Jakarta, Pahami.id –
Presiden Republik Indonesia Prabu Subianto berencana untuk menambahkan pusat pemulihan bagi pengguna Narkoba di berbagai daerah di Indonesia.
Dengan begitu, daerah-daerah yang belum mempunyai fasilitas rehabilitasi akan mempunyai tempat untuk merawat dan mengobati para pengguna narkoba di kemudian hari. Hal ini sejalan dengan pernyataan pejabat senior Polri dan Badan Narkotika Nasional (BNN) sebelumnya yang mendukung penguatan rehabilitasi kasus penyalahgunaan narkoba, dibandingkan hukuman pidana.
“Saya kira perlu ada penambahan pusat rehabilitasi. Ada beberapa kabupaten yang belum punya, harus cepat kita selesaikan,” kata Presiden Prabowo kepada wartawan usai pemusnahan barang bukti narkoba periode Oktober 2024-2025 di Jakarta, Rabu (29/10).
Lanjutnya, perang melawan narkoba juga bukan menjadi tanggung jawab Polri dan BNN, melainkan seluruh elemen negara Indonesia.
“Ini kerja seluruh negara, jangan hanya mengandalkan satu lembaga, dua lembaga, itu tidak mungkin! Kita semua harus bahu-membahu, karena ini sangat berbahaya,” ujarnya.
Rabu pekan lalu, Prabowo menghadiri pemusnahan barang bukti narkoba sebanyak 214,84 ton senilai Rp 29,37 triliun di Lapangan Bhayangkara Mabes Polri.
Dalam kurun waktu Oktober 2024 hingga Oktober 2025, Polri menemukan 49.306 kasus narkoba dengan total tersangka 65.572 orang. Nantinya, Polri juga melaksanakan 1.898 program rehabilitasi penyalahgunaan narkoba dengan pendekatan restorative justice.
Memperkuat pemulihan
Di tempat yang sama, Irjen Pol Listyo Sigit Prabowo mendorong penguatan upaya rehabilitasi untuk merehabilitasi korban penyalahgunaan narkoba agar bisa diterima kembali di masyarakat.
Listyo mengatakan, saat ini belum semua kabupaten dan kota memiliki lembaga rehabilitasi untuk menampung pecandu narkoba.
Saat ini terdapat 615 lembaga rehabilitasi di seluruh Indonesia, terdiri dari 393 rehabilitasi medis dan 222 rehabilitasi sosial, katanya dalam upacara pemusnahan barang bukti narkoba periode Oktober 2024-2025 di Lapangan Bhayangkara, Jakarta Selatan, Rabu.
Untuk memperkuat upaya rehabilitasi, menurut Irjen Pol, diperlukan kerja sama seluruh kementerian/lembaga dan pemangku kepentingan terkait (stakeholder), khususnya Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Sosial (Kemensos), BNN dan pemerintah daerah untuk terus menyediakan tempat rehabilitasi yang memadai.
Ia menilai keberadaan lembaga rehabilitasi yang memadai dengan metode pengobatan yang tepat sangat penting untuk menuntaskan proses rehabilitasi pecandu narkoba agar korbannya tidak kembali menjadi pecandu.
Sebaliknya, fasilitas yang tidak memadai dan cara pengobatan yang ekstrim dapat mengakibatkan kematian, ujarnya.
Beberapa hari sebelumnya, Kepala BNN Komisaris Jenderal Pol Suyudi Ario Seto menyatakan rehabilitasi merupakan tombak penyelamatan bagi korban narkotika.
Dalam webinar di Jakarta, Jumat (24/10), Suyudi menekankan pentingnya peran rehabilitasi sebagai ujung tombak penyelamatan korban penyalahgunaan narkoba.
Data BNN menunjukkan terdapat sekitar 3,3 juta pecandu narkotika di Indonesia, dimana 2,71 juta diantaranya merupakan usia produktif sehingga perlu digencarkan rehabilitasi, kata Suyudi saat itu.
Oleh karena itu, BNN ingin memperluas program rehabilitasi melalui pengembangan layanan rawat jalan yang transparan dan terukur, pembangunan pusat rehabilitasi baru, serta penguatan lembaga penerima wajib lapor (IPWL) dan sistem digital seperti Sirena 2.0 dan Seru online.
Selain itu, BNN dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) meningkatkan standarisasi rehabilitasi medik dengan menandatangani perjanjian kerja sama (PKS) penyelenggaraan pelatihan dan peningkatan efisiensi tenaga medis dan tenaga kesehatan di bidang rehabilitasi medik di Jakarta, Kamis (23/10).
Deputi Rehabilitasi BNN RI Bina Ampera Bukit mengatakan pihaknya saat ini mengembangkan lebih dari 200 klinik rehabilitasi yang tidak hanya fokus menangani penyalahgunaan narkoba, tetapi juga memberikan layanan berbasis bukti yang aman dan berkualitas.
“Ini merupakan tonggak penting mengingat nilai strategis dan besarnya anggaran yang terlibat,” kata Bina saat penandatanganan.
Ruang lingkup kerja sama yang disepakati meliputi pelatihan daring, luring, atau hybrid yang diselenggarakan IDI melalui Lembaga Pendidikan, Pelatihan, dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (LP3S-IDI).
Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Besar (PB) IDI DR. Slamet Budiarto mengatakan kerja sama tersebut bersifat mutualistik dengan tujuan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat Indonesia.
“Kami memiliki LP3, lembaga pendidikan dari Ikatan Dokter Indonesia yang akan membantu teman-teman BNN agar SDM kesehatan di BNN dapat meningkat dan lebih bermanfaat bagi masyarakat,” kata Slamet dalam kesempatan yang sama.
(antara/anak-anak)

