Jakarta, Pahami.id —
Pemimpin milisi Hayat Tahrir Al Sham (HTS) yang saat ini mendominasi Suriah, Abu Muhammad Al Julani, menyatakan bahwa negaranya terlalu lelah menghadapi konflik dan perang baru termasuk pertentangan Israel.
Hal itu diungkapkan Julani saat ditanya tanggapannya terkait gerakan Israel yang “memanfaatkan” situasi kisruh di Suriah dengan mengerahkan pasukan untuk menduduki lebih banyak wilayah di Dataran Tinggi Golan. Wilayah tersebut telah diperebutkan oleh Israel, yang telah menduduki sebagian besar Dataran Tinggi Golan sejak tahun 1981.
“Israel jelas telah melewati batas pemisahan diri di Suriah, yang berpotensi memicu eskalasi baru di wilayah tersebut,” kata Julani, yang kini menggunakan nama aslinya, Ahmed Al Sharaa, seperti dikutip. AFP pada Sabtu (14/12).
Namun, dalam sebuah pernyataan di saluran Telegram kelompok tersebut, Julani menambahkan bahwa “kelelahan umum di Suriah setelah bertahun-tahun perang dan konflik tidak memungkinkan kita untuk memasuki konflik baru.”
Pernyataan Julani muncul setelah pasukan Israel memasuki zona penyangga yang diawasi PBB di Dataran Tinggi Golan ketika Presiden Bashar Al Assad digulingkan oleh milisi pada 8 Desember.
Israel juga telah melakukan ratusan serangan udara terhadap aset militer Suriah, menurut pemantau perang.
Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, menyatakan bahwa hal itu menghancurkan “kemampuan strategis yang mengancam Negara Israel.”
Zona penyangga PBB memisahkan wilayah Dataran Tinggi Golan Suriah dengan wilayah yang saat ini diduduki Israel. Tindakan Israel tersebut, menurut PBB, melanggar perjanjian gencatan senjata Israel-Suriah tahun 1974.
Israel, yang telah menduduki sebagian besar dataran strategis tersebut sejak tahun 1974, mengatakan bahwa tindakan tersebut merupakan upaya untuk mempertahankan diri di tengah ketidakpastian politik di negara tetangganya di timur laut tersebut.
(rds)