Jakarta, Pahami.id —
Ahli Utama Deputi IV Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin menolak penilaian sejumlah pakar ekonomi yang menyebut pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) hanya mewariskan utang kepada presiden dan wakil presiden yang dipilih oleh Presiden Prabu Subianto– Gibran Rakabuming Raka.
Ngabalin menilai persoalan warisan utang kepada pemerintah semakin menunjukkan bahwa pihak yang berbicara tidak memahami persoalan utang negara.
“Apakah dia paham? Apakah dia memahami hukum dasar mengenai utang dan bagaimana pembagian posisi utang pemerintah saat ini,” kata Ali di Toko Krida Bhakti, Jakarta, Jumat (2/8).
Ali mengaku pemerintah selalu berhati-hati dalam mengelola keuangan negara. Menurut dia, rasio utang dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) selalu diperhitungkan.
Ada pengamat yang belum paham, ujarnya.
Kementerian Keuangan sebelumnya mencatat utang pemerintah sebesar Rp8.444,87 triliun hingga akhir Juni 2024. Angka tersebut meningkat Rp91,85 triliun dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai Rp8.353,02 triliun.
Berdasarkan buku anggaran KiTa edisi Juli 2024 yang dikutip Selasa (30/7), rasio utang pada semester I tahun ini tercatat sebesar 39,13 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Berdasarkan bagian itu, 87,85 persen atau Rp 7.418,76 triliun utang diperoleh dari Surat Berharga Negara (SBN) dan 12,15 persen atau Rp 1.026,11 triliun dari pinjaman.
Rinciannya, utang SBN terdiri dari SBN dalam negeri sebesar Rp 5.967,7 triliun yang terbagi atas Surat Utang Negara (SBN) sebesar Rp 4.732,71 triliun dan SBN Syariah sebesar Rp 1.234,99 triliun.
Kemudian, utang SBN valas atau valas sebesar Rp 1.451,07 triliun yang terbagi atas SUN sebesar Rp 1.091,63 triliun dan SBN Syariah sebesar Rp 359,44 triliun.
Selanjutnya utang pinjaman terdiri dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp 38,10 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp 988,01 triliun.
(kr/tsa)