Jakarta, Pahami.id —
Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi memamerkan sederet prestasi sejak bersekolah di pesantren hingga saat ini.
Hal itu disampaikan Yudian dalam rapat dengan Komisi II DPR di Kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (10/9).
Mulanya ia menjelaskan isu kontroversial pelepasan cadar Paskibraka jelang upacara HUT ke-79 RI di IKN.
Kemudian ia menjelaskan bahwa dirinya beragama Islam dan bersekolah di pesantren sejak berusia 15 tahun.
Yudian kemudian memamerkan sederet prestasinya selama berada di pesantren. Mulai dari memenangkan pidato hingga mendapat nilai sempurna dalam pelajaran tafsir Al-Qur’an.
“Saya juara pidato di pesantren saat umur 16 tahun. Saya lompat kelas dan juara umum di pesantren dan juara pidato di pesantren. Saya salat Istisqa Imami. Juara saat umur 16 tahun,” tuturnya. Yudian.
“Saya mungkin satu-satunya orang di pesantren yang bisa mendapatkan tafsir Alquran dengan nilai ijazah 10 atau 100. Dan tanggal atau sejarah 100. Saat itu saya melanjutkan di Pesantren Munawir Krapyak Yogya,” dia menambahkan.
Tak berhenti sampai disitu, Yudian kembali memamerkan prestasinya selama menuntut ilmu. Ia mengaku kuliah di dua tempat, yakni di IAIN dan Fakultas Filsafat UGM. Kemudian ia juga mendapat beasiswa untuk belajar di Kanada dan masuk Harvard Law School.
“Saya sudah menerjemahkan lebih dari 50 buku dari bahasa Arab, Inggris, Perancis, dan Indonesia. Dan saya terpilih sebagai pemenang beasiswa kuliah di Kanada untuk program MA dan S3. Saya mungkin satu-satunya dosen PTKIN yang bisa masuk Fakultas Hukum Harvard. sekolah hukum terbaik di dunia,” katanya.
“Saya pendiri pesantren. Saya pendiri tarekat. Maaf. Jelas di sini,” ujarnya lagi.
Dalam kesempatan yang sama, Yudian juga memaparkan pernyataan kontroversialnya terkait agama sebagai musuh Pancasila.
Ia menjelaskan secara filosofis bahwa setiap benda atau makhluk terdiri dari positif dan negatif. Tugas manusia, lanjutnya, hanya mengoptimalkan potensi positif suatu benda dan memikirkan potensi negatifnya hingga mencapai titik keseimbangan. Mengingat hal tersebut, ia mengatakan perekat paling kuat dalam Pancasila adalah agama.
“Suku, agama, ras, antar golongan kalau kita lihat perekat yang paling kuat dalam Pancasila adalah agama. Tapi jangan salah, kalau ada konflik, perusak yang paling kuat juga agama. Itu hukum sederhana yang seimbang, kok. Ceritanya, saya bilang Pancasila adalah kesepakatan tertinggi bangsa Indonesia. Jangan dicampur dengan nilai-nilai agama, kata Yudian.
(rzr/fra)