Jakarta, Pahami.id —
Abisinia mengumumkan masa berkabung selama tiga hari pada Jumat (26/7) menyusul bencana tersebut tanah longsor kematian yang merenggut lebih dari 250 nyawa.
Dilaporkan AFP, tim penyelamat melanjutkan pencarian mayat yang mengerikan di daerah kecil Kencho Shacha Gozdi. Sedangkan para penyintas menguburkan korban meninggal dunia dalam bencana tersebut.
Badan kemanusiaan PBB OCHA, mengutip pemerintah setempat, mengatakan Kamis lalu bahwa 257 orang telah terbunuh dan memperingatkan bahwa jumlah korban tewas bisa mencapai 500 orang.
“Dewan Perwakilan Rakyat telah mengumumkan masa berkabung nasional selama tiga hari bagi orang-orang yang kehilangan nyawa dalam kecelakaan tanah longsor,” kata Parlemen Ethiopia seraya menambahkan bahwa masa berkabung akan dimulai pada Sabtu (27/7).
Masa berkabung akan memberikan “penghiburan bagi keluarga mereka dan semua orang di negara kita,” tambah pernyataan itu, yang dibagikan oleh Ethiopian Broadcasting Corporation yang dikelola pemerintah.
Komisi Manajemen Risiko Bencana Ethiopia mengatakan sebelumnya pada hari Jumat bahwa bantuan kemanusiaan dan rehabilitasi “berjalan dengan baik” di wilayah Tanduk Afrika.
Struktur koordinasi dan integrasi tanggap darurat bencana telah dibentuk, sehingga jumlah orang yang harus dievakuasi menjadi 6.000 orang.
OCHA mengatakan lebih dari 15.000 orang harus dievakuasi karena risiko tanah longsor lebih lanjut, termasuk anak-anak kecil dan ribuan wanita hamil atau ibu baru.
Bantuan mulai berdatangan, katanya, termasuk empat truk dari Palang Merah Ethiopia.
Para pejabat mengatakan sebagian besar korban terkubur ketika mereka bergegas memberikan pertolongan setelah tanah longsor pertama, yang terjadi setelah hujan lebat Minggu lalu di daerah sekitar 480 kilometer (300 mil) dari ibu kota Addis Ababa.
Belasungkawa internasional pun mengalir, termasuk dari Uni Afrika, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dan Ketua Organisasi Kesehatan Dunia Tedros Adhanom Ghebreyesus, yang merupakan warga Etiopia.
Negara terpadat kedua di Afrika ini sering dilanda bencana terkait iklim mulai dari banjir hingga kekeringan. Akibatnya, lebih dari 21 juta orang atau sekitar 18 persen penduduk bergantung pada bantuan kemanusiaan.
(sfr)