Berita MK Tolak Perluasan Subjek Pelaku Politik Uang dalam UU Pemilu

by


Jakarta, Pahami.id

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak perluasan subjek tindak pidana politik uang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).

MK menilai tidak adanya pembatasan dapat mengkriminalisasi setiap orang dan menimbulkan kesewenang-wenangan.

“Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo saat membacakan putusan perkara nomor 59/PUU-XXII/2024 di Jakarta, Rabu.


Dalam gugatannya, pemohon yang merupakan akademisi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) menggugat Pasal 523 UU Pemilu yang mengatur soal pidana politik uangnya dibatasi pada ‘pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye’. .

Menurut mereka, aturan tersebut terlalu sempit sehingga memberikan perlindungan kepada relawan dan/atau simpatisan yang tidak terdaftar sebagai pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye di KPU, untuk melakukan politik uang.

Oleh karena itu, pemohon menginginkan perluasan frasa subjek pelaku, dari frasa ‘setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye’, menjadi ‘setiap orang’.

Dalam menimbang putusan yang dibacakan Suhartoyo, Mahkamah Konstitusi menilai perluasan subjek hukum atau pelaku tindak pidana politik uang dalam pemilu bisa diterapkan pada semua orang, sehingga tidak dibenarkan.

Sebab, tidak adanya pembatasan bisa mengkriminalisasi setiap orang dan berujung pada tindakan sewenang-wenang, kata Suhartoyo.

Suhartoyo menegaskan, hal ini tergolong politik kriminal (kebijakan kriminal).

Terkait hal tersebut, kata dia, Mahkamah Konstitusi dalam beberapa putusannya selalu konsisten dengan pendiriannya bahwa terkait hal tersebut merupakan kekuasaan pembentuk undang-undang.

Ia menambahkan, frasa ‘masing-masing orang’ sebenarnya termasuk dalam frasa ‘perseorangan’ dalam Pasal 269-271 UU Pemilu terkait penyelenggara kampanye pemilu.

Oleh karena itu, Mahkamah Konstitusi menilai gugatan dan contoh perkara yang diajukan pemohon dalam gugatannya merupakan permasalahan penerapan norma yang bukan merupakan kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menilai.

“Dalam hal ini, apabila masyarakat menilai UU 7 Tahun 2017 (UU Pemilu) masih mempunyai kelemahan khususnya mengenai subjek hukum/pelaku kejahatan politik uang dalam pemilu, maka pembentuk undang-undang dapat membuat norma hukum baru dengan mengganti undang-undang tersebut. hukum lama. norma, “yaitu dengan memasukkan rumusan subjek hukum/pelaku tindak pidana politik uang dalam perubahan UU Pemilu mendatang,” kata Suhartoyo.

(Antara/anak-anak)