Berita Menteri ATR Akan Temui Sultan HBX Bahas Lahan Keraton yang Diklaim KAI

by


Yogyakarta, Pahami.id

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid akan bertemu Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (buatan sendiri) Sri Sultan Hamengku Buwono X terkait polemik gugatan tersebut Keraton Jogjakarta senilai Rp 1.000 kepada PT Kereta Api Indonesia (KAI).

Pihak Istana sebelumnya mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Yogyakarta terkait kepemilikan tanah yang diklaimnya sebagai aset PT KAI.

“Kami akan bicara dengan Kanjeng Sultan terkait persoalan pelaksanaan hak atas tanah di Yogyakarta,” kata Nusron di Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta, Rabu (18/12).


Nusron mengatakan, pihaknya akan membahas lahan di Yogyakarta, khususnya yang berstatus non-Keprabon.

Tanah Keprabon merupakan tanah Kesultanan yang digunakan untuk bangunan istana dan aksesorisnya.

“Masalah tanah Keprabon sudah selesai. Memang itu hak Kanjeng Sultan,” tambah Nusron.

Meski demikian, Nusron mengakui terdapat perbedaan penafsiran terkait peraturan pertanahan non-Keprabon di Yogyakarta antara isi UU Pokok Agraria dan Undang-Undang (UU) Khusus.

“Karena ada perbedaan penafsiran, maka perlu kita diskusikan antara Menteri BPN dan Kanjeng Sultan. Kita akan rencanakan lebih lanjut, termasuk lahan KAI yang melibatkan lahan non-Keprabon,” kata Nusron.

Sultan HB X sendiri pernah mengajukan gugatan terkait kepemilikan tanah yang diklaim PT. KAI diluncurkan berdasarkan kesepakatan antara Istana Yogyakarta dan tergugat.

Kata Sultan, pihaknya sudah lama berkomunikasi dengan PT KAI terkait aset milik Keraton Yogyakarta berupa lima bidang tanah yang berstatus Tanah Kesultanan (Lapangan Sultan) yang dicatat sebagai aset tetap pada BUMN penyelenggara jasa perkeretaapian.

Tujuan pembahasan adalah untuk menghapus atau membatalkan status aset Keraton Yogyakarta yang diklaim sebagai aset tetap PT KAI.

“(Komunikasi) bukan hanya PT KAI, kejaksaan, MA, (Kementerian) Keuangan semua sudah. ​​Tapi tidak berani membatalkan (status aset),” kata Sultan saat ditemui di Kompleks Kepatihan, Kota Yogyakarta, Jumat (15/11).

Raja Keraton Yogyakarta mengatakan, penghapusan status harta kekayaan hanya dapat dilakukan melalui putusan pengadilan. Sehingga berdasarkan kesepakatan pihak-pihak terkait diputuskan untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta, Oktober 2024 lalu.

“Prosesnya lama, jadi kalau tidak setuju, saya tidak akan ke pengadilan,” ujarnya.

Setelah penghapusbukuan berdasarkan putusan pengadilan, seluruh aset PT KAI yang dibangun di atas obyek perkara akan dicatat sebagai Hak Guna Bangunan (HGB). Sultan tidak mempermasalahkan tanah Kesultanan dimanfaatkan BUMN asalkan tertib administrasi.

“Jadi yang terjadi (setelah putusan pengadilan) PT KAI punya aset, HGB di atas Lapangan Sultan. Itu saja,” lanjut Gubernur DIY.

Sementara itu, kata Sultan, tuntutan ganti rugi nominal Rp 1.000 kepada terdakwa hanya sekedar formalitas.

“Iya pasti ada kerugiannya, kalau tidak yang terjadi adalah aspek hukumnya,” tutupnya.

Sebelumnya, Istana Yogyakarta mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Yogyakarta terkait kepemilikan tanah yang diklaim sebagai aset PT KAI. Dalam gugatannya, mereka juga menuntut ganti rugi sebesar Rp1.000 kepada PT KAI.

Dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Yogyakarta, perkara ini terdaftar dengan nomor 137/Pdt.G/2024/PN Yyk tanggal 17 Oktober 2024.

Gugatan ini diajukan oleh Penghageng Kawedanan Hageng Panitrapura Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang juga putri Sultan HB X, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Condrokirono. Karena klausul tersebut PT KAI mencatatkan aset tetap dengan nomor ID aset 06.01.00053 nomor AM 400100002010 di atas tanah desa di Stasiun Tugu Yogyakarta jalur Bogor-Yogyakarta KM 541+900-542+600 dengan luas 297.192 meter persegi . .

Dalam hal ini penggugat meminta kepada pengadilan untuk menerima dan mengabulkan gugatannya untuk seluruhnya, serta menyatakan bahwa penggugat mempunyai hak atas tanah di pemukiman Stasiun Tugu.

Selain PT KAI sebagai tergugat I, ada juga Kementerian BUMN Indonesia sebagai tergugat II. Sedangkan yang ikut tergugat antara lain Kantor Pertanahan BPN Kota Yogyakarta, Kementerian Keuangan RI, dan Kementerian Perhubungan RI.

(anak/anak-anak)