Jakarta, Pahami.id —
Sejumlah ahli menyampaikan penilaiannya terkait kecelakaan tragis yang terjadi Air Jeju di Bandara Internasional Muan Korea Selatan pada Minggu (29/12).
Kecelakaan pesawat dalam penerbangan dari Thailand menewaskan 179 dari 181 penumpang dan awak pesawat. Hanya dua orang yang dilaporkan selamat, yakni dua awak kabin dan masih dirawat di rumah sakit.
Selama ini masyarakat masih bertanya-tanya mengapa pesawat Boeing 737-800 itu jatuh tanpa roda saat mendarat hingga meledak setelah menabrak dinding pembatas landasan pacu.
Hingga saat ini, beberapa analis dan otoritas penerbangan masih menduga bahwa Jeju Air jatuh akibat tabrakan dengan burung atau serangan burung menyebabkan mesin tidak berfungsi.
Namun, apakah serangan burung satu-satunya penyebab pesawat bisa jatuh? Apakah ada faktor lain?
Pakar lain yang juga Direktur Pusat Pendidikan Penerbangan Universitas Hanseo, Kim Kyu Wang, mengidentifikasi serangan burung sebagai penyebab paling mungkin kerusakan roda pendaratan.
Kim menilai tabrakan burung tersebut mungkin berdampak pada performa mesin dan sistem hidrolik.
“Jika ada burung yang terbang ke dalam mesin, mesin tersebut dapat rusak dan mempengaruhi sistem hidrolik yang terhubung,” katanya seperti dikutip kantor berita. YonhapSenin (30/12).
Sistem hidrolik berfungsi untuk menaikkan dan menurunkan roda pendaratan pada saat lepas landas dan mendarat.
“Bagian itu mungkin rusak,” kata Kim.
Namun, beberapa orang tidak setuju bahwa tabrakan dengan burung mengganggu pengoperasian mesin dan menyebabkan hasil yang buruk.
Mereka mencatat bahwa meskipun satu mesin rusak akibat serangan burung tersebut, mesin kedua masih mampu mengoperasikan roda pendaratan, sehingga menunjukkan mungkin ada masalah sistem tambahan.
Profesor penerbangan dari Universitas INHA, Choi Kee Young, yakin roda pendaratan yang tidak bisa dioperasikan adalah penyebab langsung kecelakaan itu.
Jika dilihat dari video, roda pendaratan tidak memanjang dan pesawat terjatuh dengan kehilangan kecepatan, ujarnya.
Pesawat itu, lanjutnya, mengalami beberapa kali rem. Jika roda pendarat rusak, mesin dorong mundur akan mengangkat sayap, yang berfungsi sebagai rem udara.
“Namun, remnya sepertinya tidak berfungsi dalam kasus ini,” kata Choi.
Lebih lanjut, Choi mengatakan saat mendarat dengan perutnya, pesawat harus melambat dengan menciptakan lebih banyak hambatan pada sayap.
“Tapi di video tidak terlihat. Dugaan saya kedua mesin tersebut rusak,” imbuhnya.
Choi kemudian mengatakan bahwa jika kedua mesin mati, seluruh pesawat akan jatuh dan perintah pilot tidak akan disampaikan.
Pakar lain merekomendasikan penyelidikan lebih lanjut untuk mengetahui penyebab kecelakaan pesawat termasuk kemungkinan cacat lahir.
Sulit untuk menyimpulkan bahwa tabrakan dengan burung menjadi penyebabnya. Kita juga perlu memeriksa apakah pesawat tersebut memiliki cacat bawaan, kata Direktur Pusat Pendidikan Penerbangan Korea Aerospace University, Kim In Gyu.
(isa/rds)