Berita Sejarawan Kritik Usul Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

by
Berita Sejarawan Kritik Usul Soeharto Jadi Pahlawan Nasional


Jakarta, Pahami.id

Sejumlah sejarawan dan masyarakat sipil mengkritik usulan mendiang presiden ke-2 RI tersebut Soeharto mendapat gelar pahlawan nasional.

Sejarawan UGM Sri Margana mengatakan, pahlawan nasional menurut definisi hukum tidak bisa dinonaktifkan secara moral dan politik sepanjang hidupnya.

Menurut dia, nama penguasa Orde Baru (Orba) itu bukan kali pertama diusulkan menjadi pahlawan nasional, dan ditolak karena alasan tersebut.


“Ini bukan kali pertama Soeharto mengusulkan, sudah beberapa kali diajukan dan ditolak oleh Dewan Gelar sebelumnya, salah satu alasannya adalah persoalan cacat moral,” kata Sri saat dihubungi, Senin (27/10).

Aneh kalau misalnya ada yang mendapat gelar Pahlawan sekaligus karena dianggap pemimpin rezim yang melakukan pelanggaran HAM berat, ujarnya.

Sri mengatakan pada tahun 2023, negara melalui Presiden ketujuh RI, Joko Widodo (Jokowi), mengakui telah terjadi 12 pelanggaran HAM berat di masa lalu. Kasus terbanyak terjadi pada masa Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto.

“Termasuk Marsinah [aktivis buruh perempuan] Inilah yang akan diusulkan sebagai pahlawan, yang terjadi pada masa rezim Soeharto, merupakan pelanggaran HAM berat. Jadi, kalau kita kembalikan ke syarat hukum yang ada, maka sebenarnya dia tidak layak menjadi pahlawan nasional, ujarnya.

Ia berharap Dewan Gelar, Jasa dan Kehormatan (GTK) mempertimbangkan secara matang usulan tersebut.

“Saya sendiri termasuk yang tidak setuju Soeharto menjadi pahlawan nasional karena masalah ini.

Sejarawan Andi Achdian mengatakan, beberapa argumen yang digunakan dalam usulan tersebut adalah Soeharto berperan besar dalam pembangunan.

Dia mengatakan, perkembangan Soeharto bergantung pada utang.

“Soeharto mempunyai peranan penting dalam pembangunan Indonesia yang secara historis problematis, pertama ia tidak naik ke tampuk kekuasaan secara konstitusional.

Andi menyerahkan kepada publik untuk menilai apakah Soeharto pantas menyandang gelar pahlawan nasional.

“Biarlah Generasi yang menilai kalau mau lihat pemimpinnya seperti apa, pahlawannya seperti apa, pantas atau tidak,” ujarnya.

Menteri Sosial Saifullah Yusuf (GUS IPUL) sebelumnya menyerahkan daftar 40 nama tokoh yang diusulkan mendapat gelar Pahlawan Nasional, kepada Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang juga Ketua Dewan Gelar, Jasa dan Kehormatan (GTK) di Kementerian Kebudayaan, Jakarta Pusat, Selasa (21/10).

Dari 40 nama, salah satu yang diajukan kementerian Gus Ipul adalah Soeharto.

Patung perunggu Soeharto setinggi 3 meter berdiri tegak di halaman depan Museum HM Soeharto, Bantul. (Cnn Indonesia/benjolan)

Perlawanan aktivis sipil dan ’98

Dimasukkannya nama Soeharto ke dalam 40 nama yang diusulkan Kementerian Sosial kepada Dewan GTK untuk dijadikan pahlawan nasional juga mendapat kritik keras dari kalangan masyarakat, termasuk aktivis pada tahun 1998.

Dalam keterangan yang diterima pekan lalu, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, “Upaya menjadikan Soeharto sebagai pahlawan nasional merupakan bentuk pengkhianatan terbesar terhadap amanah rakyat sejak tahun 1998. Jika usulan ini terus berlanjut, reformasi berpotensi berakhir di tangan pemerintahan Prabowo.”

“Soeharto tumbang karena adanya protes masyarakat yang melahirkan reformasi, oleh karena itu pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto bisa dianggap sebagai akhir dari reformasi itu sendiri,” ujarnya.

Gerakan Gabungan Masyarakat Justili Soeharto (GEMAS) menyatakan usulan menjadikan Soeharto sebagai pahlawan nasional oleh Kementerian Sosial merupakan langkah yang mengecewakan.

Kontras yang tergabung dalam Gemas mengaku koalisi sudah membaca gelagat pendukungnya akan berupaya memastikan rencana pemberian gelar pahlawan nasional tetap terlaksana.

Koordinator Kontras Dimas Bagus Arya saat dihubungi, Selasa (21/10), menyebutkan upaya yang dilakukan Gemas untuk mendorong Soeharto agar tidak diusulkan menjadi pahlawan nasional. Gemas, kata dia, telah menyiapkan surat terbuka yang ditandatangani lebih dari 100 lembaga dan individu berisi penolakannya kepada Kementerian Sosial.

Sementara itu, Juru Bicara Komite Mahasiswa dan Demokrasi Rakyat (Komrad 98), Asep Nurdin, menyatakan penolakannya. Ia menilai usulan pemberian gelar Pahlawan kepada Soeharto merupakan tindakan yang melanggar akal sehat dan sejarah negara.

“Soeharto digulingkan oleh semangat besar reformasi yang banyak menumpahkan darah dan air mata, serta merenggut puluhan, ratusan, bahkan jutaan nyawa sejak sebelum ia berkuasa hingga akhir masa pemerintahannya.

ASEP menambahkan, kegagalan negara dalam menyelesaikan pelanggaran HAM berat dan praktik korupsi pada masa Orde Baru tidak lepas dari budaya negara yang mudah melupakan sejarah. Ia menilai upaya pemberian gelar Pahlawan kepada Soeharto merupakan tanda menurunnya semangat Reformasi.

Ketua Komisi IV DPR RI SITI Hediati Hariyadi bersama Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni usai menghadiri acara pelepasan satwa dilindungi, bersama anggota Komisi IV DPR RI, di Pantai Saba, Kabupaten Gianyar, Bali, Senin (27/10).Ketua Komisi IV DPR RI SITI HEDIATI Hariyadi alias Titiek Soeharto. (Pahami.id/Kadafi)

Sambutan keluarga Soeharto

Sementara itu, salah satu putri Soeharto, Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto menyambut baik rencana pemberian gelar pahlawan nasional kepada ayahnya.

Titiek yang juga Ketua Komisi IV DPR RI mengucap ‘Alhamdulillah dan Alhamdulillah’ soal rencana pemberian gelar kepada Presiden Soeharto.

Alhamdulillah terima kasih, kalau datang alhamdulillah, kata Titiek usai menghadiri acara pelepasan satwa dilindungi penyu, di Pantai Saba, Kabupaten Gianyar, Bali, Senin (27/10) sore.

Kemudian terkait harapannya terhadap rencana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto, pihaknya menjawab singkat, harapannya yang terbaik, ”ujarnya.

(yoa/kdf/anak-anak)