Berita Sekjen MK Buka Suara Soal Polemik Putusan Pemisahan Pemilu

by
Berita Sekjen MK Buka Suara Soal Polemik Putusan Pemisahan Pemilu


Jakarta, Pahami.id

Sekretaris -General (Sekretaris -General) Pengadilan konstitusional (MK), Heru Setiawan, mengangkat suara tentang polemik pemisahan antara pemilihan lokal dan nasional melalui nomor 135/puu-xxii/2024 pada 26 Juni.

Heru mengatakan partainya hanya menunggu kekuatan DPR untuk mengikuti keputusan. Karena, katanya, parlemen memiliki kekuatan yang sama.

“Keputusan pengadilan konstitusional telah dikatakan, kami hanya menunggu kekuatan DPR untuk menindaklanjuti, kami menunggu, karena DPR memiliki kekuatan,” kata Heru setelah pertemuan anggaran di Komisi Dewan Perwakilan Rakyat III pada hari Rabu (9/7).


Dia adalah ekonomi ketika ditanya tentang beberapa kritik dari Komisi Komisi III Angora pada pertemuan tersebut. Dia mengklaim bahwa semua anggota Komisi Komisi III mendukung keputusan Mahkamah Konstitusi.

“Dukungan sebelumnya,” kata Heru.

Anggota Komisi DPR III Rudiianto Lallo pada pertemuan tersebut menyesali keputusan Mahkamah Konstitusi terakhir tentang pemisahan pemilihan nasional dan lokal pada tahun 2029

Lallo menekankan keputusan Mahkamah Konstitusi tentang pemisahan pemilihan, bertentangan dengan Konstitusi. Faktanya, Mahkamah Konstitusi telah dikenal sebagai Penjaga Konstitusi.

“Jika sebuah artikel dianggap bertentangan, tetapi keputusan Mahkamah Konstitusi juga bertentangan, ini juga merupakan masalah konstitusional. Ini adalah kebuntuan,” katanya.

Keputusan Mahkamah Konstitusi tentang pemisahan pemilihan dimuat oleh nomor 135/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Pemilihan dan Asosiasi Demokrasi (MULU).

Melalui keputusan tersebut, Mahkamah Konstitusi meminta agar pemilihan lokal atau lokal diadakan setelah pemilihan negara setidaknya 2 tahun atau maksimum 2,5 tahun. Pemilihan nasional termasuk pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan DPR, dan pemilihan DPD.

Meskipun pemilihan lokal atau regional termasuk pemimpin regional gubernur dan walikota, serta DPRD. Namun, keputusan tersebut dianggap sebagai dilema karena, baik implementasi maupun pengabaian yang bertentangan dengan Konstitusi.

(THR/RDS)