Jakarta, Pahami.id —
Polsek Medan tentukan A, siswa kelas 6 SD (sekolah dasar) sebagai anak yang berkonflik dengan hukum karena membunuh ibu kandungnya. Namun, A menunjukkan penyesalan atas perbuatannya.
Tentu penyesalan adalah perasaan seorang anak terhadap ibunya, kata Kapolrestabes Medan Kompol Jean Calvijn Simanjuntak di Polrestabes Medan, Senin (29/12).
Menurutnya, A memutuskan membunuh ibu kandungnya karena merasa sakit hati. Selama tiga tahun terakhir, A, kakaknya, dan ayahnya kerap dimarahi ibu kandungnya.
Kekerasan kakak beradik yang terjadi selama tiga tahun terakhir ini menyebabkan anak-anaknya sering dimarahi, jelasnya.
Dalam pemeriksaan, polisi juga menemukan situasi keluarga yang tidak harmonis. Hubungan korban dengan suaminya dikabarkan sudah lama bermasalah dan keduanya tinggal terpisah satu lantai di rumah tersebut.
“Memang posisinya kurang menguntungkan bagi bapak. Berdasarkan informasi tetangga dan keluarga, status keduanya tidak harmonis. Posisi bapak tinggal di lantai dua. Ibu dan anak di lantai satu,” ujarnya.
Meski begitu, Calvijn menegaskan penanganan kasus ini dilakukan dengan sangat hati-hati dan teliti. Proses penyidikannya juga dalam pengawasan Bareskrim Polri dan Polda Sumut.
“Tapi harap hati-hati. Kami sedang melakukan penyelidikan mendalam. Jadi kami diawasi Bareskrim dan Polda,” ujarnya.
Dalam proses legislasi, Polrestabes Medan memastikan seluruh syarat pokok A terpenuhi. Bantuan psikologis dan sosial juga diberikan dengan melibatkan Balai Pemasyarakatan (Bapas), Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, dan tenaga profesional lainnya.
“Dalam proses ini kebutuhan dasar kita berikan dengan baik. Makanya kita undang psikolog dari Kantor Ayah, Pengabdian kepada Masyarakat, Dinas Pendidikan, hak pendidikan, hak beragama, bermain, bernyanyi. Dia juga menulis. Dari nomor 1 sampai 10, anak ini nyaman di nomor 10 dengan PPA dan Polisi Wanita,” ujarnya.
(fnr/tidak)

