Surabaya, Pahami.id —
Elina Widjajanti, seorang nenek berusia 80 tahun di Surabaya, Jawa Timurdiduga dipukuli dan diusir paksa dari rumahnya oleh puluhan anggotanya organisasi masyarakat regional (ormas).
Rumah Elina di Desa Kuwukan, Desa Lontar, Kecamatan Sambikerep, Surabaya kemudian dibongkar rata dengan tanah. Barang dan dokumen penting juga hilang.
Pengacara korban, Wellem Mintarja mengatakan, kliennya diusir paksa dari rumahnya di Dukuh Kuwukan, Desa Lontar, Kecamatan Sambikerep, Surabaya.
“30 orang yang diduga melakukan penggusuran paksa tetap dieksekusi tanpa adanya putusan pengadilan,” kata Wellem, Jumat (26/12).
Padahal, kata Wellem, Elina sudah tinggal di rumah tersebut sejak 2011 bersama Musmirah, Sari Murita Purwandi, Dedy Suhendra, dan Iwan Effendy. Diketahui, tanah yang merupakan aset milik Elisa Irawati itu kemudian jatuh ke tangan ahli waris Elina bersama lima orang lainnya.
Wellem mengatakan, kejadian itu bermula pada 6 Agustus 2025, saat seseorang berinisial S dan M serta rombongan sekitar 50 orang memaksa masuk ke rumah tempat Elina menginap. Mereka mengusir pemilik rumah.
“Cara pembuangannya sudah dijelaskan. Di situ neneknya ditarik paksa, ditarik. Iya ditarik paksa, diangkat lalu diusir keluar rumah dan ada saksi yang bilang dia berdarah,” ujarnya.
Penggusuran dilakukan secara paksa. Akibatnya, hidung Elina berdarah dan wajahnya memar. Dan anak cucunya pun ketakutan.
Selanjutnya, setelah mengusir paksa penghuni rumah, S dan Y memasang palang pada pintu gerbang rumah, sehingga Elina tidak bisa kembali ke kediamannya. Untuk sementara dia pergi ke rumah kerabatnya.
Tapi itu tidak berhenti di situ. Pada tanggal 15 Agustus 2025, S dan Y tiba-tiba memindahkan barang-barang Elina tanpa sepengetahuan pemiliknya menggunakan dua mobil pick up ke suatu tempat yang tidak diketahui.
“Penghuni rumah tidak diperkenankan masuk dan beberapa hari kemudian kami juga mendapatkan bukti ada orang yang mengangkut barang dengan mobil pick-up, tidak tahu kemana akan dipindahkan, tanpa konfirmasi dari penghuni rumah,” ujarnya.
Sehari kemudian, S dan Y mendatangkan alat berat untuk merobohkan rumah Elina hingga rata dengan tanah.
“Kemudian setelah itu kita dapat alat beratnya, ada di sana dan rumahnya sekarang rata,” ujarnya.
Menurut Wellem, pembongkaran bangunan tersebut merupakan tindakan ilegal dan merupakan pelanggaran karena dilakukan tanpa perintah pengadilan. Namun setelah itu, uraian akta jual beli Nomor: 38/2025 Notaris/PPAT Surabaya Dedy Wijaya muncul S pada 24 September 2025.
Padahal, menurut dia, kliennya tidak pernah menjual rumah warisan kakaknya. Pada 23 September 2025, Elina pun melakukan sidak di Kampung Lontar dan menemukan bahwa tanah tersebut masih atas nama Elisa Irawati.
Wellem mengatakan, pihaknya telah melaporkan kejadian tersebut ke polisi dengan nomor laporan: LP/B/1546/X/2025/SPKT/POLDA JAWA TIMUR pada 29 Oktober 2025. Pada tahap awal, pihaknya melaporkan pelaku yang dijerat Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan dan pengrusakan kolektif.
“Jadi di sini saya tekankan, kami laporkan pelaksanaannya tanpa ada keputusan pengadilan,” ujarnya.
Nenek Elina sendiri berharap polisi menindak tegas pelaku. Ia juga meminta agar rumahnya yang dibongkar diganti, serta surat-surat dan harta bendanya dikembalikan.
“Dokumen dan barang milik nenek bisa dikembalikan. Ya minta ganti rugi,” kata Elina.
Wakil Walkot Surabaya Armuji menanggapinya
Kasus ini pun mendapat perhatian Wakil Wali Kota Surabaya Armuji. Dia bertemu Elina. Ketua DPC PDIP Surabaya pun menyarankan agar kasus ini segera ditangani Polda Jatim.
Kasus ini sudah dilimpahkan ke Polda, akan kami lanjutkan agar bisa pengusutan tuntas, kata Armuji.
Armuji pun berharap polisi bisa menindak tegas anggota ormas yang diduga melakukan tindakan kekerasan dan kekerasan terhadap Elina.
“Orang-orang seperti ini mohon ditindak tegas terhadap ormas, laporkan orang-orang seperti ini ke polisi agar ada keadilan di sana. Jika tidak, maka masyarakat Indonesia akan mengkritik kalian semua,” ujarnya.
Polda Jatim sendiri mengaku sudah menindaklanjuti laporan dugaan pengeroyokan dan pengrusakan barang secara serentak yang dialami Elina. Total ada enam saksi yang diperiksa.
“Iya, sudah ditindaklanjuti dan sudah diproses sidik jarinya. Sejauh ini sudah ada enam orang saksi yang diperiksa,” kata Kabid Humas Polda Jatim Kompol Jules Abraham Abast.
(fra/frd/fra)

