Jakarta, Pahami.id –
Penjual Lele Pecel di trotoar kemungkinan berpotensi dikenakan oleh Undang -Undang Kejahatan Korupsi (Hukum Korupsi). Ini disajikan oleh para ahli hukum Chandra Hamzah dalam sesi persidangan Pasal 2 (1) dan Pasal 3 Undang -Undang Korupsi di Pengadilan konstitusional (MK)
Menurut Chandra, ketentuan dalam artikel ini terlalu luas dan dapat menyebabkan interpretasi berbahaya karena tidak mengandung batasan yang jelas.
Dia menganggap, jika ditafsirkan secara ketat dan sangat banyak, maka siapa pun, termasuk penjual jalanan seperti penjual kucing Pecel, dapat dikategorikan sebagai aktor kriminal.
“Menurut ketentuan Pasal 2 paragraf (1) undang -undang korupsi, penjual kucing Pecel di trotoar juga dapat dikenai sanksi,” katanya, mengutip situs web resmi Pengadilan Konstitusi pada hari Rabu (6/18).
Artikel tersebut menyatakan bahwa “semua orang” melakukan tindakan terhadap hukum dan memperkaya dirinya sendiri atau orang lain yang mengakibatkan hilangnya kerugian finansial negara.
Chandra menjelaskan bahwa penjualan di trotoar sebenarnya merupakan pelanggaran hukum karena trotoar fasilitas publik yang ditujukan untuk pejalan kaki. Jika digunakan untuk perdagangan, dapat dikatakan merusak fasilitas negara dan menyebabkan kerugian finansial negara.
“Penjual Pecel dikategorikan sebagai melakukan korupsi.
Mantan wakil ketua KPK untuk periode 2007-2009 mempertimbangkan penggunaan frasa “semua orang” dalam Pasal 3 dari potensi tindakan korupsi untuk menyimpang dari esensi korupsi itu sendiri.
Dia berpendapat bahwa korupsi harus merujuk pada penyalahgunaan kekuasaan atau posisi, bukan hanya tindakan terhadap hukum yang dilakukan siapa pun.
Chandra Hamzah juga menyarankan bahwa pasal 2 paragraf (1) dikeluarkan karena melanggar prinsip -prinsip Lex Certa (kejelasan hukum) dan Lex Stricta (tidak diizinkan untuk menafsirkan analogi kriminal).
Untuk Pasal 3, Chandra mengusulkan perubahan dalam editor sesuai dengan Konvensi Konvensi 19 Asosiasi Korupsi (UNCAC).
“Tinjauannya adalah untuk menggantikan frasa ‘semua orang’ untuk menjadi ‘pegawai negeri’ dan ‘penyelenggara negara’, seperti halnya bagi mereka,” katanya.
Dia juga mengusulkan untuk menghilangkan frasa “yang dapat membahayakan keuangan negara dan ekonomi negara” karena dianggap terlalu luas dan ditafsirkan.
Dalam persidangan, ia juga menghadiri Amien Sunaryadi, mantan wakil ketua KPK untuk periode 2003-2007, sebagai ahli keuangan. Dia mengatakan korupsi yang paling umum dalam survei adalah korupsi.
Namun, petugas penegak hukum di Indonesia sebenarnya mengejar lebih banyak kasus terkait dengan kerugian finansial negara tersebut.
“Pekerjaan petugas penegak hukum dan auditor keuangan tidak akan membuat Indonesia bebas dari korupsi. Yang paling korupsi adalah korupsi, tetapi mengejar itu adalah bahaya bagi keuangan negara,” kata Amien.
(CHRI)