n=f.fbq=function(){n.callMethod?
n.callMethod.apply(n,arguments):n.queue.push(arguments)};if(!f._fbq)f._fbq=n;
n.push=n;n.loaded=!0;n.version=’2.0′;n.queue=[];t=b.createElement(e);t.async=!0;
t.src=v;s=b.getElementsByTagName(e)[0];s.parentNode.insertBefore(t,s)}(window,
document,’script’,’//connect.facebook.net/en_US/fbevents.js’);

fbq(‘init’, ‘1047303935301449’);
fbq(‘track’, “PageView”);