Berita Respons KLH soal BRIN Temukan Mikroplastik dalam Air Hujan di Jakarta

by
Berita Respons KLH soal BRIN Temukan Mikroplastik dalam Air Hujan di Jakarta


Jakarta, Pahami.id

Temuan terbaru Badan Riset dan Inovasi Nasional (Bryn) yang mengungkapkan adanya konten partikulat Mikroplastik Bahaya air hujan di Jakarta membuktikan bahwa polusi plastik kini tidak hanya mencemari daratan dan lautan, tapi juga atmosfer.

Menanggapi hal tersebut, Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq mengatakan, ditemukannya kandungan mikroplastik pada air hujan di Jakarta merupakan tanda perlunya tindakan serius untuk mengatasi permasalahan sampah, khususnya di tempat pengolahan akhir (TPA). Buka tempat pembuangan sampah.

“Iya, bagaimana tidak ada mikroplastik kalau sampahnya menumpuk. BantargeBang (TPA) sendiri pasti menyumbang banyak mikroplastik,” kata Hanif di Jakarta, Senin (20/10).


Ditegaskannya, ditemukannya mikroplastik di lingkungan bukanlah hal yang mengherankan mengingat praktik penumpukan sampah tanpa pengolahan di tempat pembuangan sampah di berbagai wilayah di Indonesia, termasuk di wilayah Jakarta yang membuang sampah di TPA BantargeBang.

“Dengan adanya sampah yang menumpuk jika terkena air hujan, terkena air, terkena panas pasti akan menimbulkan mikroplastik,” ujarnya.

Ia menegaskan, pemerintah serius menangani persoalan sampah. Salah satu upaya yang diintensifkan adalah pengawasan dan pengelolaan tempat pembuangan sampah Membuka membuang yang sudah mulai dilakukan. Termasuk, lanjutnya, mulai bertransformasi menjadi saniter landfill yang menutup sampah dengan tanah namun dilengkapi lapisan tanah liat untuk mencegah pencemaran agar tidak terlepas ke lingkungan serta pipa untuk menyalurkan gas metana.

Penutupan juga diharapkan mampu mengurangi penyebaran mikroplastik secara besar-besaran dibandingkan membiarkan sampah di tempat terbuka.

“Itulah sebabnya sejak menjabat Pak Presiden [Presiden RI Prabowo Subianto] Minta TPA ditertibkan, ya kami ditertibkan. Hampir seluruh kabupaten/kota sudah melakukannya. “Kecuali yang besar seperti BantargeBang, sepertinya sulit untuk mematikannya,” kata Hanif.

Sebelumnya, pada pekan lalu saat memaparkan hasil penelitiannya, peneliti Brin Muhammad Reza Cordova mengatakan, air hujan yang kini mengandung partikel plastik merupakan cerminan perilaku manusia terhadap bumi. Ia mengatakan, sampel penelitiannya adalah air hujan yang turun di ibu kota Indonesia, Jakarta, sejak tahun 2022.

“Plastik-plastik yang kita buang sembarangan, asap yang kita biarkan mengepul, sampah-sampah yang kita bakar karena malas untuk mengembalikan semuanya ke kita dalam bentuk yang lebih halus, lebih tenang, namun lebih berbahaya,” kata Reza seperti dikutip dari situs Brin, Sabtu (18/10).

Reza kemudian menjelaskan, dugaan pencemaran mikroplastik bisa jadi ada pada air hujan yang jatuh dari langit. Menurutnya, partikel plastik mikroskopis tersebut terbentuk dari hasil degradasi sampah plastik yang melayang di udara akibat aktivitas manusia.

Mikroplastik tersebut berasal dari serat pakaian sintetis, debu kendaraan dan ban, sisa pembakaran sampah plastik, serta degradasi plastik di ruang terbuka, kata Reza.

Ia menyatakan, untuk mengatasi permasalahan tersebut, Brin mendorong adanya langkah konkrit di seluruh sektor.

Pertama, penguatan penelitian dan pemantauan rutin kualitas udara dan air hujan di kota-kota besar. Kedua, memperbaiki pengelolaan sampah plastik di hulu, termasuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai dan meningkatkan fasilitas daur ulang.

Ketiga, mendorong industri tekstil menerapkan sistem filtrasi pada mesin cuci untuk mencegah keluarnya serat sintetis.

Selain itu, edukasi masyarakat menjadi kunci penting. Reza mengajak masyarakat untuk mengurangi penggunaan plastik, memilah sampah, dan tidak membakar sampah sembarangan.

Menurut Reza, mikroplastik umumnya terdapat dalam bentuk serat sintetis dan pecahan plastik kecil, terutama polimer seperti poliester, nilon, polietilen, polipropilen, dan juga polibutadiena yang berasal dari ban kendaraan.

Rata-rata, peneliti menemukan sekitar 15 partikel mikroplastik per meter persegi per hari pada sampel hujan di wilayah pesisir Jakarta.

Reza meyakini fenomena tersebut terjadi karena siklus plastik kini sudah sampai ke atmosfer.

Menurut dia, mikroplastik dapat terangkat ke udara melalui debu jalan, asap pembakaran, dan aktivitas industri, kemudian terbawa angin dan dikembalikan melalui hujan. Proses ini, kata Reza, disebut dengan pengendapan mikroplastik di atmosfer.

(antara/anak-anak)