Berita Protes Warga Surabaya saat Kartu Keluarga Masuk Daftar Blokir

by


Surabaya, Pahami.id

Warga kota SurabayaJawa Timur, Wahyu Hestiningdiah kaget saat mendapat pemberitahuan bahwa kartu keluarga (KK) masuk daftar blokir Pemkot Surabaya.

Seorang warga Ngagel Rejo, Wonokromo mengatakan, hal itu bermula saat ibunya mendapat notifikasi dari grup WhatsApp warga bahwa KK miliknya diancam akan diblokir, Senin (24/6).


Pemberitahuan tersebut disampaikan oleh Ketua Kelompok Dasawisma di wilayahnya. Wahyu mengatakan, dalam pemberitahuan tersebut juga terdapat ratusan keluarga lainnya yang terancam diblokir.

“Jadi Ketua Kelompok Dasawisma Ngagel Rejo membagikan file excel yang berisi daftar anggota komplotan Ngagel Tirto 3 yang KKnya diblokir. Dari sana salah satunya adalah keluarga saya,” kata Wahyu kepada CNNIndonesia.comRabu (26/6).

Mengetahui kabar tersebut, Wahyu dan ibunya kemudian mempertanyakan kebijakan tersebut di Kantor Kampung Ngagel Rejo. Ternyata banyak warga di sana yang mengeluhkan hal serupa.

Aparat desa kemudian mencari ibunya. Mereka diduga sudah pindah tempat tinggal, atau sudah tidak tinggal lagi di alamat yang tertera di KK.

“Di kantor kecamatan setempat sebenarnya bilang seperti ini, ‘kalau diblokir berarti saya tidak akan pernah tinggal di rumah ini’. Anda paham. [ibu] Dari saya menikah sampai sekarang, anak saya dari bayi sampai sekarang semuanya tinggal di Ngagel. “Terus dia (petugas) bilang, ‘Ibu tahu, jangan bohong, nanti ibu diperiksa di rumah,’” ujarnya menirukan petugas.

Padahal, kata Wahyu, rumah tersebut sudah dihuni oleh ibu dan ayahnya sejak mereka menikah pada tahun 1980-an. Ia juga telah tinggal di rumah itu sejak lahir hingga sekarang.

Keluarga Wahyu tidak pernah pindah dari rumah itu, kecuali saudara-saudaranya yang sudah pindah keluarga dan tempat tinggalnya karena sudah berkeluarga.

“Sejak saya lahir sampai sekarang, kami belum pernah pindah. Karena ini rumah permanen, bukan kos-kosan atau kontrak,” ujarnya.

Hal ini menurutnya aneh, karena setiap tahun diadakan pemilu atau pilkada, keluarganya selalu mendapat hak pilih. Rumahnya juga tak henti-hentinya didatangi pejabat Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang melakukan pencocokan dan penelitian (coklit).

Logikanya, sejak 1980-an sampai sekarang tiba-tiba diblokir, padahal setiap pemilu kita selalu bisa memilih. Kalau kita bergerak, kita tidak bisa memilih, katanya.

Selain itu, oleh aparat daerah, Wahyu dan ibunya diminta menemui RT di wilayah tempat tinggalnya. Ia kemudian harus mengisi ulang datanya sebagai warga negara.

“Kami diberikan surat formulir lagi oleh RT. Kami disuruh mengisi data diri lagi, dan sampai saat ini belum ada tindak lanjutnya,” ujarnya.

Pemblokiran gratis

Wahyu mengaku kecewa mengapa Pemkot Surabaya tiba-tiba memasukkan KK miliknya ke dalam daftar blokir tanpa pernah melakukan sosialisasi kepada warga.

Ia sendiri mengaku mengetahui kebijakan pembatasan KK yang diterapkan Pemkot Surabaya. Namun dia hanya mengetahui informasi tersebut melalui berita. Dia juga menyesal.

“Kami sebenarnya kurang informasinya, kami hanya membacanya di berita, tapi saya kira Pemkot sendiri tidak menjelaskan dasar pencabutan tersebut, sehingga informasi yang kami dapatkan terbatas,” ujarnya.

“Tidak ada sosialisasi dari mukim, dari RT harusnya ada penyuluhan dulu, baru ada solusinya, kalau terhambat apa yang harus kita lakukan,” ujarnya lagi.

Menurut dia, saat ini terjadi kekisruhan pendataan di tingkat Pemkot Surabaya, kecamatan, dan kelurahan. Hal ini menyebabkan kebijakan pemblokiran KK dilakukan tanpa pandang bulu.

Sebelumnya, sebanyak 42.408 KK di Surabaya terancam diblokir oleh Pemkot Surabaya, karena alamat tempat tinggalnya tidak sesuai dengan data yang tertera. Risikonya adalah mereka tidak akan mampu mengurus sebagian administrasi kependudukan.

Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Surabaya Eddy Christijanto mengatakan, pihaknya mencatat ada 97.408 KK yang domisilinya berbeda dengan data Pemkot. Jumlah tersebut kini semakin berkurang.

“Totalnya (penurunan) 61.750 (KK), lalu turun lagi menjadi 42.807, sekarang tinggal 42.408,” kata Eddy, Sabtu (20/6).

Eddy menuturkan, jumlahnya mengalami penurunan belakangan ini. Sebab, sejumlah warga yang domisilinya berbeda dengan KK sudah memberikan penjelasan.

Warga dimintai penjelasan

Eddy meminta masyarakat segera memberikan penjelasan kepada RT/RW setempat. Sebab, KK mereka akan diblokir jika tidak segera bergerak, hingga batas akhir 1 Agustus 2024.

Dampak dari pemblokiran ini adalah mereka yang data administratifnya (administratifnya) diblokir, tidak bisa berfungsi, ujarnya.

Jika KK-nya diblokir, maka warga tidak bisa melakukan beberapa proses administrasi yang menggunakan KTP, seperti layanan BPJS dan persyaratan NPWP.

“[Tidak bisa] Anda juga tidak bisa membuat rekening baru untuk BPJS, dan untuk keperluan NPWP. Tujuannya, ketika mereka bermasalah dengan dokumen KTP-nya, pasti datang ke kami, katanya.

Oleh karena itu, Eddy berharap masyarakat menaati aturan bertempat tinggal di KK sesuai domisilinya. Hal ini akan memudahkan pemerintah dalam mengumpulkan data.

“Ini dampaknya kalau terdaftar di keluarga miskin misalnya. Tapi kalau mau bantu tidak ada, bagaimana kita tingkatkan kesejahteraannya? Tidak ada, jadi kita (Pemkot) kesulitan, ” dia berkata.

(frd/malam)