Jakarta, Pahami.id –
Nama Marsinahaktivis buruh yang resmi menyandang gelar tersebut Pahlawan nasionaldiabadikan sebagai Nama Ruang Layanan Hak Asasi Manusia (HAM) pada Kementerian Hak Asasi Manusia (Kementerian Hak Asasi Manusia).
Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai menjelaskan, masuknya nama Marsinah ke Ruang Pelayanan HAM merupakan bentuk penghormatan terhadap aktivis yang menjadi simbol perjuangan hak-hak pekerja dan keadilan sosial di Indonesia.
Marsinah berani memperjuangkan harkat dan martabat manusia. Pemberian nama ini merupakan bentuk penghormatan kami terhadap perjuangan beliau yang merupakan bagian penting dalam sejarah HAM Indonesia, kata Pigai dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Pigai mengatakan pencalonan ini juga merupakan bentuk pengakuan atas keberanian dan tekad Marsinah dalam memperjuangkan hak-hak dasar pekerja, antara lain hak atas upah yang baik, kebebasan berserikat, dan perlakuan manusiawi di tempat kerja.
Menurutnya, jejak perjuangan Marsinah yang hingga saat ini kasus kematiannya belum terselesaikan, patut dikenang sebagai pembelajaran bagi negara dalam memperkuat perlindungan terhadap buruh dan aktivis pembela kebenaran.
Kamar Marsinah terletak di lantai 1 Kantor Kementerian Hak Asasi Manusia yang kini bernama Gedung KH Abdurrahman Wahid. Nantinya, ruangan Marsinah akan digunakan sebagai pusat pelayanan publik di bidang hak asasi manusia kepada masyarakat.
Pigai berharap, penunjukan tokoh aktivis buruh ini dapat menjadi pengingat bagi Kementerian HAM RI atas kewajiban moralnya untuk membela kelompok lemah, memberikan layanan tanpa diskriminasi, dan memperjuangkan keadilan bagi seluruh warga negara.
“Semangat Marsinah adalah jiwa kemanusiaan. Dengan menamakan ruangan ini ‘Kamar Marsinah’, kami ingin memastikan dedikasi dan pengorbanan beliau tidak hilang seiring berjalannya waktu,” kata Pigai.
Presiden RI Prabowo Subianto menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada 10 tokoh yang dinilai berjasa besar bagi negara dan bangsa, termasuk Marsinah.
Marsinah merupakan karyawan di pabrik jam tangan Pt Catur Putra Surya (CPS). Kasus ini terjadi pada tahun 1993 di Sidoarjo, Jawa Timur, ketika para aktivis bersama rekan-rekannya melancarkan aksi mogok untuk menuntut kenaikan upah sesuai standar pemerintah.
Pada 5 Mei 1993, setelah beberapa pekerja di Kodim Sidoarjo (Kodim) ditangkap, Marsinah terakhir kali terlihat saat mendatangi markas untuk menanyakan nasib rekan-rekannya.
Tiga hari kemudian, tepatnya 8 Mei 1993, jenazah Marsinah ditemukan di sebuah gubuk di Nganjuk dengan tanda-tanda penyiksaan berat dan kekerasan seksual.
(Fra/antara/FRA)

